Hari PRT mungkin terdengar asing dan hanya dikenal sedikit orang. Sedikit orang, mungkin PRT yang sudah berorganisasi, mungkin pula yang menjadi bagian dari JALA PRT. Sebagian besar mungkin heran dan mungkin juga berkata,… ada-ada saja kok ada Hari PRT. Ya, itulah situasinya bekerja di dalam rumah tidak dianggap seperti orang bekerja di luar rumah.
Namun biar orang tahu, dunia ini juga milik PRT. Kami PRT adalah pekerja, sama seperti warga negara yang lain, seperti pekerja yang lainnya. Saat ini mungkin sedikit yang setuju dengan kami. Tapi kami tidak akan diam dan terus bersuara, mengajak, meminta, menuntut dan berharap, hingga banyak dan banyak sekali yang setuju.
Di Hari PRT ini kami memperingati, berbagi perasaan dan harapan bersama. Tim Reporter kami, Leni, Diyana, Yuni, Sargini membagi suara dari berbagai wilayah di Jakarta, Yogyakarta, Lampung dan Makassar.
Sargini, menuliskan tentang kawan seorganisasinya di SPRT Tunas Mulia, Ririn Sulastri, 46 tahun.
Dunia PRT sudah digeluti Ririn Sulastri selama 15 tahun. Sebelum bergabung di organisasi Serikat PRT Tunas Mulia, dia terlebih dulu bergabung di Sekolah PRT pada tahun 2003. Yang dilanjutkan ikut aktif di berbagai kegiatan Serikat PRT Tunas Mulia. Ibu dari dua anak, putra putri ini selain sibuk dengan pekerjaan dan rumah tangganya juga sibuk di kegiatan sosial lainnya.
Perempuan yang punya hobi bermain ketoprak, teater, dan kesenian lainnya ini menceritakan pengalamannya ketika ikut aksi pembukaan Hari PRT 15 Februari 2007 di TITIK NOL Yogyakarta. Dalam aksi teaterikal tersebut, Mbak Ririn, panggilan akrabnya, berperan sebagai majikan.
“Wah…, ditanya soal Hari PRT Nasional, aku jadi teringat aksi sebelas tahun yang lalu. “Aku ikut Aksi tahun 2007 bersama JALA PRT dan JPPRT melaunching Hari PRT Nasional di Yogyakarta. Aku melakukan aksi demonstrasi di Titik Nol, sebagai bentuk kami dalam melakukan sosialisasi ke masyarakat, pengguna jalan Malioboro atas kelalaian negara, sehingga banyak PRT yang menjadi korban kekerasan para pengguna jasa,” jelas Ririn. “Salah satunya Sunarsih yang dianiaya pengguna jasanya hingga meninggal. Dan pelaku lolos dari jeratan hukum. Sedih jika mengingat akan hal itu,” tambah Ririn Sulastri.
Ririn juga menyampaikan bahwa PRT harus mendapat perlindungan. Berhak atas libur mingguan. Ditambahkan lagi bahwa sebagai warga negara berprofesi sebagai Pekerja Rumah Tangga mempunyai hak-hak seperti pekerja lainnya. Seharusnya bukan halangan negara (DPR & Pemerintah) memberikan perlindungan hukum, mengakui PRT sebagai pekerja. Lebih jelasnya bahwa negara harus segera membahas dan mengesahkan Undang-undang Pekerja Rumah Tangga dan meratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak PRT
***
Dari Jakarta, Kastini yang berasal dari Gunungkidul, DIY berkesempatan berbagi dengan reporter kami, Leni Suryani.
Tini, panggilan akrabnya, mengatakan “Dari organisasi saya mengenal, ternyata PRT ada Hari PRT. Bagi saya merupakan hari yang sangat bersejarah,tepatnya pada tgl 12 Febuari 2001, 17 tahun silam kawan kami PRTA Sunarsih meninggal dunia karena kekerasan dan penganiayaan yang di lakukan oleh majikannya. Teman kami telah meninggal dalam bekerja, dan tidak ada keadilan yang berpihak pada Sunarsih,” jelas Tini. “Saya bekerja pada majikan yang mengetahui dan memenuhi hak saya dalam kerja. Tapi bagaimana dengan teman saya sesama PRT yang di luar organisasi saya? Hingga kini kekerasan demi kekerasan terus terjadi dan menimpa PRT sehingga kita perlu menyuarakan dan menuntut keadilan agar segera mengambil tindakan dan memberikan perlindungan dengan mengesahkan UU PPRT dan KILO 189 tentang situasi kerja layak PRT,” tambah Tini dengan semangat.
***
Bagaimana dengan Makassar? Teknologi sekarang membantu Siswati untuk melakukan wawancara jarak jauh dan murah meriah melalui whatsappcall. Berikut apa kata Titin Aprilianti dari SPRT Paraikatte.
“Saya baru tahu Hari PRT dari organisasi. Saya berharap, semakin banyak PRT yang tahu ada Hari PRT dan bersuara bersama. Pada hari itu kalau bisa kita PRT bersama-sama ramai-ramai bersuara menyampaikan beberapa tuntutan kepada pemerintah dan DPR RI untuk tidak menutup mata dengan berbagai kasus kekerasan terhadap PRT.”
***
Hampir sama dengan suara lainnya, Sri Sumiati atau Sri Arshinta dari SPRT Sapulidi menyampaikan ke Yuni reporter Tungku Menyala.
“Saya tahu Hari PRT Nasional sejak saya bergabung di SPRT Sapulidi. Sebelumnya saya tidak tahu dan tidak paham apa-apa. Dari mengikuti sekolah wawasan kita tahu, Hari PRT Nasional itu dilatar belakangi oleh penyiksaan PRTA yang bernama Sunarsih, di Surabaya, Jawa Timur. Dia meninggal tanggal 12 Februari 2001 namun kasusnya terungkap pada 15 Februari 2001 oleh media. Setelah itu jadilah kita peringati untuk meminta keadilan pada pemerintah, bahwa PRT butuh perlindungan,” jelas Arshinta.
“Harapan saya dan teman-teman PRT semoga Pemerintah dan DPR memberi perlindungan dan payung hukum pada kita PRT. Kita pekerja menjadi PRT tapi situasi PRT sungguh berbeda, jauh dari keadilaan, kesejahteraan dan penghidupan yang layak, serta selalu mengalami diskriminasi di tempat kerja.
Kami biasanya memperingatinya dengan kampanye bersama di facebook, twitter dan juga menyebarkan pesan melalui WA. O…ya, di Hari PRT 15 Februari tahun kita adakan aksi ke KEMENAKER dengan cuci peras 100 pakaian,” sambung Arshinta.
“Kami PRT sangat kecewa pada Pemerintah karena masih saja menutup mata dengan ssegala bentuk kekerasaan dan persoalan PRT di negara sendiri, terbukti perlindungan yang kita minta belum juga dibahas dan disahkan, walaupun sudah banyak korban kekerasan terhadap PRT. “Saya gregetan sama pemerintah kita, udah berbagai cara kita tempuh. Dari kampanye di medsos, orasi ke DPR, advokasi juga. Semoga bisa segera terwujud yang kita inginkan,” pungkas Arshinta.
Reporter : Sargini, Leni S, Siswati, Yuni SR