YOGYAKARTA- Setelah mengikuti webiner peringatan hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Internasional bersama International Domestic Worker Federation (IDWF), Minggu, 14 Juni 2020, Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) bersama Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) kembali mengadakan diskusi peringatan Hari PRT Internasional, Selasa 16 Juni 2020, bertepatan dengan deklarasikan Hari PRT internasional 10 tahun yang lalu.
Diskusi peringatan Hari PRT Internasional melalui zoom meeting ini mengambil tema, Pentingnya Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga untuk Perempuan Indonesia. Dengan menghadirkan 4 narasumber, Giwo Rubianto (Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia), Lena Maryana (Maju Perempuan Indonesia), Willy Aditya (Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI) dan Lita Anggraini (JALA PRT).
Peserta diskusi zoom meeting dibuka tepat pukul 12:50 wib, selanjutnya diskusi dibuka pada pukul 13:00 oleh Panca Saktiyani dari JALA PRT. Theresia Iswarini (Komisioner Komnas Perempuan) menyampaian pengantar diskusi. Moderator dipimpin, Mike Verawati (Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia).
Sebelum penyampaian oleh para narasumber, moderator mempersilahkan pemutaran 5 menit video yang dibuat oleh JALA PRT bersama PRT Indonesia.
Selanjutnya, Giwo Rubianto menyampaikan bahwa negara,– wajib mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sesuai amanah Pancasila sila ke-5 dasar negara Indonesia,– yaitu dengan segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) menjadi Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT).
“Keadilan itu untuk semua sebagai program pembangunan berkelanjutan yang tidak ada satu orangpun yang ditinggalkan. Termasuk keadilan bagi Pekerja Rumah Tangga,” tegasnya.
Ia menjelaskan, Kowani yang anggotanya ada di seluruh Indonesia termasuk para majikan juga pernah melakukan sosialisasi tentang RUU PPRT ini kepada para majikan perempuan.
“Sebagian besar sudah ketakutan akan isinya. Padahal belum tahu seperti apa isi RUU PPRT ini. Ini adalah tantangan. Majikan harus dan akan terus memerlukan sosialisasi untuk penyadaran,” jelasnya.
Terkait RUU PPRT, Willy Adytia selaku wakil ketua Baleg (Badan Legislatif) DPR-RI berjanji akan terus melakukan terobosan-terobosan agar bisa mendapatkan persetujuan dari DPR-RI untuk disahkan. Karena sudah 16 tahun RUU PPRT mangkrak di DPR. Ini adalah kewajiban negara untuk melindungi rakyatnya yang sampai saat ini masih dipinggirkan.
“Memang banyak sekali tantangan. Mengubah pola pikir anggota dewan untuk menjadi negara industrialis,” ujarnya.
Ditambahkan, setelah melakukan dengar pendapat dengan pakar sosiologi UGM, Arie Sujito telah memberikan sebuah alternatif yaitu, hak sebagai warga negara.
“Ini yang menjadi semangat untuk kita terus maju,” ujarnya.
Sedangkan menurut Lena Marlena dari MPI, karena PRT mayoritas perempuan maka pembahasannya di Pansus (Panitia Khusus) DPR-RI.
“Dan mulai saat ini RUU PPRT ini tidak lagi menjadi tanggung jawab JALA PRT saja tetapi menjadi tanggung jawab bersama, yaitu Kowani, MPI, Komnas Perempuan, KPI (Konggres Perempuan Indonesia).
Mendengar pernyataan dari semua narasumber Lita Anggraini selaku koordinator JALA PRT menyampaikan banyak terimah kasih dan menyambut gembira karena ini adalah awal yang sangat luar biasa.
Yang lebih membahagiakan lagi, zoom meeting diikuti oleh Komnas HAM, Ombudsman Nasional, Kementerian Tenaga Kerja, para majikan dan jaringan akademisi dan individu dari Indonesi dan negara lain seperti Malaysia, Taiwan, Tokyo dan tidak ketinggalan dari PRT Indonesia yang sudah tergabung di Serikat PRT dan Operata di Indonesia dari Jabodetabek, Lampung, Makasar, Semarang, Sumatera Utara dan Yogyakarta. Mereka mengikuti secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Karena diskusi bisa diikuti melalui akun Facebook dan Youtube.
Dalam diskusi ini ada penyampaian pertanyaan dan pernyataan dari PRT lokal dan migrant workers yang bekerja di Taiwan. Para pekerja,–Januria, Wanti dan Sringatin menyampaikan apresiasi dan pentingnya undang-undang PRT di Indonesia.
“Apakah undang-undang ini juga akan berpengaruh bagi PRT yang bekerja di negeri orang? Karena tidak ada undang-undang yang mengatur,–pada masa pandemi covid-19 ini, banyak majikan yang melakukan PHK pada pekerjanya dengan semena-mena dan tanpa pesangon,” demikian Januaria.
Sebagai penutup acara diskusi setelah waktu menunjuk pukul 15:50, para narasumber bersepakat UU PPRT adalah untuk melindungi semuanya, baik PRT dalam negeri maupun migrant workers termasuk melindungi majikan. Untuk itu Kowani, MPI, Komnas Perempuan, KPI dan JALA PRT bersama-sama dengan seluruh PRT Indonesia akan mengawal hingga disahkan menjadi undang – undang PRT di Indonesia. (Sargini)