MAKASSAR- Saat ini, sejak awal April 2020, Kota Makassar sedang diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memutuskan rantai penyebaran dan penularan wabah Corona. Pemerintah Kota Makassar meminta warganya untuk tinggal di rumah.
Tapi masih saja saya melihat banyak warga yang di keluar rumah dan berkeliaran dengan alasan untuk mencari uang. Begitupun aktifitas di pasar. Walaupun diantara mereka ada yang memakai masker namun lebih banyak yang tidak.
Mungkin susah untuk bisa tertib dan serba salah untuk tetap tinggal di rumah karena pemerintah menganjurkan PSBB, sedangkan tidak semua warga mendapat bantuan sosial dari pemerintah. Ada yang dapat dan ada yang tidak dapat, lebih banyak yang tidak dapat. Katanya bantuan sosial diperuntukkan untuk orang yang layak, yaitu yang tidak mampu. Nyatanya kebanyakan orang yang tidak mampu belum mendapatkan bantuan. Ini membuat masyarakat bingung dan menimbulkan kecemburuan atas bantuan sosial yang tidak merata itu.
Contohnya seperti kami Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang saat ini sudah tidak punya penghasilan lagi karena kami diberhentikan sementara oleh majikan,– entah sampai kapan. Apalagi dibulan puasa seperti ini biaya hidup bertambah dan pemasukan tidak ada. Bantuan hanya kami dapat dari organisasi kami, Serikat Pekerja Rumah Tangga (SPRT), Paraikatte berupa sembako dari Forum Pemerhati Masalah Perempuan (FPMP), Sulawesi Selatan yang bekerjasama dengan Jala PRT. Bantuan itu sangat membantu untuk menyambung hidup kami.
Suami saya juga sudah tidak bekerja karena sudah dilarang masuk kerja oleh bossnya. Sebagai buruh harian di sebuah Mall, suami sudah tidak bekerja dari akhir bulan Maret lalu sampai hari ini.
Jujur, saya katakana keadaan ini sangat menyedihkan. Untuk berbuka puasa dan taraweh di mesjid sudah tidak diijinkan lagi, jadi sholat taraweh hanya bisa di rumah. Dari dalam rumah tempat tinggal kami di tempat pembuangan akhir (TPA) Antang, kami hanya bisa mendengar suara azan bersaut sautan dan tidak bisa ke Mesjid.
Anak-anak juga sudah mulai bosan tinggal di rumah, mengerjakan tugas sekolahnya. Mereka juga dilarang bermain di luar rumah. Kami hanya bisa berdoa agar keadaan ini cepat membaik.
Peran Penting Organisasi
Dalam keadaan seperti saat ini, peran organisasi seperti SPRT Paraikatte sangat penting dalam hidup kami. Selain selalu memberikan bantuan sosial pada kami, Paraikatte selalu memberikan kami kekuatan dan semangat untuk tetap kuat melewati masa-masa sulit ini. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana nasib kawan-kawan PRT yang tidak berorganisasi seperti kami. Bergantung pada pertolongan orang lain, tapi semua orang juga sedang membutuhkan pertolongan.
Saya bergabung dengan organisasi SPRT Paraikatte Makassar sejak Agustus 2017 diajak ibu Erni untuk iktu kegiatan awal yaitu bersekolah. Saat itu saya bertanya-tanya, apa sih sekolah PRT itu? Maklumlah, saya hanya berpendidikan tamat SMP, jadi agak tidak percaya diri untuk mengikuti sebuah organisasi. Tapi saya mau tahu dan bergabung di sekolah itu.
Sekolah PRT Paraikatte itu dilakukan setiap sekali seminggu. Ternyata di sekolah itu saya bisa mendapat kawan baru sesama PRT dan wawasan tentang apa itu PRT. Saya bisa banyak belajar tentang Undang-Undang PRT, tentang 20 unsur kerja layak PRT dan berkenalan dengan ibu Umi, salah satu pendiri SPRT Paraikatte Makassar. Lewat organisasi saya berkenalan juga dengan Mas Ari dan Mba Lita dari JALA PRT.
Berbagai pelatihan dan kegiatan saya ikuti baik di Makassar ataupun di luar Makassar. Termasuk pelatihan advokasi untuk PRT yang diadakan oleh JALA PRT saat itu 3 hari di Yogjakarta. Pengalaman yang tak terlupakan. Saat itu saya mencoba memberanikan diri untuk bisa mengerti dan menangani kasus yang terjadi sama PRT apabila ada yang mengalami masalah di tempat kerjanya.
Sampai suatu saat saya pernah pernah menangani kasus kawan PRT yang tidak dibayar upahnya selama 3 hari bekerja. Kasus bisa selesai dengan jalan baik. Saya bertemu langsung dengan majikannya dan berbicara baik-baik. Upah kawan itu akhirnya terbayarkan.
Akhirnya saya mengajak kawan-kawan lain untuk bergabung di organisasi SPRT Paraikatte. Awalnya memang mengalami kesulitan untuk mengajak sekolah PRT. Kebanyakan kawan takut dimarahi majikan. Atau kawan-kawan mengeluh tidak punya uang transpor ke sekolah. Akhinya organisasi sampai menyediakan uang transpor untuk PRT pergi bersekolah.
Jadi PRT
Sebelumnya, pada tahun 2016 lalu, saya mulai bekerja saat dipanggil tetangga untuk membantu mengerjakan tugas rumah tangga di Perumahan Graha Asri Sejahtera Borong Jambu. Ibu Emi, majikan saya menugaskan saya mencuci dan memasak untuk 4 orang keluarganya. Saya bekerja 4 kali dalam seminggu, mulai pukul 9 pagi sampai jam12 siang. Saya digaji Rp50 ribu/hari setiap masuk kerja. Rumah majikan tidak jauh dari rumah di TPA Antang, Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala.
Pada saat pergi bekerja, anak saya yang baru berusia 9 tahun dijaga suami saya yang belum bekerja. Saat ini setelah tahun ke 3 bekerja jadi PRT anak saya sudah dua orang berusia 13 tahun dan 8 tahun.
Pengalaman saya sebagai PRT mungkin berbeda dengan kawan-kawan yang lain. Saya tidak pernah mengalami kekerasan dari majikan. Majikan saya yang pertama baik dan pengertian. Mungkin karena majikan anggota Brimob Polri. Saya bekerja hanya 8 bulan pada keluarga ini karena mereka harus pindah tugas di Kalimantan.
Setelah itu saya tetap bekerja sebagai PRT dengan status pekerja panggilan. Saya bekerja saat ada keluarga yang membutuhkan saya untuk memasak dan mencuci. Tapi saya lebih sering bekerja sebagai tukang masak dan bersih-bersih. Selama 3 jam kerja saya dibayar Rp50.000 – Rp 60.000. Dibulan puasa biasanya saya mendapat uang tambahan untuk belanja Sahur hari pertama sebesar Rp100.000. Selain itu juga dapat THR Rp500.000. Semua saya syukuri.
Saat ini ditengah wabah Corona, kami hanya bisa menunggu dan terus membangun koordonasi lebih solid lagi dengan jaringan organisasi kami. Lewat jaringan organisasi kami semua bisa saling menguatkan dan mengingatkan agar jangan sampai ada kawan dan keluarganya yang tertular virus Corona. (Titin)