Home Suara PRT Pembentukan Gugus Tugas oleh KSP Suntikkan Semangat Baru Bagi Perjuangan PRT

Pembentukan Gugus Tugas oleh KSP Suntikkan Semangat Baru Bagi Perjuangan PRT
Penulis: Supriyantin

by admin

tungkumenyala.com – Memasuki paruh kedua tahun 2022 ini pandemi Covid-19 benar-benar mereda. Saya menyambutnya dengan rasa syukur yang sebesar-besarnya. Ini memberi harapan baru bagi saya dan para pekerja rumah tangga bahwa ekonomi akan kembali pulih, sehingga kami bisa kembali bekerja.

Dengan meredanya pandemi Covid-19, kami juga bisa lebih aktif berorganisasi dari sebelumnya lebih banyak dilakukan secara online. Kami bisa lebih sering melakukan pertemuan tatap muka, meski harus disiplin menerapkan protokol kesehatan.

Saya bertekad untuk memanfaatkan momen ini untuk mengajak para PRT di Kota Makassar untuk kembali aktif di SPRT Paraikatte. Semangat saya tambah besar ketika mendengar informasi bahwa di Jakarta, Kantor Staf Presiden (KSP) telah membentuk Gugus Tugas Percepatan Pembahasan RUU Perlindungan PRT.

Dukungan dari KSP ini memberikan harapan baru bagi perjuangan kami para PRT, untuk mendapatkan jaminan perlindungan hak dan perlakuan yang lebih baik. Dengan dibentuknya Gugus Tugas dan dukungan dari berbagai kalangan, kami berharap RUU PPRT bisa segera disahkan.

Dan, dengan disahkannya RUU PPRT kami akan lebih tenang bekerja, karena ada perlindungan hukumnya. Sehingga, jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan kami memiliki pijakan untuk penyelesaiannya.

Dukungan dari KSP ini memberikan harapan baru bagi perjuangan kami para PRT, untuk mendapatkan jaminan perlindungan hak dan perlakuan yang lebih baik.

Dari pengalaman saya selama lebih 8 tahun bekerja sebagai PRT dan aktif di SPRT Paraikatte, banyak PRT di Makassar yang bekerja tanpa kontrak kerja. Kadang, kesepakatan kerja hanya dilakukan secara lisan dan lebih pada jenis pekerjaan dan besaran upah yang harus dibayarkan. Di luar itu, tak ada kompensasi lain yang kami terima.

Jadi jangan tanya soal perlindungan sosial, seperti BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan. Mayoritas dari kami tidak memiliki perlindungan itu. Apalagi, kebanyakan PRT di Makassar live out atau tidak menginap alias pulang balik. Mereka biasanya dibayar harian, dipanggil sesuai pekerjaan yang dibutuhkan. Kadang bekerja dua hingga jam per hari sesuai pekerjaan yang harus dikerjakan.

Bagusnya dengan sistem kerja ini, kami lebih fleksibel mengatur waktu. Kekurangannya, kami tidak punya ikatan dan perlindungan apa-apa selain upah harian.

Jika beruntung mendapat majikan yang baik, kita akan mendapat perhatian yang lebih dari sekadar upah harian. Sedikit perhatian dan pemberian sangat besar artinya bagi kami.

Jadi meredanya pandemi Covid-19 dan pembentukan gugus tugas saya jadikan suntikan semangat baru bagi saya. Saat pandemi, benar-benar saya rasakan beban yang sangat berat. Jangankan untuk berorganisasi, untuk bertahan tetap bisa bekerja pun sulit.

Tidak sedikit teman-teman PRT yang bergabung di SPRT Paraikatte yang kehilangan pekerjaannya karena majikannya kehilangan pekerjaan sehingga mereka juga tak bisa menggaji PRTnya. Banyak PRT yang dirumahkan sementara tanpa pesangon sepeser pun.

