Pada hari Sabtu, 29 September 2019 lalu, saya bersama kawan-kawan PRT (Pekerja Rumah Tangga) Se- Jakarta, Depok, dan Tangerang Selatan menghadiri acara pertemuan dan dialog sosial bersama SPRT (Serikat Pekerja Rumah Tangga), Jaringan Nasional untuk Advokasi PRT (JALA PRT), perwakilan majikan, dan beberapa perwakilan dari BPJS Ketenagakerjaan, tentang kepersertaan Jaminan sosial Ketenagakerjaan untuk PRT sebagai bentuk pemenuhan hak PRT sebagai pekerja, di Hotel Arimbi Pejaten Suite. Jl. Pejaten Barat, No. 35, Jakarta Selatan.
Ruangan tempat acara penuh bahkan tidak muat menampung peserta pertemuan karena antusiasnya PRT mengikuti acara tersebut. Pada kesempatan tersebut, koordinator JALA PRT, Lita Anggraini, menyampaikan pentingnya jaminan sosial ketenagakerjaan bagi PRT sebagai pekerja dan warga negara Indonesia. Hal tersebut juga diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 2 Tahun 2015 ayat 11 huruf G bahwa setiap majikan perlu mengikut sertakan PRT nya dalam program Jaminan sosial.
Masih menurut Lita Anggraini, jaminan sosial ketenagakerjaan bagi PRT sementara ini masih meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), dan Jaminan Hari Tua (JHT). Sedangkan jaminan pensiun belum. Dalam pertemuan tersebut dijelaskan bahwa jaminan ketenagakerjaan setidaknya bisa dibagi 3 dalam hal pembayarannya: (1) yang dibayarkan secara penuh oleh majikan dengan iuran sebesar Rp. 36.800-, /bulan; (2) yang dibayarkan oleh majikan bersama PRT (masing-masing pihak membayar iuran sebesar Rp. 18.400,- /bulan; dan (3) yang dibayar penuh oleh PRT sendiri sebesar Rp. 36.800,- /bulan.
Dari 222 PRT yang mendaftar sebagai peserta jaminan ketenagakerjaan, 193 PRT masih membayar iuran, 16 PRT iurannya dibayar separuh oleh majikan, dan 13 PRT iurannya dibayar penuh oleh majikan. Sedangkan yang umum (bukan PRT) yang mendaftarkan suami dan anaknya ada 24 orang, sehingga total keseluruhan yang telah mendaftar jaminan ketenagakerjaan per 29 September 2019 lalu ada 246 peserta. Menurut Lita Anggraini, pendaftaran jaminan ketenagakerjaan melalui JALA PRT masih terus dibuka, tetapi semua itu sebagai pemancing agar majikan yang membayarkan iurannya, karena jaminan ketenagakerjaan itu adalah hak PRT sebagai pekerja.
Walaupun jaminan ketenagakerjaan tersebut adalah hak PRT, tetapi masih banyak yang belum mendapatkannya, salah satunya karena masih banyak PRT yang belum berani bernegoisasi dengan majikan dan juga majikan tidak bersedia membayar iuran jaminan ketenagakerjaan. Padahal iuran tersebut bagi majikan tidaklah berat, ibaratnya seperti bos beli secangkir kopi di cafe, atau semangkok bakso untuk membayar iuran BPJS ketenagakerjaan. Apalagi jika majikannya dari Eropa atau Amerika, mereka hanya mengeluarkan 1 koin euro atau 1 koin dolar saja, untuk membayar setengah dari iuran jaminan ketenagakerjaanbuat PRT-nya. Oleh karena itu, untuk 193 peserta yg masih membayar iuran sendiri, harus berkerja keras melobby kembali kepada majikannya agar majikannya bersedia membayar iuran jaminan ketenagakerjaan, minimal 50% pembayaran.
Sementara itu, Ibu Nur Amalia selaku perwakilan dari BPJS Ketenagakerjaan Cabang Gambir, juga memberikan tambahan pengantar dan mensosialisasikan tentang program BPJS ketenagakerjaan yang berkaitan dengan PRT. Menurut penjelasannya, BPJS Ketenagakerjaan adalah suatu badan yang ditunjuk oleh Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 sebagai badan penyelengara jaminan sosial ketenagakerjaan yang dulunya bernama PT. Jamsostek yang sudah familiar didengar dibanding sekarang BPJS Ketenagakerjaan. Sejak 1 Januari 2014, PT. Jamsostek berubah nama menjadi BPJS Ketenagakerjaan, dan satu lagi yang namanya PT. Askes juga berubah nama menjadi BPJS Kesehatan. Jadi di sini ada dua BPJS, yaitu BPJS Kesehatan atau KIS dan BPJS Ketenagakerjaan. Sedangkan KIS juga ada 2 jenis yaitu KIS PBI (Penerima Bantuan Iuran) yang di biayai oleh pemerintah melalui BPJS Kesehatan atau dengan sebutan gratis, dan KIS mandiri, yakni jaminan kesehatan yang dibayar sendiri oleh peserta.
