Di tengah wabah Corona menyeruak menyasar mencari mangsa, sebuah kasus penyiksaan pada Pekerja Rumah Tangga (PRT) diungkap oleh organisasi Pekerja Rumah Tangga. Nur Khasanah dari Serikat Pekerja Rumah Tangga (SPRT) Merdeka, Semarang menuliskan nasib seorang pekerja rumah tangga kepada Tungkumenyala.com. Pengalaman Ika adalah puncak gunung es dari pengalaman ribuan pekerja rumah tangga, yang sampai saat ini menyabung nyawa tanpa perlindungan undang-undang. Maka jika menunda Undang-Undang Perlindungan PRT berarti terlibat dalam penyiksaan ribuan pekerja rumah tangga. (Redaksi)
Oleh: Nur Khasanah
NAMANYA Ika Musriati, 20 tahun, anak pertama dari dua saudara, Sumardjo (40) dan Karminah (48). Saat ini ia masih trauma kalau keluar dari kampungnya. Ika juga tidak berani lihat ibunya membuatkan teh masih panas. Ia takut pada air mendidih.
Ika dapat info kerjaan jadi pekerja rumah tangga dari Facebook. Ia merencanakan kalau punya uang gaji ingin bisa menjahit untuk mencari penghasilan lain. Ika lalu janjian dengan majikan dan dijemput ojek diantar ke rumah majikan di Taman Lavender Perumahan Graha Padma, Semarang. Saat itu barus usai lebaran 2019.
Namun nasib buruk menimpa Ika. Hanya sebulan majikan bersikap baik, setelah itu berperilaku seenaknya. Setelah itu Ika sering mendapat hukuman. Macam-macam,– dijotos, disiram air panas, dipaksa makan cabai lima, bahkan pernah 50 kali makan cabai sehari. Kalau menolak, Ika disuruh pilih,– bagian tubuh mana yang akan disiram air panas. Semua pakaian dibuang, hanya boleh pakai baju dari majikan.
Pekerjaannya mengasuh anak laki-laki usia 3 tahun dan bersih-bersih. Pokoknya semua harus dikerjakan. Sanking beratnya, banyak pekerjaan yang kelupaan. Akibatnya—dimarahin. Jika salah dihukum lagi. Ika harus bekerja dari jam 5 pagi hingga jam 9 malam,–bahkan kadang sampai jam 2 malam. Karena telalu lelah akhirnya tidak bisa tidur.
Soal hukuman, pernah juga dirinya dihukum minum air mendidih. Suatu saat dihukum disuruh menyayat tangan sendiri. Kemudian tangan disemprot pakai shower. Perihnya bukan main. Majikan perempuan minta disayat di urat nadi, tapi dicegah majikan laki,– minta ditangan saja.
Suami juga ikut menyiksa karena disuruh istri. Kata majikan pada Ika,– “Aku berhak ngapain kamu karena kamu sudah ku beli. Saya juga bunuh kamu juga berhak. Mati di sini juga.”
Satu bulan pertama, gaji Rp 1,6 juta, dua bulan berikutnya hanya 100 atau 200 ribu rupiah. Sehari cuma sekali dikasih makan,– majikan yang masak. Dikasih makanan basi sudah ada jamurnya selama tiga bulan sangat menyiksa karena berkali-kali keracunan makanan.
Lebih parah lagi, Ika pernah dihukum disuruh makan kotoran sendiri dan minum air kencingnya. Suatu ketika disuruh makan api. Korek gas dihidupin terus makan, sampai melepuh bibir. Setiap kali kesalahan pasti dihukum, baru kerja lagi.
Pada akhir Agustus Ia tidak tahan dan minta keluar. Tapi majikan mengatakan kalau mau keluar harus bayar denda Rp 20 juta. Memang, pada saat mau kerja disuruh tanda tangan perjanjian, tapi tidak tahu apa isinya. Ia pernah kabur meminta tolong tetangga tapi tidak ada yang peduli.
Pada bulan September, Ika disuruh tidur di luar sebuah rumah kosong. Satpam yang menemuinya mengira orang gila. Ika dibawa ke kantor, paginya dibalikin ke rumah majikan.
Ia pernah dituduh mengambil hape kemudian dipukul pakai gantungan baju kayu, dijotos, ditendang dan dishower. Kalau berani menolak, kepala dijedot-jedot tembok WC kamar mandi.
Saat itu Ika mencoba kabur lagi lewat lantai atas, tapu sampai bawah dipergok majikan lagi. Ia dibawa ke kantor polisi dituduh curi hape majikan. Dengan tangan diikat majikan, Ika dikasih minum polisi, tapi dirinya muntah-muntah, mukanya lebam. Saat itu tangan bekas luka sayat masih ada nanahnya. Kemudian polisi mengajak ke RS Bhayangkara untuk divisum. Semua diperiksa,– sayatan di tangan kiri, juga bahu kanan dan kaki kiri yang melepuh.
“Yang ku ingat aku kudu kuat, pasti ada jalan keluarnya. Ingat sama keluarga, paling inget adik perempuan, sering bermain sama adik, jadi paling inget sama adik,” katanya kepada penulis.
Biaya pengobatan operasi pita suara yang menanggung pihak Seruni,– yang membongkar kasus ini polisi. Ika menjalani kemudian menjalankan pemulihan pita suara selama 2 minggu di RSUD Wongsonegoro.