Home Politik & Hukum PP Muhammadiyah: RUU Perlindungan PRT Harus Diperjuangkan Bersama

PP Muhammadiyah: RUU Perlindungan PRT Harus Diperjuangkan Bersama

by admin

Untuk memperluas dukungan masyarakat terhadap Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga/ RUU PPRT, pada Hari Rabu (15/9/2021) sore Komnas Perempuan, Institut Sarinah, Jala PRT dan JalaStoria melakukan audiensi dengan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah secara daring.

Tim Tungku Menyala

Delegasi Koalisi Sipil untuk PPRT tersebut diterima PP Muhammadiyah, beberapa pimpinan yang hadir antara lain Prof. Abdul Mut’i (Sekjen), Prof. Trisno Raharjo dan Prof Nurul Barizah (Majelis Hukum dan Ham), Aliyatul Ulya (PP Aisyah), Prof Busyro Muqodas.

Dari Komnas Perempuan yang hadir yaitu komisionernya, Alimatul Qibtiyah dan Theresia Iswarini. Presentasi terkait isi RUU PPRT disampaikan oleh Komisioner Theresia Iswarini yang menyatakan, selama pandemi banyak PRT yang di PHK dan tak bisa mengakses bantuan sosial

“Situasi pandemi menambah urgensi pengesahan RUU PPRT ini. Banyak PRT mengalami PHK sepihak tetapi tidak terproteksi termasuk tidak punya akses terhadap paket-paket bansos dari Pemerintah karena mereka tidak tercatat oleh negara apalagi KTP nya banyak dari daerah-daerah,” jelas Iswarini.

Mewakili Jala PRT, Aida Milasari memberikan penekanan bahwa RUU PPRT juga melindungi kepentingan pemberi kerja, maka RUU ini penting untuk ada.

“Para PRT terikat kontrak yang mengatur kewajiban-kewajiban dan hak-hak majikan yang harus dipatuhi PRT termasuk adanya standard ketrampilan yang harus dimiliki PRT,” jelas Milasari.

Eva Sundari dari Institut Sarinah memberikan perkembangan bahwa status RUU PPRT saat ini sudah sampai Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI, namun masih menunggu diagendakan dalam rapat paripurna DPR RI.

“Pimpinan DPR tidak punya hak diskresi untuk tidak menjadwalkan usulan RUU menjadi inisiatif Baleg. Biarkan paripurna memutuskan, bukan ketua yang tugas utamanya adalah juru bicara DPR. Apalagi 8/9 fraksi sudah setuju,” jelas Eva Sundari yang pernah menjadi anggota di Bamus dan Baleg DPR RI.

Respon kritis disampaikan Prof Nurul Barizah dan Prof Trisno Raharjo terkait sulitnya RUU PPRT ini tembus di DPR walau sudah 17 tahun. Salah satunya disebabkan karena RUU ini bukan merupakan RUU padat modal

“Ini bukan RUU padat modal sih jadi antusiasme para politisi rendah tetapi saya apresiasi semangat para ibu pengusung RUU kelompok sipil yang terus bekerja tanpa putus asa,” kata Prof Trisno bermetafora.

“Asas musyawarah mufakat antara pemberi dan penerima kerja yang pola relasinya timpang sangat rawan diharapkab efektif. Apakah kontrak kerja akan dipatuhi jika tidak ada penalti atas pelanggaran-pelanggarannya?,” tanya Prof Nurul Barizah mengingatkan.

Lita Anggraini dari Jala PRT kemudian memaparkan tentang beberapa UU tentang PRT yang sudah diterapkan di Philipina, Hongkong, dan Singapura yang berdampak positif disana

“Di Philipina, UU ini berdampak positif bagi kuatnya bargain antara Pemerintah Philipina untuk melindungi para pekerjanya di luar negeri. Kita juga berharap demikian kelak setelah RUU ini disahkan, “ jelas Lita.

Prof Abdul Mut’i menyarankan agar pengubahan judul RUU yang lebih berimbang, yaitu yang juga mencerminkan perlindungan bagi pemberi kerja apalagi isi RUU ini memang demikian. Ini merupakan strategi yang diharapkan akan mengundang dukungan anggota DPR yang isinya kelompok kelas menengah.

Prof Mut’i sepakat dengan urgensi RUU PPRT untuk disahkan.

“Ini RUU penting, harus diperjuangkan bersama-sama,” katanya menutup diskusi terkait RUU PPRT tersebut.

Related Articles

Leave a Comment