Target yang dilindungi oleh jaminan ketenagakerjaan adalah masyarakan pekerja, bisa masyarakat pekerja formal maupun pekerja informal. Untuk pekerja formal adalah pekerja yang bekerja di sebuah usaha yang memiliki badan hukum, dan memiliki kontrak kerja dari pemberi kerja. Sedangkan untuk yang informal adalah yang tidak ada badan hukum dan kontrak kerja seperti, pedagang, petani, dan PRT.
Setelah pengantar dari Ibu Nur Amalia, kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari Ibu Arum Ratnawati, sebagai perwakilan dan majikan sekaligus salah satu inisiator asosiasi majikan yang pada saat ini dalam proses pembentukan. Menurut Ibu Arum Ratnawati, asosiasi majikan ini nantinya bukan mau menentang kawan-kawan PRT untuk mendapatkan kerja layak, namun untuk bersama kawan-kawan PRT melakukan advokasi untuk meningkatkan praktek-praktek yang baik yang dilakukan para majikan dalam memperkerjakan pekerja rumah tangganya.
“Tentu kawan-kawan SPRT dan majikan mengetahui bahwa kerja layak merupakan cita-cita bersama, tetapi kita juga mengetahui bahwa ada banyak sekali tantangan didalam mewujutkan itu, nah kita nanti perlu duduk bersama-sama antara majikan dan kawan-kawan PRT untuk memecahkan atau menemukan strategi-strategi bersama demi terwujudnya kerja layak PRT. Di sini majikan sebetulnya melihat bahwa kerja layak PRT itu tidak hanya memberikan manfaat untuk PRT saja, tapi juga untuk majikan itu sendiri,” papar Ibu Arum Ratnawati.
Seminggu setelah acara pertemuan dan dialog sosial tentang jaminan ketenagakerjaan, selanjutnya pada tanggal 6 Oktober 2019 dilakukan penyerahan kartu jaminan ketenagakerjaan. Pada kesempatan itu tercatat ada 407 PRT yang menjadi peserta jaminan ketenagakerjaan. Penyerahan kartu jaminan ketenagakerjaan kepada PRT tersebut dilaksanakan di daerah Kemang Barat Raya, Jakarta Selatan. Hadir dalam acara tersebut antara lain Asisten Deputi Kepesertaan Bukan penerima Upah BPJS-TK, bapak Badi Purnomo; kemudian juga anggota Dewan Pengawas BPJS-TK, bapak Rekson Silaban; Kepala Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan Jakarta Gambir, bapak Singgih Marsudi; perwakilan dari Dinas Ketenagakerjaan DKI Jakarta, ibu Agustina dan bapak M. Ali, perwakilan dari majikan ekspatriat, JALA PRT, dan tentu saja ratusan PRT penerima kartu dan para pendaftar baru.
Kegiatan yang dilakukan, Serikat PRT, JALA PRT, dan BPJS Ketenagakerjaan ini dimaksudkan juga sebagai pancingan dan dorongan agar majikan memperhatikan hak-hak PRT. Selain itu, dengan adanya jaminan ketenagakerjaan, seharusnya para majikan juga merasa lebih tenang kalau PRT-nya memilikik akses terhadap jaminan sosial ketenagakerjaan, karena bila terjadi apa-apa pada PRT, maka sudah ada pihak-pihak yang menangani hal itu, misalnya jika pekerjanya mengalami kecelakaan di lingkup kerja maka sudah ada pelayanan perawatan dan pengobatan hingga pulih.
Melihat pentingnya jaminan ketenagakerjaan seperti dipaparkan di atas, maka PRT harus bekerja keras dan berjuang melobby kembali majikan agar mendapatkan jaminan ketenagakerjaan yang iurannya dibayarkan oleh majikan. Dengan demikian, salah satu unsur dari kerja layak bagi PRT sudah terpenuhi, dan tahap demi tahap kehidupan yang layak bagi PRT akan terwujud.
Penulis: Wina NK (SPRT Sapulidi)