Menurut data ILO berdasarkan survey angkatan kerja nasional (Sakernas) 2015, jumlah PRT di Indonesia sudah mencapai 4,2 juta orang. Mereka selain sebagai pekerja juga sebagai warga megara Indonesia yang mempunyai pendapatan sekitar 20%-30% dari upah minimum regional (UMR). Sehingga bisa dikatakan PRT masih jauh dari menerima upah yang layak.
Selain tidak mendapatkan upah yang layak, PRT juga belum mendapatkan hak jaminan sosial, yakni jaminan kesehatan maupun jaminan ketenagakerjaan. Jadi, seharusnya PRT juga mendapatkan jaminan kesehatan maupun ketenagakerjaan, karena setiap orang, termasuk pekerja bisa sakit, bisa mengalami kecelakaan kerja yang butuh dana untuk pengobatan. Selain itu setiap pekerja, bisa di-PHK atau selesai kontrak dan tentu menjadi lansia sehingga tidak bisa bekerja lagi. Tentu PRT sebagai pekerja membutuhkan bekal jika hal-hal tersebut terjadi pada mereka.
Dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, pekerja rumah tangga (PRT) berhak mendapatkan perlindungan jaminan sosial. Sayangnya peraturan ini tidak mempunyai kekuatan mengikat pihak-pihak terkait, khususnya pengguna jasa PRT, karena tiadanya peraturan payung, seperti undang-undang perlindungan PRT. Lantas apa itu yang disebut jaminan sosial? Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Jenis-jenis Jaminan Sosial bagi Tenaga Kerja
Ada beberapa jenis jaminan sosial bagi tenaga kerja yang selama ini kita kenal, khususnya yang disebutkan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Secara garis besar dibagi menjadi dua, yakni jaminan kesehatan dan jaminan ketenagakerjaan. Jaminan ketenagakerjaan ada 4 jenis, yakni jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun. Jaminan sosial di atas bisa diuraikan sebagai berikut.
Pertama, jaminan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan itu sangatlah penting dan membutuhkan biaya, terkadang dalam bekerja sering mengabaikan biaya pemeliharaan kesehatan di karenakan terkendala biaya atau lebih mementingkan kebutuhan lain, terutama pekerja yang bergaji kecil seperti PRT. Padahal itu sangatlah penting untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga bisa bekerja dengan baik, tidak hanya untuk pemeliharaan tapi juga untuk proses penyembuhan jika sedang sakit. Biaya yang dibutuhkan tentunya tidak sedikit dan terasa berat jika di bebankan pada perorangan PRT yang gajinya belum layak.
Kedua, jaminan kecelakaan kerja. Jaminan ini adalah salah satu upaya untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan pekerja karena mengalamai kecelakaan kerja. Yang disebut kecelakaan kerja adalah resiko yang ditimbulkan dalam lingkup bekerja, baik berupa penyakit, cacat secara fisik maupun psikis, yang juga bisa menimbulkan kematian.
Ketiga, jaminan kematian, yakni jaminan yang diberikan kepada tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan, untuk meringankan beban keluarga, baik biaya pemakaman maupun dalam bentuk uang. Jaminan ini dilakukan karena seringkali tenaga kerja yang meninggal mengakibatkan kehilangan penghasilan dan sangat berpengaruh bagi kehidupan sosial dan ekonomi keluarga yang di tinggalkan.
Keempat, jaminan hari tua. Jaminan ini diperlukan karena masa tua menyebabkan hilangnya penghasilan karena tidak lagi mampu bekerja. Akibat kehilangan pekerjaan biasanya menimbulkan kerisauan atau kekhawatiran bagi tenaga kerja sewaktu masih bekerja, terutama bagi pekerja yang penghasilanya rendah. Sehingga jaminan hari tua ini bisa memberikan kepastian penerimaan yang di bayarkan sekaligus dan atau berkala pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau memenuhi persyaratan tersebut.
Kelima jaminan pensiun, yakni jaminan sosial yang bertujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi peserta atau ahli warisnya setelah pekerja memasuki masa pensiun.
Jaminan sosial untuk tenaga kerja di atas adalah jaminan yang diperuntukkan untuk tenaga kerja formal. Lantas bagaimana dengan PRT? Perlu dilakukan terobosan. Untuk jaminan kesehatan seharusnya PRT masuk dalam skema penerima bantuan iuran (PBI), sehingga akan meringankan beban PRT dalam pembayaran. Sedangkan untuk jaminan ketenagakerjaan terobosan perlu diambil terutama dalam skema pembayarannya, yakni perlunya kerjasama antara majikan (pengguna jasa) dengan PRT sendiri. JALA PRT sekarang sedang berupaya membuat terobosan tersebut dengan bekerjasama dengan BPJS, organisasi PRT, asosiasi majikan untuk bisa mewujudkan jaminan ketenagakerjaan bagi PRT, khususnya di Jakarta. Jika terwujud, maka akan menjadi contoh yang baik yang bisa ditiru oleh PRT dan pengguna jasa di kota-kota lain untuk ikut dalam kepesertaan jaminan ketenagakerjaan, dengan tanggung jawab pembayaran premi dilakukan secara bersama-sama.
Agar terwujud jaminan sosial bagi PRT, baik jaminan kesehatan dengan skema penerima bantuan iuran (PBI) maupun jaminan ketenagakerjaan, maka dibutuhkan organisasi PRT yang kuat, solid, dan mampu menggerakkan anggotanya. Kemudian pengurus dan anggota juga memahami hak-hak PRT dan mampu melakukan negosiasi dengan pihak lain, khususnya dengan pemerintah dan pengguna jasa. Tuntutan perlindungan atau jaminan sosial bagi PRT harus terus digaungkan melalui berbagai cara dan media sampai benar-benar jaminan sosial bagi PRT ini terwujud. Sehingga jika nanti hal ini terwujud maka akan mendorong terjadinya kerja layak bagi PRT yang akan berdampak bagi jutaan PRT dan keluarganya di Indonesia.
Penulis: Murtini (Operata Gunung Kidul, DIY) dan tim Tungku Menyala