Kondisi ini membuat banyak teman-teman PRT yang memilih pulang ke kampung asalnya di sekitar Kota Makassar. Mereka yang memilih bertahan di Kota Makassar terpaksa banting setir, kerja apa saja yang penting menghasilkan uang untuk bertahan hidup.

Ada yang membuat jajanan/kue-kue lalu dititipkan ke warung-warung di sekitar. Ada juga yang beralih menjadi buruh bangunan meski pekerjaan ini sebelumnya lebih banyak dilakukan laki-laki.

Selain pekerjaan susah, kami juga kesulitan untuk berorganisasi. Untuk memenuhi target ngerap atau mengajak seorang pekerja rumah tangga untuk mau ikut bergabung ke Jala PRT sangat susah. Jadi yang bisa saya lakukan saat itu adalah merawat anggota yang sudah ada agar tetap bertahan, dan sukur-sukur mau aktif ikut kegiatan yang ada.

Selama masa pandemi, satu per satu anggota yang tergabung dalam SK saya, saya sapa secara pribadi. Saya japri mereka untuk menanyakan bagaimana kondisinya. Dengan pendekatan secara personal ini, kami bisa saling menguatkan dan tidak merasa sendirian menjalani masa yang berat ini.

Dalam kondisi sulit seperti ini, jujur tak mudah bagi kami untuk bergerak. Banyak PRT yang tidak lagi memiliki pendapatan dan harus berjuang untuk kehidupan keluarganya. Sementara mereka yang masih bekerja, belum tentu majikan mengizinkan mereka.

Saya beruntung memiliki majikan yang mau mengerti. Dia tak pernah melarang saya untuk berorganisasi, sepanjang saya bisa mengatur waktu dan menyelesaikan pekerjaan saya dengan baik.

“Selesaikan dulu kerjamu Titin, biar kamu dapat ongkos untuk pete-pete (angkutan di Makassar, red),” begitu dia bilang setiap kali saya izin untuk ikut berorganisasi di hari kerja.

Kami sebagai pekerja rumah tangga, memang harus pandai mengatur waktu. Kami sadar bahwa dengan berorganisasi kami dapat memperjuangkan dan memperbaiki nasib kami sebagai PRT yang hingga kini masih belum diakui.

Dengan bergabung di SPRT kami juga bisa terus belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kami. Tetapi kami juga sadar untuk mendapatkan pendapatan kami juga harus memenuhi kewajiban kami sebagai pekerja. Untuk menyiasati kondisi ini, seringnya kegiatan organisasi kami selenggarakan pada hari Minggu (saat PRT mendapatkan hak liburnya), atau pada sore hari saat para PRT sudah menyelesaikan tugas-tugasnya.

Oh ya, saya belum menceritakan tentang Sekolah PRT Paraikatte. SPRT Paraikatte adalah organisasi yang menaungi PRT di Kota Makassar. SPRT ini ini sudah berdiri sejak beberapa tahun lalu. Saat ini anggota yang aktif ada lebih dari 400 orang yang datang dari berbagai wilayah seperti Ujung Pandang, Wajo, Mariso, Bontoala dan beberapa wilayah lainnya.

Kami punya Tim 10, yang menjadi inti atau tiang bagi tegaknya organisasi. Saya sendiri sudah delapan tahun bergabung dengan SPRT Paraikatte. Awalnya sebagai anggota biasa, tetapi karena keaktifan saya akhirnya dipercaya menjadi salah satu pengurus dan menjadi salah satu Tim 10. Betapa menyenangkannya perjalanan kami ini.

KEDIP atau Konde Literasi Digital Perempuan”, adalah program untuk mengajak perempuan dan kelompok minoritas menuangkan gagasan melalui pendidikan literasi digital dan tulisanTulisan para Pekerja Rumah Tangga (PRT) merupakan kerjasama www.Konde.co yang mendapat dukungan dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT).

Related Articles

Leave a Comment