Keberadaan SPRT Sapulidi tak bisa dilepaskan dari adanya penanganan kasus yang menimpa PRT yang bernama Fitria pada April 2013. Menurut Wina, Fitria yang sudah bekerja di sebuah rumah tangga selama dua pekan tapi upahnya tidak dibayarkan oleh majikannya. Kemudian ia menulis masalah yang dihadapi tersebut di salah satu blog ekspatriat di Indonesia.
Ternyata pengelola blog memberi tanggapan agar Fitria menghubungi Lita Anggraini dari JALA PRT (Jaringan Nasional untuk Advokasi PRT) untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kasusnya berlanjut, setelah ketemu dengan Lita Anggraini, Fitria kemudian dihubungkan dengan LBH Jakarta (yang juga anggota JALA PRT) dan sepakati untuk melakukan somasi ke mantan majikan Fitria. Majikan tersebut akhirnya mau membayarkan upah Fitria.
Selama proses penyelesaian masalah Fitria tersebut, Lita Anggraini meminta Fitria untuk mengumpulkan teman-temannya yang berprofesi sebagai PRT, khususnya yang mempunyai kasus dengan pengguna jasa, untuk bertemu dan membicarakan kasus-kasus yang dihadapi tersebut. Fitria kemudian mengajak Wina, teman yang bekerja di satu apartemen sejak 2012. Wina awalnya enggan dan penuh kecurigaan dengan ajakan tersebut tapi Fitria terus meyakinkan dia.
“Saya terus terang waktu itu masih curiga dengan mbak Lita. Jangan-jangan dia mau menipu kita. Saya curiga kok ada orang yang entah dari mana mau membantu PRT, tapi ya saya coba ikut. Kemudian saya coba ngajak Santi, karena dia temennya banyak,” jelas Wina
Sebagaimana Wina, awalnya Santi juga belum begitu percaya dengan Lita Angraini dan menganggap Lita Anggraini sebagai pengacara yang membantu kasus PRT. Bahkan Santi perlu mengecek apakah benar lembaga JALA PRT itu ada dengan mendatangi kantornya, dengan lewat di depannya saja.
Pertemuan akhirnya terlaksana beberapa kali yang dilakukan antara bulan April sampai Juni 2013. Pertemuan pertama di tempat tinggal Fitria, dan selanjutnya di rumah Santi karena banyak PRT yang ikut pertemuan tinggalnya di dekat rumah Santi. Dalam pertemuan-pertemuan tersebut dibicarakan tentang masalah-masalah yang dihadapi PRT. Lita Anggraini, yang merupakan aktivis pembela hak-hak PRT sejak akhir 1990-an, menjelaskan bahwa kasus-kasus yang menimpa PRT selama ini dikarenakan PRT belum dilindungi hak-hak mereka. Setiap pertemuan Lita menekankan perlunya PRT mengetahui hak-hak mereka, agar punya keberanian untuk melakukan negosiasi dengan majikan mereka.
Di sebuah pertemuan yang dihadiri sekitar 7 PRT pada 16 Juni 2013, disepakati untuk membentuk sebuah organisasi. Pembicaraan tentang organisi PRT tersebut akan lebih dimatangkan dalam sebuah pertemuan yang lebih besar yang akan dilaksanakan beberapa minggu berikutnya. Kemudian pada tanggal 30 Juni 2013 terjadilah pertemuan 35 PRT, bersama Lita Anggraini dari JALA PRT di sekitar pintu masuk kebun binatang Ragunan, yang dalam pertemuan tersebut disepakati untuk membentuk organisasi yang bernama Serikat PRT Sapulidi. Soal nama, ada perdebatan dalam pemilihannya. Ada tiga nama yang sempat muncul, yakni Sapulidi, Kemoceng, dan Sapulidi Rempong.
Nama sapulidi dan kemoceng muncul karena nama-nama itu sebagai alat kerja bagi PRT, sehingga menandakan bahwa organisasi tersebut adalah organisasi PRT. Menurut Lita, selain sebagai alat kerja PRT, sapulidi juga dibuat dari bagian pohon kelapa yang semua unsur dari pohon kelapa ada manfaatnya, dari daun, pelepah, buah, batang pohon, termasuk ranting daun. Nama Sapulidi juga menandakan persatuan dari hal-hal yang kecil (lidi) tetapi menjadi barang yang bermanfaat. Nama Sapulidi Rempong tidak dipilih karena terkesan pakai bahasa Betawi, padahal anggota organisasi tidak hanya dari Betawi. Sedangkan nama Kemoceng tidak dipilih karena tidak memberikan makna yang kuat bagi organisasi.
