Home Politik & Hukum Pemerintah dan Baleg Sudah Susun DIM, Pengesahan RUU PPRT Tinggal Selangkah Lagi

Pemerintah dan Baleg Sudah Susun DIM, Pengesahan RUU PPRT Tinggal Selangkah Lagi

by admin

 tungkumenyala.com – Jalan panjang untuk pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga atau RUU PPRT tinggal beberapa langkah setelah disahkan menjadi RUU inisiatif DPR RI dalam rapat paripurna pada 21 Maret 2023.

Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan tengah menyiapkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) dan surat perintah presiden (surpres) untuk pembahasan RUU PPRT.

Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Anwar Sanusi mengatakan Kemenaker sebagai wakil pemerintah dalam pembahasan RUU PPRT sedang menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM).

Dia mengaku pemerintah mendapatkan banyak masukan terkait DIM dan akan melakukan klasterisasi atau pengelompokan DIM. Langkah selanjutnya yang dilakukan Kemenaker di antaranya menyerap aspirasi pemangku kepentingan hingga pembahasan RUU PPRT di DPR.

“Ada beberapa aspek di sini, ada lima hal yang jadi concern mulai dari bias kelas, isu diskriminasi, tidak ada pengakuan sebagai pekerja. Ini yang harus kita respons,” ujarnya pada Temu Media bertajuk “Bersiap Menyambut Undang-Undang Perlindungan PRT” yang diselenggarakan Jala PRT bersama Konde dengan didukung Voice, di Jakarta, Selasa (4/4/2023).

Anwar Sanusi mengakui Surpres untuk pembahasan RUU PPRT masih dalam proses. Dia belum dapat memastikan kapan Surpres diterbitkan. “Pemerintah berharap pembahasan akan segera dilakukan. Segera kita selesaikan dan kita dorong ke DPR, bisa segera kita bahas,” ujarnya.

Sementara itu, Koordinator Jala PRT Lita Anggraini mengatakan info terakhir yang diterimanya surpres sudah ada di meja Presiden Joko Widodo. Tahapan selanjutnya untuk menuju pengesahan RUU PPRT jika Presiden Joko Widodo mengirimkan surpres kepada DPR adalah pemerintah bersama DPR membahas Daftar Inventaris Masalah (DIM). Pemerintah nantinya menyiapkan DIM untuk dibahas secara formal dengan Baleg DPR.

Setelah Baleg menyetujui semua pembahasan DIM, maka akan diambil keputusan tingkat pertama atau pandangan mini fraksi. Pembahasan RUU PPRT selanjutnya berpindah ke Badan Musyawarah (Bamus) DPR untuk mengagendakan Paripurna DPR.

Dalam rapat paripurna DPR itu akan diambil keputusan tingkat dua yaitu pandangan akhir masing-masing Fraksi. Pengesahan RUU PPRT kemudian dapat dilakukan setelah semua fraksi menyepakati.

“Harapannya pembahasan RUU PPRT tidak lama,” ujar Lita.

Sejumlah materi dalam RUU PPRT yang substansial di antaranya terkait norma perlindungan PRT, termasuk lingkup pekerjaan dan hak pekerja.

“Sehari PRT berhak atas jam kerja 8 jam, karena banyak PRT yang bekerja lebih dari 16 jam, bahkan ada babysitter hanya tidur 3 jam,” ujarnya.

Sejumlah hak PRT lain yang diatur yaitu hak atas libur mingguan, cuti, upah, dan tunjangan hari raya (THR).

“Upah berdasarkan kesepakatan karena ada masyarakat yang upah di bawah minimum. Banyak kelas menengah ke bawah yang butuh PRT untuk mengasuh anak, tetapi kita berharap pemberi kerja melihat kebutuhan PRT untuk pengupahan,” ujar Lita.

Selain itu, diatur mengenai jaminan sosial seperti jaminan ketenagakerjaan, upah, dan hak untuk berkomunikasi dan berorganisasi.

“Banyak PRT kasusnya dimulai dari pembatasan komunikasi termasuk dengan keluarganya. Kami menemukan PRT hilang kontak tak diketahui keluarganya, makanya penting PRT untuk berorganisasi dan berkomunikasi,” ujarnya.

Upah berdasarkan kesepakatan karena ada masyarakat yang upah di bawah minimum. Banyak kelas menengah ke bawah yang butuh PRT untuk mengasuh anak, tetapi kita berharap pemberi kerja melihat kebutuhan PRT untuk pengupahan,” ujar Lita.

RUU PPRT juga mengatur hak pemberi kerja seperti berhak atas hasil kerja PRT, pemberitahuan jika PRT tidak masuk kerja, dan lainnya. Untuk berakhirnya perjanjian kerja, diatur sesuai kesepakatan antara PRT dan pemberi kerja. Sementara, sanksi pidana untuk pemberi kerja dihapus dan menyesuaikan dengan aturan yang sudah ada.

“Kita sebagai masyarakat sipil harus mengawal pembahasan, meminta pembahasan RUU PPRT dilakukan secara terbuka baik online maupun offline,” ujar Lita.

Pembahasan RUU PPRT untuk disahkan menjadi UU PRT dinilai Koordinator Koalisi Nasional untuk Advokasi PRT, Eva Kusuma Sundari tergantung pada komitmen politik pemerintah dan DPR. Dia membandingkan pembahasan RUU bisa cepat dilakukan oleh DPR seperti RUU Cipta Kerja.

“Misalnya kita gaspol, 13 April (sebelum DPR reses) jadi undang-undang PPRT apakah mungkin? Itu sangat bisa kalau kita semua lakukan percepatan,” ujar Eva.

Meski demikian, Eva mencatat perlu adanya percepatan dalam penerbitan surpres RUU PPRT. Jika surpres bisa diterbitkan sebelum 1 April, seharus RUU PPRT sudah ada pembahasan pada pekan ini.

“Masih bisa ada pengesahan RUU PPRT kalau dilakukan terobosan-terobosan yang tidak menghambur-hamburkan waktu,” ujarnya.

Related Articles

Leave a Comment