JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menekankan bahwa pemulihan kegiatan ekonomi masyarakat akan sangat bergantung pada ketersediaan vaksin COVID-19.
Sri Mulyani menyatakan ketika vaksin itu telah ditemukan maka tugas pemerintah berikutnya adalah mendistribusikan dan mengelola penanganan dan penyembuhan secara cepat agar pemulihan dapat terjadi.
“Apakah vaksin akan segera ditemukan dan bisa didistribusikan ini memiliki implikasi luar luar biasa terhadap kegiatan seluruh masyarakat termasuk aspek ekonomi,” katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis (27/8).
Sri Mulyani menuturkan pandemi COVID-19 merupakan bencana kemanusiaan yang mempengaruhi seluruh faktor paling dalam di kehidupan masyarakat mulai dari interaksi secara sosial, politik, kultural, serta ekonomi.
Hal itu menyebabkan perekonomian di seluruh negara mengalami tekanan dan banyak yang terkontraksi termasuk Indonesia yakni pada kuartal II tahun ini minus 5,32 persen.
“Penurunan ini diakibatkan karena konsumsi masyarakat merosot, investasi mengalami kontraksi, dan kegiatan ekspor-impor juga menurun sangat tajam,” ujarnya.
Ia menjelaskan pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk menekan dampak COVID-19 yang salah satunya adalah melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Ia menyebutkan program PEN yang dijalankan membutuhkan biaya sangat besar sedangkan sumber daya penerimaan negara yaitu pajak sedang tertekan sehingga batas defisit dinaikkan menjadi 6,34 persen.
“Program pemulihan ekonomi membutuhkan resources sangat besar sementara penerimaan pajak mengalami penurunan sehingga negara mengalami defisit di atas 6 persen,” katanya.
Meski demikian, Sri Mulyani memastikan bahwa pemerintah akan menjalankan program PEN dengan cepat dan akurat serta tetap akuntabel dalam situasi darurat saat ini.
“Pemerintah menyadari bahwa langkah-langkah dalam situasi extraordinary dan emergency harus tetap akuntabel,” tegasnya.
Sebelumnya pada Rabu (26/8), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menargetkan Indonesia mendapat akses terhadap 30 juta vaksin COVID-19 yang diproduksi oleh PT Bio Farma pada akhir 2020.
“Kita berharap sampai akhir tahun kita bisa mempunyai akses terhadap 30 juta vaksin produksi di Biofarma. Ini merupakan inisiatif yang paling depan,” katanya.
Harus Tetap Akuntabel
Kepada Tungkumenyala.com dilaporkan, sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan dunia membutuhkan lebih dari 8 triliun dolar AS untuk menangani dan mengatasi dampak COVID-19 dari sisi kesehatan, sosial, serta ekonomi.
“Dalam hitungan International Monetary Fund (IMF) lebih dari 8 triliun dolar AS adalah sumber daya yang digunakan untuk menangani dan mengatasi COVID-19,” kata Sri Mulyani dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis (27/8).
Jumlah tersebut merupakan delapan kali Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan sekitar 10 persen dari PDB global.
“Kita memahami dalam situasi yang luar biasa, emergency, dan urgensi maka kecepatan menjadi sangat penting namun harus tetap akuntabel,” ujar Sri Mulyani.
Ia menuturkan seluruh negara di dunia terus berusaha mencari titik keseimbangan dalam mengatasi COVID-19 yaitu antara pemulihan di bidang kesehatan maupun ekonomi masyarakat.
Hal itu mengingat jumlah kasus COVID-19 yang terus bertambah hingga 23,6 juta orang dengan kematian mencapai lebih dari 814.000 orang dan belum terdapat tanda-tanda akan selesai.
Sementara jumlah kasus di Indonesia hingga 26 Agustus 2020 telah mencapai 160.165 orang dengan 6.944 orang meninggal dan 37.812 orang masih dirawat.
Menurut Sri Mulyani, pandemi COVID-19 merupakan bencana kemanusiaan yang mempengaruhi seluruh faktor paling dalam di kehidupan masyarakat mulai dari interaksi secara sosial, politik, kultural, serta ekonomi.
“Jutaan pekerja kehilangan pendapatan atau pekerjaannya dan banyak perusahaan mengalami kebangkrutan. Seluruh dunia melakukan kebijakan countercyclical,” ujar Sri Mulyani.
Ia menyebutkan semua ekonomi negara mengalami tekanan dan banyak yang terkontraksi mencapai dua digit sehingga mereka terus melakukan kebijakan countercyclical.
“Indonesia juga mengalami kontraksi ekonomi pada kuartal kedua 2020 yaitu minus 5,3 persen,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan kontraksi yang dialami oleh Indonesia terjadi karena konsumsi masyarakat, investasi, serta kegiatan ekspor dan impor menurun sangat tajam.
Oleh sebab itu Sri Mulyani mengatakan pemerintah Indonesia membuat langkah-langkah seperti mengeluarkan UU 2/2020, menaikkan batas defisit menjadi 6,34 persen, dan merevisi anggaran melalui Perpres 72/2020.
Tak hanya itu, pemerintah juga membuat Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang mencakup bidang kesehatan, pemberian bansos, membantu UMKM, mendukung korporasi dan sektoral maupun perekonomian daerah. (Sayem)