JAKARTA – Para ilmuwan memperingatkan wabah virus korona yang tidak terkendali di Brasil dapat mengancam perjuangan global untuk mengakhiri pandemi. Varian P1 yang lebih menular dan lebih kebal vaksin yang muncul di sana kini mendominasi sebagian besar negara bagian dan tidak ada tanda-tanda penularan akan melambat.
“Informasi ini sangat mematikan,” kata Dr Roberto Kraenkel, ahli matematika biologi dari Covid-19 Brazil Observatory, kepada Washington Post.
Ia menganalogikan jika virus adalah bom maka ancaman krisis di Brasil ini setara bom atom.
“Aku terkejut dengan tingkat [varian] yang ditemukan. Media tidak mengerti apa artinya ini. Semua varian yang kini menjadi perhatian ini lebih mudah menular … dan ini berarti percepatan fase epidemi. Ini bencana.”
Dikutip Tungkumenyala.com dari DailyMail, Rabu (10 Maret 2021) varian P1 telah diidentifikasi sebagai penyebab 15 kasus di sembilan negara bagian AS.
Beruntung peningkatan tingkat vaksinasi dan penurunan infeksi harian di AS membantu membendung wabah baru ini. Tetapi tidak demikian di Brasil, di mana ICU mendekati kolaps dan peluncuran vaksin berjalan di tengah kekacauan.
“Tidak ada negara yang akan aman jika negara-negara saat ini gagal mengendalikan wabah di wilayah mereka,” kata Dr Denise Garret, wakil presiden epidemiologi terapan Sabin Vaccine Institute, Washington kepada DailyMail.com.
“Di negara-negara seperti Brasil di mana tidak ada batasan aktivitas dan virus seakan lepas kendali, maka ini menjadi tempat berkembang biak varian. Semua virus bermutasi, setiap saat.”
Sama seperti kanker, semakin banyak menyebar dan membuat salinan dari diri mereka sendiri, mutasi virus akan semakin signifikan. SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19,
sebenarnya secara signifikan bermutasi dengan lambat. Tetapi varian mulai bermunculan di seluruh dunia pada akhir 2020, seiring melonjaknya kasus di sebagian besar negara hingga memberi virus peluang untuk bermutasi.
Ini pula yang terjadi di Brasil di mana ditemukan varian berbahaya. Gelombang pandemi awal di Brasil dapat dikatakan mengerikan.
Pengujian antibodi menunjukkan sekitar 76 persen warga Manaus kota yang paling terdampak diketahui terinfeksi Covid-19. Ini terjadi pada bulan Oktober setelah gelombang pertama pandemi pecah.
Di sisi lain fakta itu seharusnya membuat tiga perempat warga kota Amazon itu memiliki kekebalan alami terhadap infeksi ulang. Namun Manaus dihantam gelombang kedua infeksi pada Januari lalu dan mencapai puncaknya dengan angka kematian 100 jiwa setiap hari di kota berpenduduk dua juta itu.
Varian PI ditemukan di Manaus pada bulan Desember dan kemungkinan memicu tingkat infeksi yang tinggi.Lebih buruk lagi, infeksi ulang juga dialami warga kota.
Studi laboratorium serta data menunjukkan mutasi E484K membantu varian menghindari antibodi yang dipicu oleh infeksi sebelumnya dengan varian yang lebih lama atau vaksin yang dirancang untuk melindunginya.
Tekanan kekebalan mendorong jenis mutasi ini. Ketika virus dihadapkan dengan kekebalan yang mencegah mereka membajak mesin sel untuk menggandakan diri, hanya strain yang memiliki mutasi yang membuat mereka kurang terpengaruh oleh vaksin. Dan kemudian mereka berkembang pesat. Jenis baru virus ini lolos dari kekebalan dan semua dimulai dari awal lagi dan sekarang menjadi jenis yang utama di Brasil,” kata Dr Garrett.
Terkait kasus varian P1 di AS menurutnya meski rendah tetapi lebih cepat menular dan kemungkinan sebarannya lebih luas. Dan dengan hanya 10 persen orang Amerika yang divaksinasi penuh, ratusan juta orang Amerika termasuk 29 juta yang telah terjangkit Covid-19 masih rentan terhadap virus P1.
“Ini hanya masalah waktu jika sampai tidak ada tindakan pengendalian. Di sini [di AS] kabar baiknya adalah kami melakukan memvaksinasi dengan cepat untuk mengendalikannya.”
Dan sejauh ini, sepertinya varian ini tidak lolos dari vaksin, setidaknya untuk pasien yang parah dan rawat inap. “Tapi tidak ada jaminan. Virus ini berkembang pesat dan … jika terus berkembang di negara lain, seperti varian yang pertama akhirnya bisa sampai ke sini,” lanjutnya. (Lita Anggraini)