tungkumenyala.com – Selasa 12 Juli 2022, saya sudah bersiap sejak pagi. Hari itu, bersama sejumlah wakil organisasi buruh dan aktivis perempuan yang tergabung dalam Aliansi Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja, kami akan melakukan audiensi dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) terkait ratifikasi Konvensi ILO 190 (KILO 190).
Saya Royanah dan Suwartini, diutus mewakili Jaringan Nasional untuk Advokasi Pekerja Rumah Tangga atau JALA PRT.
Ini bukan kali pertama saya mewakili JALA PRT yang juga tergabung dalam aliansi, namun demikian saya tetap deg-degan. Apalagi, pagi itu jalanan dari rumah saya di Kelapa Dua Depok menuju kantor APINDO di Kuningan, Jakarta Selatan lumayan padat sehingga perjalanan sedikit tersendat. Saya khawatir ketinggalan acara audensi dengan APINDO dan kawan-kawan serikat.
Seperti dugaan saya, saya tiba paling akhir di lokasi Audisensi. Tapi alhamdulillah ketika saya tiba di kantor APINDO audiensi baru dimulai, jadi saya tidak terlalu ketinggalan. Dalam audiensi ini APINDO diwakili langsung oleh ketuanya, yakni Bapak Haryadi Sukamdani. Dia didampingi bapak Agus dan ibu Sonia.
Dalam kesempatan ini, kawan-kawan dari berbagai serikat/aliansi buruh memaparkan kondisi kerja mereka yang masih sarat dengan kekerasan dan pelecehan. Mbak Vivi Widyawati yang menjadi koordiantor Aliansi juga memaparkan tentang keberadaan KILO 190 dan pentingnya Indonesia meratifikasi Konvensi yang disahkan pada Juni 2019 ini.
Ketika saya diberi kesempatan untuk berbicara, saya pun menyampaikan kondisi kerja pekerja rumah tangga yang hingga saat ini belum sepenuhnya diakui menjadi pekerja. Saya jelaskan, bagaimana peran PRT dalam mendukung para pengusaha bisa bekerja dengan baik.
Hingga saat ini PRT sangat rentan mengalami kekerasan dan pelecehan di tempat kerja. Tapi karena keberadaan tempat kerja kami yang berada di ranah yang bisa dikatakan privat atau di balik pintu rumah majikan, maka penanganan kasus yang kami alami lebih sulit dilakukan.
Sayangnya, hingga saat ini PRT sangat rentan mengalami kekerasan dan pelecehan di tempat kerja. Tapi karena keberadaan tempat kerja kami yang berada di ranah yang bisa dikatakan privat atau di balik pintu rumah majikan, maka penanganan kasus yang kami alami lebih sulit dilakukan.
Sehingga, seperti kawan-kawan yang lain kami juga mendesak agar pemerintah segera meratitifikasi Konvensi ILO 190 tentang Penghapusan Pelecehan & Kekerasan di Dunia Kerja yang mengakui PRT sebagai pekerja. Jika KILO 190 diratifikasi maka secara tidak langsung PRT juga akan terlindungi.
Dari audiensi ini, kami baru tahu ternyata pihak APINDO baru mengetahui tentang KILO 190. Pengakuan ini di sampaikan oleh Bapak Haryadi. Dia berjanji APINDO akan segera mempelajari dan mendalami KILO 190 guna mengetahui apa saja isi yang terkandung dalam KILO 190.
Setelah mengetahui isi yang terkandung dalam KILO 190, pihak APINDO berjanji akan mengambil sikap dan menyampaikan sikapnya kepada pemerintah.
Mengapa kami para pekerja mendesak agar KILO 190 segera diratifikasi? Ini karena kekerasan di dunia kerja bagai tumpukan gunung es. Pekerja hingga saat ini masih terus dibayangi oleh kekerasan di dunia kerja sehingga perlu langkah nyata untuk menghentikan kekerasan itu.
Temuan SINDIKASI mengungkap sebagian pekerja perempuan dan laki-laki pernah mengalami kekerasan dan pelecehan seksual di tempat kerja atau proyek pekerjaan.
Lantas seperti apa kondisi PRT dan apa saja kekerasan dan pelecehan yang sering dialami PRT? Banyak PRT bekerja dalam situasi tidak layak dan rentan dengan kekerasan seksual, fisik dan psikis.
Tidak sekali dua kali kami paralegal dari JALA PRT menemukan PRT bekarja dalam kondisi kerja tidak layak dengan beban kerja tidak terbatas, di mana semua pekerjaan domestic dibebankan kepada mereka tetapi dengan upah yang tidak sebanding.
Selain itu PRT juga rentan megalami kekerasan baik kekerasan fisik, kekerasan verbal, kekerasan psikis, kekerasan ekonomi, hingga kekerasan seksual seperti perkosaan, percobaan perkosaan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, prostitusi paksa, hingga perdagangan orang.
Namun, hanya sedikit orang yang tahu dan peduli dengan konsisi yang dialami PRT ini. Saya melihat isu PRT masih termarjinalkan. Saya berharap dengan diratifikasinya KILO 190, maka perlindungan terhadap PRT bisa ditingkatkan. Pelecehan dan kekerasan yang dialami PRT bisa dicegah.
Alasan inilah yang membuat pekerja rumah tangga yang tergabung dalam SPRT di sejumlah daerah dan JALA PRT mendukung dan turut memperjuangkan ratifikasi KILO 190 yang mengakui keberadaan PRT dan pekerja lain yang selama ini diinformalkan.
Dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada JALA PRT, khususnya mbak Lita Anggraini yang tak kenal lelah membimbing kami para PRT. Juga mbak Sutinah Hapsari yang sudah mengenalkan saya dengan SPRT Sapulidi. Saya banyak belajar tentang banyak hal dan mendapatkan ilmu yang bermanfaat setelah bergabung dengan JALA PRT.