Selain menghasilkan nama organisasi, pertemuan di Ragunan tersebut juga menghasilkan kepengurusan sementara, waktu itu terpilih sebagai ketua adalah Santi, Wina sebagai sekretaris, dan Lastri sebagai bendahara. Santi kepilih menjadi ketua karena memang yang datang di pertemuan tersebut kebanyakan PRT teman-temannya Santi. Sehingga waktu pemilihan yang dilakukan secara tertutup, yakni melalui menulis nama yang dipilih di secarik kertas, maka nama Santi yang banyak muncul.
Proses yang cepat dalam pendirian organisasi Sapulidi ini memang disengaja. Menurut Lita, organisasi Sapulidi dibuat agar cepat ada wadah bagi PRT dan mereka bisa berkumpul dan menyatukan diri di Jakarta. Hal ini juga menjadi tujuan dari dipindahnya sekretariat JALA PRT dari Yogyakarta ke Jakarta, karena 30-35% PRT itu ada di Jakarta dan Jakarta seharusnya sebagai target pengorganisasian. Awalnya Lita sudah mulai melakukan pengorganisasian di Kalibata City, tetapi yang diorganisasikan malah pindah kerja. Sehingga ketika ada kasus yang menimpa Fitria, hal tersebut dijadikan pintu masuk dalam pengorganisasian PRT di Jakarta.
Tujuan, Struktur Organisasi, dan Program SPRT Sapulidi
Ketika didirikan, SPRT Sapulidi sudah mempunyai tujuan, walaupun sederhana, misalnya sebagai wadah untuk membicarakan masalah yang dihadapi PRT. Di kemudian hari, dengan melalui berbagai pertemuan, tujuan organisasi lebih diperjelas dan didetailkan. Di dalam brosurnya, SPRT Sapulidi didirikan karena dilatarbelakangi kondisi PRT di Indonesia yang dalam situasi kerja tidak layak, tanpa pengakuan dan perlindungan. Untuk memperjuangkan adanya perlindungan, maka dibutuhkan wadah untuk berkumpul dan berorganisasi sehingga bisa saling berbagi, bergerak bersama untuk memperjuangkan hak-hak PRT, hak-hak perempuan, dan hak-hak sebagai warga negara. Selain itu, SPRT Sapulidi didirikan dengan tujuan agar PRT terorganisasi sehingga mampu memperjuangkan perlindungan dan pemenuhan hak-hak PRT, serta situasi kerja layak bagi PRT (brosur profile SPRT Sapulidi, tanpa tahun).
Struktur organisasi SPRT Sapulidi mengalami beberapa kali perubahan. Pada awal didirikan, struktur organisasi masih sederhana, hanya ada 3 pengurus, yakni ketua, sekretaris, dan bendahara. Pada awal berdiri jangkauan wilayah anggota hanya sebatas di daerah Terogong, Jakarta Selatan. Kemudian pada bulan Oktober 2015, ada perubahan dalam pengurusan dan struktur wilayah koordinasi. Hal ini karena anggota sudah mulai berkembang hingga 107 anggota, maka ada gagasan untuk membagi anggota ke dalam komunitas-komunitas agar memudahkan dalam koordinasi dan pengembangan anggota selanjutnya. Maka pada pertemuan di bulan Oktober 2015 dicapai kesepakatan bahwa struktur wilayah dibagi ke dalam 3 komunitas pekerja rumah tangga (Komperata), yakni: (1) Komperata Terogong, Pakubuwono, Sudirman; (2) Komperata Cilandak-Ampera; (3) Komperata Cipete-Kemang. Masing-masing komunitas dibentuk kepengurussan juga. Dalam pertemuan tersebut juga disepakati kepemimpinan Santi dan Wina berakhir, dan digantikan dengan sebuah dewan pengurus yang terdiri dari beberapa orang.
Pada tahun 2018, setelah anggota SPRT Sapulidi mencapai ribuan, pembagian 3 Komperata diubah kembal, yakni 3 komperata tersebut dipecah atau diperluas menjadi 11 sub-komperata (SK), dan di bawah sub-komperata ada kelompok atau tim 10. Hal ini dilakukan untuk mempermudah koordinasi dan memperluas jangkauan wilayah, serta mempermudah dalam sekolah wawasan karena punya tempat sendiri untuk sekolah, tidak harus ke sekolah serikat di jalan Bahari Raya, Cilandak, Jakarta Selatan.
