JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan kepada sektor korporasi mengenai skema program penjaminan kredit modal kerja oleh pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.
“Dalam konteks ini kita akan melakukan penjaminan menggunakan dua Special Mission Vehicle (SMV) Kemenkeu yaitu LPEI dan PT PII yang misi mereka diperluas,” katanya di Jakarta, Rabu (29/7).
Sri Mulyani menyatakan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) akan berkontribusi dalam skema penjaminan modal kerja yang diberikan perbankan kepada pelaku usaha korporasi padat karya.
Kapasitas LPEI dan PT PII merupakan lembaga penjamin yang memiliki jenis penjaminan sovereign guarantee dan didukung peningkatan kapasitas finansial melalui penyertaan modal negara (PMN).
“Pemerintah juga akan menanggung Imbal Jasa Penjaminan (IJP) yang disediakan dalam bentuk subsidi sehingga tidak membebani pelaku usaha,” ujarnya.
Dukungan pemerintah dalam skema penjaminan ini ada tiga yaitu subsidi belanja IJP, PMN untuk LPEI dan PT PII, serta stop loss kepada penjamin untuk memastikan risiko yang ditanggung sesuai dengan porsi risiko gagal bayar dari pinjaman yang ditentukan.
“Stop loss diberikan dalam bentuk IJP stop loss yang ditanggung pemerintah. Pemerintah juga memberikan backstop jika klaim melebihi threshold klaim yang ditanggung oleh PT PII,” katanya.
Sementara itu, fasilitas penjaminan kredit modal kerja korporasi ditujukan kepada pelaku usaha korporasi yang memiliki usaha berorientasi ekspor dan/atau padat karya yang memiliki minimal 300 karyawan.
Pelaku usaha korporasi yang dijamin tidak termasuk kategori BUMN dan UMKM, tidak termasuk dalam daftar kasus hukum dan/atau tuntutan kepailitan, serta memiliki performing loan lancar sebelum pandemi COVID-19.
Besaran tambahan kredit modal kerja yang dijamin bernilai antara Rp10 miliar sampai Rp1 triliun dengan skema penjaminan yang direncanakan berlangsung hingga akhir 2021 senilai total Rp100 triliun.
Pemerintah akan menjamin 60 persen kredit modal kerja dan 40 persen sisanya ditanggung oleh pihak perbankan untuk korporasi dengan sektor non prioritas.
Sedangkan untuk korporasi dengan sektor prioritas akan diberikan penjaminan sebesar 80 persen oleh pemerintah dan 20 persen sisanya ditanggung perbankan.
Kepada Tungkumenyala.com dilaporkan, sektor prioritas terdiri dari sektor wisata, otomotif, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, elektronik, kayu olahan, furnitur, produk kertas, serta sektor usaha padat karya yang terdampak COVID-19.
Selanjutnya, pemerintah menanggung pembayaran imbal jasa penjaminan sebesar 100 persen atas kredit modal kerja sampai dengan Rp300 miliar dan 50 persen untuk pinjaman dengan plafon Rp300 miliar sampai Rp1 triliun. (Jumiyem)