JAKARTA- Kejaksaan Agung terus mengusut kasus dugaan korupsi dana investasi di Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan senilai Rp 32 triliun, yang diduga bersumber dari dana parkir jaminan hari tua (JHT) milik jutaan buruh/pekerja di seluruh Indonesia.
Proses pengusutan itu saat ini telah memasuki tahap penyidikan di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), dengan surat perintah penyidikan (sprindik), Print-02/F.2/Fd.2/01/2021.
“Benar saat ini statusnya sudah masuk tahap penyidikan, kita juga telah melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait sebagai saksi, serta penyidik juga telah menyita beberapa data dan dokumen dalam penggeledahan di kantor BPJS Ketenagakerjaan,” kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum-Kejakgung) Leonard Ebenezer kepada pers, Kamis (21/1/2021).
Kepada Tungkumenyala.com dilaporkan, sebelumnya mengawali tahun 2021, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto, sempat mengumbar keberhasilannya atas pengelolaan hasil dana investasi BPJS Ketenagakerjaan di sepanjang tahun 2020 sebesar Rp 32,30 triliun.
Investasi yang dikelolah dengan modal diduga bersumber dari dana terparkir milik jutaan buru/pekerja melalui program JHT (Jaminan Hari Tua) BPJS Ketenagakerjaan dan JAMSOSTEK itu. Dilaksanakan berdasarkan payung hukum PP No.99/2013 dan PP No.55/2015, yang mengatur jenis instrumen-instrumen investasi yang diperbolehkan berikut dengan batasan-batasannya.
Agus Susanto, mengatakan dana investasi itu dikelola sebesar 64 persen pada surat utang, 17 persen saham, 10 persen deposito, 8 persen reksa dana, dan investasi langsung sebesar 1 persen.
Menanggapi hal itu, pihak buruh mulai merasa geram bilamana terbukti dana milik mereka yang disimpan di BPJS Ketenagakerjaan sebagai bentuk tabungan JHT benar telah disalahgunakan. Demikian disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.
Menurut Said, dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan ini termasuk pelanggaran berat dan patut diduga sebagai megakorupsi sepanjang badan hukum yang dulu bernama Jamsostek itu berdiri.
“Jika dugaan korupsi ini terbukti dari hasil penyelidikan Kejaksaan Agung, berarti uang buruh Indonesia telah dirampok oleh pejabat berdasi, para pimpinan yang ada di BPJS Ketenagakerjaan,” tegas Said Iqbal saat dihubungi pers.
Sementara anggota Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Ketenagakerjaan, Poempida Hidayatullah mengaku, sebelum kasus itu mencuat, Kejagung sempat memanggil pihak Dewas BPJS Ketenagakerjaan, untuk menanyakan soal substansi kerja timnya.
“Kita sudah pernah ada pemanggilan dari Kejagung. Tapi cuma ditanya soal tata kelola, manajemen investasi seperti apa, lalu peran Dewas bagaimana, tugas pengawasan seperti apa, dan apa saja yang kita awasi,” ungkapnya. (Sayem)