Walaupun 11 sub-komperata tetap di bawah 3 komperata besar, koordinasi dan kegiatan akhirnya difokuskan di setiap kelompok 10 dan sub-komperata, sedangkan Komperata menjadi kehilangan fungsinya. Ke 11 sub-komperata tersebut meliputi: (1) SK Terogong, (2) SK Pondok Ranji, (3) SK Pakubuwono-Gandaria, (4) SK Cilandak-Ampera, (5) SK Cinere-Ciputat-Lebak Bulus, (6) SK Bintaro, (7) SK Jagakarsa-Ciganjur, (8) SK Cipete, SK Kemang, (9) SK Citayam, (10) SK Depok, (11) SK Kuningan-Casablanca. Setiap SK mempunyai kepengurusan tersendiri dan berkoordinasi secara rutin setiap sebulan sekali, baik di SK maupun antar SK. (profile SPRT Sapulidi, tanpa tahun). Kepengurusan dalam SK dan serikat juga bersifat kolektif, dengan tidak ada koordinator tapi ada pengurus per bidang. Bidang-bidang tersebut meliputi: pengorganisasian, pendidikan, advokasi legislasi, penanganan kasus, ekonomi dan kesejahteraan, kampanye.
Untuk mempermudah dalam melakukan koordinasi, perekrutan anggota dan penyebaran informasi, kemudian dibentuklah kelompok-kelompok per 10 orang di tiap-tiap Komperata dan hal ini dipertahankan ketika komperata dipecah menjadi 11 sub-komperata. Selain untuk memudahkan koordinasi, kelompok 10 juga dibuat agar muncul pemimpin-pemimpin baru karena tiap kelompok 10 ada koordinatornya yang harus bertanggungjawab terhadap gerak kelompoknya.
Perubahan struktur wilayah menjadi 11 SK ternyata mengundang masalah terkait kepengurusan. Perubahan dari kepengurusan 3 Komperata menjadi 11 sub-komperata otomatis membutuhkan setidaknya 8 kepengurusan baru. Padahal tidak semua SK siap dengan menyusun kepengurusan, sehingga ada satu orang yang merangkap beberapa jabatan. Hal ini seperti yang dialami Anis Nanik yang merangkap dari tim pengorganisasian, tim media, bendahara, hingga tim ekonomi di SK Kuningan-Casablanca.
Mengenai program atau kegiatan yang dilakukan, ada perkembangan juga dari waktu ke waktu. Pada tahun-tahun awal berdiri, kegiatan yang dilakukan meliputi pertemuan rutin atau sekolah wawasan, kemudian kursus bahasa Inggris, dan perekrutan anggota. Kemudian mulai 2015 dengan bekerjasama dengan JALA PRT dan ILO Jakarta, SPRT Sapulidi terlibat dalam berbagai pelatihan yang dilakukan seperti: pelatihan pengorganisian, pelatihan paralegal, pelatihan koperasi, pelatihan K-3 (keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja), pelatihan koperasi, pelatihan menulis, pelatihan pengelolaan koperasi, pelatihan tata boga, pelatihan teater, pelatihan kampanye lewat media sosial, dan lain-lain. Selain pelatihan, kegiatan rutin yang dilakukan meliputi sekolah wawasan, kursus bahasa Inggris, kursus komputer, Kelompok Belajar (Kejar) Paket, perekrutan anggota, penangangan kasus, kampanye dan advokasi, dan usaha ekonomi. Kegiatan-kegiatan tersebut dikoordinasikan secara rutin dalam setiap pertemuan-pertemuan, dari tingkat kelompok 10, sub-komperata, maupun tingkat serikat. Pembiayaan dari kegiatan-kegiatan ada yang berasal dari dukungan atau kerjasama dengan JALA PRT, ILO, atau lembaga lain, dan sebagian dengan biaya saweran sendiri. Selain pelatihan, kegiatan rutin yang dilakukan meliputi sekolah wawasan, kursus bahasa Inggris, kursus komputer, Kelompok Belajar (Kejar) Paket, perekrutan anggota, penangangan kasus, kampanye dan advokasi, dan usaha ekonomi.
Kegiatan-kegiatan tersebut dikoordinasikan secara rutin dalam setiap pertemuan-pertemuan, dari tingkat kelompok 10, sub-komperata, maupun tingkat serikat. Pembiayaan dari kegiatan-kegiatan ada yang berasal dari support atau kerjasama dengan JALA PRT, ILO,atau lembaga lain, dan sebagian dengan biaya saweran sendiri.
Di dalam SPRT Sapulidi ada iuran anggota yang rutin setiap bulan maupun iuran secara insidental. Iuran rutin anggota per bulan sebesar Rp.10.000,- (sepuluh ribu rupiah), sedangkan iuran insidental per kegiatan tidak ada ketentuannya atau secara sukarela. Sampai Desember 2018, jumlah iuran (uang kas) SPRT Sapulidi telah mencapai Rp. 176.906.000,- (seratus tujuh puluh enam juta sembilan ratus enam ribu rupiah), dengan jumlah anggota sebanyak 3.511 orang.