tungkumenyala.com – Hingga saat ini masih ada pihak yang menyoal Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) dengan alasan undang-undang itu akan membuat PRT sebagai hubungan yang industri dan membongkar atau merusak nilai-nilai kegotongroyongan dan nilai-nilai kekeluargaan yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun.
Kekhawatiran ini ditepis Direktur Institut Sarinah yang juga Koordinator Koalisi Sipil untuk UU PPRT Eva Sundari. Menurutnya, UU PPRT ini justru memperkuat semangat kekeluargaan dan gotong-royong sehingga RUU PPRT tidak semestinya dipertentangkan dengan nilai-nilai gotong royong maupun kekeluargaan.
“Jangan dinegasikan, dengan RUU ini, justru itu adalah saling memperkuat antara peraturan dengan nilai kegotongroyongan dan nilai-nilai kekeluargaan,” ujarnya dalam jumpa pers Koalisi Sipil menanggapi dukungan Presiden Jokowi terhadap RUU PPRT.
Ketua Baleg DPR, Willy Aditya mengamini. Menurutnya, draft RUU PPRT hanya ditujukan kepada pekerja rumah tangga yang benar-benar bekerja untuk mendapatkan pendapatan. Jadi aturan yang ada di sana tidak berlaku untuk mereka yang ikut menumpang di rumah kerabat untuk menimba ilmu atau tinggal sementara untuk mencari kerja.
“Jadi mereka yang ngenger atau nyantri seperti yang selama ini masih banyak terjadi tidak diatur dalam UU PPRT ini,” ujarnya.
RUU PPRT hanya ditujukan kepada pekerja rumah tangga yang benar-benar bekerja untuk mendapatkan penghasilan atau pendapatan. Jadi tidak menyentuh mereka yang ikut menumpang kepada sanak keluarga lain untuk menimba ilmu atau tinggal sementara untuk mencari kerja.
Secara terpisah, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej mengaku sudah menerima draf RUU PPRT melalui jalur informal dan menilai ketentuan di dalamnya bersifat moderat.
“Sehingga tidak perlu dikhawatirkan merusak sendi kita dalam kemasyarakatan seperti kegotongroyongan dan kekeluargaan,” ujar Eddy, sapaan akrab Edward beberapa waktu lalu.
Ia menjelaskan, berdasarkan draf yang ia peroleh, dalam perekrutan pekerja rumah tangga secara langsung di desa-desa maupun masyarakat tingkat bawah, kekeluargaan dan gotong royong masih diutamakan. Akan tetapi, pengaturan yang lebih rigid berlaku terhadap perekrutan pekerja rumah tangga secara tidak langsung yang melalui para penyalur.
“Hanya untuk menjamin, satu, hak-hak dasar itu terpenuhi, dan yang kedua seperti yang tadi saya katakan juga ada kewajiban,” ujar Eddy.
RUU PPRT sendiri merupakan RUU usulan DPR sehingga pemerintah hanya bisa menunggu DPR segera mengesahkannya sebagai usul inisiatif DPR untuk memulai pembahasan. RUU PPRT masuk ke DPR sejak 2004 dan berulang kali masuk ke daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas.
Pada Juli 2020, drfat RUU PPRT sudah disetujui di Baleg DPR. Namun hingga kini, nasib RUU PPRT masih digantung bahkan ketika Presiden sudah menyatakan dukungannya agar beleid ini bisa segera disahkan. Pengesahan RUU PPRT diharapkan akan menjadi payung hukum bagi jutaan PRT yang hingga kini belum diakui sebagai pekerja sehingga banyak hak-haknya yang belum dipenuhi.