JAKARTA- Film telah menjadi media yang penting untuk mengkampanyekan persoalan yang selama ini dialami Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia (PPHAM). Women Human Right Defenders/ WHRD atau Perempuan Pembela HAM/PPHAM di Indonesia adalah orang-orang yang dalam aktivitasnya bekerja untuk membela kasus-kasus HAM berbasis gender. Termasuk para perempuan yang bekerja di berbagai isu dan sektor untuk mempromosikan, mengadvokasi, mendidik tentang hak-hak asasi manusia.
Para perempuan pembela HAM di Indonesia selama ini melakukan kerja-kerja advokasi kasus-kasus HAM, mereka sering menghadapi berbagai ancaman. Dalam bekerja, para perempuan pembela HAM mengalami ancaman, kekerasan, stigma dan diskriminasi. Semua terjadi dalam berbagai bentuk baik yang dilakukan oleh negara,– dalam hal ini oleh pemerintah, aparat, kelompok patriarki berbasis agama, kelompok nasionalis militeristik serta korporasi kapitalis.
Selain itu PPHAM mengalami persoalan kesehatan dan kesejahteraan yang terabaikan hingga sakit dan meninggal.
Dalam rangka memperingati hari perempuan se-dunia, Yayasan Perlindungan Insani Indonesia (YPII) dan Institut for Women Empowerment (IWE) menyelenggarakan lomba film/video pendek dan pembuatan film tentang Perempuan Pembela HAM di Indonesia.
Lomba dan pembuatan video ini bertujuan untuk mengetengahkan persoalan yang dialami PPHAM di Indonesia dan kemudian mengkampanyekan hak PPHAM kepada public.
Yayasan Perlindungan Insani Indonesia (YPII) dan Institut for Women Empowerment (IWE) merasakan bahwa film telah menjadi media yang sangat penting untuk mengkampanyekan persoalan yang dialami PPHAM.
Pembuatan film yang dilakukan dengan workshop selama Januari-Februari 2021 ini bertujuan untuk memberikan kesempatan pada organisasi masyarakat sipil untuk memproduksi film yang diselenggarakan bersamaan dengan lomba pembuatan video.
Workshop yang diikuti oleh para mahasiswa dan masyarakat yang memotret persoalan yang dialami PPHAM. Direktur YPII, Damairia Pakpahan menyatakan pentingnya persoalan yang dialami PPHAM harus diangkat ke publik, salah satunya melalui film agar masyarakat menjadi tahu dan pemerintah memperjuangkan PPHAM sebagai bagian penting dari kebijakan.
“Para PPHAM mengalami sejumlah ancaman seperti diancam diperkosa, didatangi orang-orang tak dikenal, distigmakan sebagai perempuan perusak rumah tangga orang, dianggap sok tahu agama hingga mau dilempar dengan parang. Lalu ada juga yang dianggap perempuan murahan dan dianggap tak bisa mengurus anak karena sering keluar malam mendampingi para korban,” demikian Damairia Pakpahan.
Ia menjelaskan, di Indonesia, perjuangan para perempuan pembela HAM/ WHRD sudah dilakukan sejak masa Indonesia belum merdeka.
“Para pembela HAM ini kemudian berjuang dengan melakukan pembelaan berbasis gender yang bekerja untuk isu perempuan dan minoritas, pembelaan HAM secara umum seperti kasus lingkungan, masyarakat adat, minoritas gender, keberagaman, dan lainnya,” jelasnya.
Direktur Institute for Women Empowerment (IWE), Donna Swita menyatakan hingga saat ini, terkait hukum positif belum ada pengakuan eksplisit terhadap pembela HAM sebagaimana dimaksud dalam Deklarasi Pembela HAM 1998.
“Pemahaman umum tentang pembela hak asasi manusia, terutama WHRD dan deklarasinya, belum dipahami oleh pejabat negara dan pemerintah serta di dalam Kementerian seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Kementerian Luar Negeri,” katanya.
Kepada Tungkumenyala.com dilaporkan, dari hasil pembuatan film dan lomba video ini, terpapar para mahasiswa, perwakilan lembaga dan masyarakat umum kemudian membuat sejumlah film dan video tentang PPHAM.
Film dan video ini akan diputar dalam acara yang diselenggarakan Yayasan Perlindungan Insani Indonesia (YPII) dan Institute for Women Empowerment (IWE) pada Jumat, 19 Maret 2021 yang dihadiri oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, I Gusti Ayu Bintang Darmawati/ Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Veryanto Sitohang, Komisoner Komnas Perempuan dan pembuat video dan film dokumenter dan perwakilan PPHAM di Indonesia Yayasan Perlindungan Insani Indonesia (YPII) dan Institute for Women Empowerment (IWE). (Lita Anggraini)