Jakarta, tempat saya mencari kerja hari ini. Perjalanan saya sebagai seorang Pekerja Rumah Tangga (PRT) dimulai setelah saya lulus SMP. Saudara mengajak saya merantau ke Jakarta. Disitulah pertamakali saya hidup di Jakarta.
Oleh: Darsiah
CERITA ini merupakan lika-liku perjalanan saya menjadi PRT, dari menjadi baby sitter, hingga saya bisa menyekolahkan anak saya hingga kuliah. Banyak pengalaman baru dalam pekerjaan ini, termasuk bertemu dengan orang-orang dari daerah yang berbeda
Sesampainya di Jakarta kala itu, saya bergabung ke sebuah yayasan yang menyediakan jasa baby sitter. Tak menunggu lama, saya langsung mendapat kerja sebagai baby sitter di rumah warga setempat.
Sekitar 3 tahun kemudian, saya memilih berhenti saat anak yang saya urus sudah bisa berjalan sendiri.
Saya termasuk pekerja yang betah, jarang keluar dari pekerjaan atau bekerja dalam waktu yang lama. Selama ini, masa kerja saya selalu lama bahkan seringnya hingga sampai habis kontrak. Saya pernah bekerja dengan orang Tionghoa di Ujung Pandang. Selama 3 tahun, juga sebagai baby sitter.
Saat bekerja disana, kesempatan saya untuk melihat negara lain sangat banyak, saya diajak berlibur ke beberapa negara. Saat lebaran tahun pertama, saya tidak diizinkan pulang kampung karena dia mengajak saya pergi liburan ke Malaysia.
Tahun berikutnya, saya diajak liburan ke Singapura. Begitu pula tahun berikutnya, saya diajak melihat Tembok Besar Cina. Namun, saya menolak. Saya memilih pulang kampung dan akhirnya saya mengundurkan diri.
Pekerjaan sebagai PRT membuat saya bertemu dengan berbagai macam orang dan berbagai macam cerita dan pengalaman, termasuk orang-orang dari luar negeri.
Saat mencari pekerjaan baru, kebetulan ada orang Korea datang ke yayasan yang menaungi saya, ia mencari babysitter untuk anaknya yang berumur 6 bulan, akhirnya kala itu saya bekerja disana
Setelah anaknya sudah mulai berjalan, dia kembali ke Korea. Saya pun berpindah kerja ke tempat temannya yang sedang hamil 6 bulan. Saya menunggu sampai bayinya lahir, mengurusnya, hingga bayinya bisa berjalan. Setelah bayinya berjalan, saya pun memutuskan keluar sampai ia bisa berjalan. Jadi kalau dihitung-hitung, saya sudah momong banyak bayi hingga mereka bisa jalan
Pekerjaan sebagai baby sitter kembali saya tekuni. Di daerah Kemang, Jakarta saya kemudian juga mengurus anak berusia sekitar 6 bulan. Namun, kali ini saya tidak terlalu lama mengurusnya. Anak tersebut hanya mau menempel terus pada ibunya. Saya berpikir lebih baik saya keluar dan mencari pekerjaan lain
Setelah itu, saya tidak lagi menjadi baby sitter. Saya memilih bekerja beres-beres rumah, memasak, dan lain-lain. Saya kemudian bekerja dengan orang Korea di daerah Terogong, Jakarta. Kurang lebih selama 4 tahun saya bekerja dengannya. Dia bos yang sangat baik. Dia mau meminjamkan saya uang saat saya butuh. Dia super tajir karena punya banyak restoran Bongga dan Magal yang punya cabang di mana-mana. Setahu saya, dia juga punya pabrik garmen di Sukabumi.
Ibu bos alias Halmoni juga sangat baik. Setiap ke Jakarta, dia selalu beri saya uang untuk beli makanan. Ia tidak bisa berbahasa Indonesia. Saat ia menyapa, “annyeonghaseyo”, terkadang saya suka tertawa karena terdengar berbunyi, “Enyong keseleo” seperti bahasa Jawa.
Lama bekerja dengan orang dari negeri ginseng membuat saya bisa sedikit mengerti bahasa mereka. Saya pun jadi doyan masakan Korea terutama kimchi. Katanya, kimchi merupakan makanan tersehat di dunia. Selain itu, ada juga bulgogi, samyang, kimbab, dan lain-lain. Saya jadi punya impian, jika tidak lagi bekerja di Jakarta dan punya modal, saya ingin buka usaha makanan Korea ala saya di kampung halaman saya nanti.
Hampir memasuki usia tiga puluh, saya menemukan jodoh dan menikah. Kami dikaruniai 2 orang anak laki-laki yang lucu. Mereka berdua adalah harta dan masa depan saya. Namun, saya tetap bekerja.
Ketika punya anak itulah, saya kemudian menitipkan mereka pada orangtua saya. Saya sangat berharap kami bisa berkumpul lagi seperti sediakala.
Covid-19 membuat saya tidak bisa pulang ke kampung halaman. Rasa kangen ini sudah tidak terbendung lagi. Saya berdoa dan berharap semoga pandemi cepat berakhir dan situasi segera membaik dan saya tetap bisa bekerja di Jakarta, tapi bisa tetap menengok anak-anak saya di kampung.
Ini merupakan cerita kehidupan saya menjadi pekerja rumah tangga. Banyak suka dan duka, saya senang dan kuat menjalaninya.
“KEDIP atau Konde Literasi Digital Perempuan”, merupakan program untuk mengajak perempuan dan kelompok minoritas menuangkan gagasan melalui pendidikan literasi digital dan tulisan
Darsiah, Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan aktif di Organisasi PRT