Home RumahPengasuhan Anak Sekolah Online dan Dilema PRT: Ibarat Buah Simalakama

Sekolah Online dan Dilema PRT: Ibarat Buah Simalakama

by admin

Masyarakat masih harus menyesuaikan diri menhadapi pasca wabah Corona. Pekerja Rumah Tangga berada dalam posisi paling sulit karena tidak terlindungi secara hukum dalam bekerja. Kebijakan sekolah online memberikan kesempatan PRT mendapatkan pendidikan. Disisi lain menjadi persoalan karena biaya meningkat berhadapaan dengan PHK oleh majikan. Sayem, seorang anggota SPRT Sapulidi menuliskannya pada pembaca Tungkumenyala.com (Redaksi)

Oleh: Sayem

JAM menunjukkan pukul 10.45 pagi, aku sudah harus siap-siap mengikuti sekolah online. Saat ini ajaran baru. Sekolah online dari hari Senin sampai Jumat sudah ku ikuti  sejak 20 Juli 2020 lalu.

Usiaku menginjak 50 tahun. Kata orang, “Usia segitu untuk apa sekolah lagi?”

Tapi sekolah adalah cita-citaku dari kecil. Karena terlahir dari keluarga yang kurang mampu,– jadi jangankan untuk sekolah, untuk biaya makan saja sangat sulit.

Jadi saat bergabung dengan SPRT Sapulidi aku bisa melanjutkan cita-cita untuk sekolah lagi. Dulu aku sekolah hanya sampai kelas 5 Sekolah Dasar.

Sekarang sudah 5 tahun berjuang bersama SPRT Sapulidi, aku ikut sekolah sejak kejar paket A, dan sekarang sudah sampai kelas 3/IX paket B.  Selain itu aku mengikuti training pendampingan kasus, pengorganisasian, dan training menulis.

Karena pandemi yang belum tahu kapan akan berakhir, maka sekolah dilakukan secara online setiap hari. Karena tinggal di sekolah JALA PRT, Wi-Fi dan biasa sekolah dijamin oleh organisasi. Aku tidak sendirian, kawan-kawan PRT lainnya juga sudah ikut sekolah kejar paket A,B dan C.

Kami berharap JALA PRT terus berjuang untuk PRT di seluruh Indonesia menggolkan Undang-Undang Perlindungan PRT. Walaupun sekolah setiap hari, kami selalu siap membantu kawan-kawan untuk menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan atau mendampingi kawan-kawan yang sedang berkasus dengan majikan atau mantan majikan.

Anak Sekolah Online

Lain cerita sekolah online yang diikuti oleh anak kawan-kawan PRT. Dari cerita kawan-kawan, mereka setres mendampingi anak-anak mereka yang mengikuti sekolah online. Soal pelajaran yang berbeda dengan yang dulu orang tuanya pelajari sampai masalah dengan Hape yang di pakai anaknya, sampai paket data yang melonjak melebihi jatah bulanan. Selain dana untuk membeli paket data yang melonjak, sebagai seorang ibu dia harus mendampingi setiap tugas sekolah dan setiap mata pelajaran yang belum tentu kawan-kawan paham dengan materi yang di berikan oleh gurunya.

Tentu, sebagai seorang ibu yang berprofesi sebagai PRT, kawan-kawan harus pontang-panting membagi waktu antara pekerjaan dan mendampingi anak belajar dari jarak jauh.

Keadaan semakin berat bagi kawan yang dikurangi hari kerjanya, sehingga upahnya pun dikurangi. Sementara biaya yang di keluarkan untuk membeli paket data malah harus di utamakan. Anak satu saja sudah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Bagaimana yang punya anak lebih dari satu.

Apalagi kalau mengalami PHK. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula.  Kebutuhan anak-anak yang butuh biaya meningkat, sementara orang tuanya pendapatannya berkurang. Para majikan beralasan pandemi sehingga tidak bisa membayar upah PRT nya. Atau tidak bisa menerima pekerja paruh waktu. Sehingga ibarat makan buah simalakama,– kalau bekerja menginap bagaimana dengan anak-anaknya yang masih usia SD? Kalau memilih mengurus anak,– ya resikonya di PHK.

 

 

Related Articles

Leave a Comment