JAKARTA- Serikat Pekerja Nasional (SPN) menuntut agar pemerintah segera menindak tegas secara hukum semua perusahaan-perusahaan yang nakal melanggar peraturan pemerintah semasa wabah Corona Virus.
“Tidak tegas pengusaha pelanggar Pidana KUHAP. Fungsikan dengan baik PPNS dan Penyidik Polri. Berikan sanksi administrasi pada pengusaha yang nakal dan tegakkan fungsi Pengawasan ketenagakerjaaan /SKPD agar bekerja dengan sungguh- sungguh,” tegas Puji Santoso kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (8/6).
Ia mengatakan ditengah wabah Corona banyak perusahaan melakukan PHK Ilegal, tanpa pengajuan ijin dan melakukan tutup produksi berkedok tutup pabrik.
“Segera lakukan investigasi yang dilanjutkan dengan penindakan dan wajib lapor, sanksi dan denda. Audit perusahaan yang hanya pura- pura miskin,” tegasnya.
SPN menuntut agar pemerintah memastikan perlindungan sosial bagi buruh dari perusahaan dan menindak tegas perusahaan pelanggar Upah Minimum.
“Jatuhkan sanksi jika membayar upah dibawah upah minimum. Atau berikan konpensasi selisih upah dan yang ditanggung pemerintah melalui bantuan sosial dan PKH (Program Keluarga Harapan,” tegasnya.
Bagi para pekerja yang diliburkan karena protokol Corona dan tidak dibayar upahnya secara penuh, maka wajib membayar konpensasi oleh program BP JAMSOSTEK melalui program JKK (Jaminan Kecelakkan Kerja). Karena masuk dalam katagori sakit akibat penyakit hubungan kerja atau akibat pandemik yang meliputi prefentif, kuratif dan rehabilitasi.
SPN juga meminta agar pemerintah menerbitkan regulasi dalam penuhi pembayaran upah yang kurang saat pandemik wajib ditanggung melalui program JK & JKK kepada buruh dan pekerja sebagai pesertanya.
“Pemrintah juga perlu segera melakukan revolusi pada BPJS dengan menerbitkan regulasi untuk mengatur syarat dan ketentuan BPJS agar buruh/pekerja Non Disclamer cukup dengan surat keterangan dan surat berita acara untuk mendapatkan manfaatnya,” tegasnya.
Lebih jauh, SPN meminta agar pemerintah melakukan perbaikan sistim manajemen potensi Sumber Daya Manusia (Pekerja/Buruh) dengan memfungsikan BINAPENTA dan BINALANTAS dengan mendata pekerja yang ter PHK atau dirumahkan, agar Skill pekerjanya tetap terpelihara dengan baik, maka apabila dibutuhkan kembali keahliannya tidak hilang.
“Fungsikan Kartu Prakerja dengan sesungguhnya untuk mencegah hilangnya keahlian dengan melakukan pelatihan reskiling dan upskiling,” tegasnya.
Aksi SPN
Sebelumnya, SPN melakukan melakukan aski di depan Gedung Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Jumat (5/6) lalu menuntut perlindungan buruh/pekerja yang terdampak Corona dan lemahnya penegakan hukum ketenagakerjaan.
Sejak ditetapkannya Keppres 11 tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Keputusan Presiden (Keppres) No.12 tahun 2020 tentang penetapan bencana non alam penyebaran Corona Virus disease 2019 (Covid-19), juga Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 tentang pembatalan sosial berskala besar dalam rangka percepatan penanganan corona virus disease 2019 (covid-19),– telah membawa dampak luar biasa pada ribuan buruh Indonesia.
“Tiba-tiba kaum buruh harus dihadapkan pada kondisi dipaksa menerima tindakan sewenang- wenang yang dilakukan oleh para pengusaha dengan alasan Covid-19,” tegasnya.
Di tengah ancaman virus Covid-19, buruh dipaksa tetap bekerja dengan mengabaikan social distancing. Ribuan buruh tetap bekerja dengan mempertaruhkan nyawanya.
“Namun menjadi ironi ketika perusahaan dengan alasan kondisi saat ini, kemudian dengan arogan memaksa ribuan buruh untuk menerima PHK tanpa pesangon, pesangon dikurangi, ataupun pesangon dicicil dengan waktu yang sangat lama,” jelasnya.
SPN menilai bahwa hal ini semua terjadi karena lemahnya penegakan hukum ketenagakerjaan, di tengah royalnya pemerintah memberikan stimulus pada pengusaha tapi tidak dibarengi dengan pengawasan dan kontrol ketat terhadap norma- norma kerja yang sengaja dilanggar oleh pengusaha, pekerja/buruh diliburkan dengan dibayar dengan upah ala kadarnya, bahkan tanpa dibayar upahnya.
“Pekerja diliburkan berbulan-bulan, tiba- tiba menerima surat PHK tanpa pesangon, tetapi perusahaan kemudian melakukan produksi dan membuka lowongan untuk pekerja baru. Modus- modus PHK ilegal harusnya tidak terjadi jika pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan dan Binwasneker serta wasnaker di Kabupaten Kota yang ada bekerja dengan baik dan hadir untuk melindungi dan memastikan kondisi buruh/pekerja dalam keadaan baik,” jelasnya. (Lita Anggraeni)