JAKARTA- Presiden Joko Widodo diminta menghentikan eksperimen tata kelola migas yang tidak sesuai dengan konstitusi. Dalam RUU Omnibus Law dan RUU Perbaikan atas UU Migas No. 22/2091, Kuasa Pertambangan Migas masih dicekel oleh Pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM. Hal ini ditegaskan oleh Dr. Kurtubi, pakar energi kepada Pers di Jakarta, Selasa (2/9).
“Saya himbau, cukuplah dua dekade kita di bawah Undang-Undang Migas No. 22/2001 yang bereksperimen dengan sistim tata kelola migas yang kuasa pertambangannya dipegang oleh pemerintah/ESDM yang tidak eligible untuk melakukan penambangan dan bisnis migas. Hasilnya fakta menunjukkan industri migas nasional terpuruk,” tegasnya.
Kurtubi tetap pada pendapat, seperti pendapat sejak Undang-Undang Migas No. 22/2001 ini masih pada tahap sebagai RUU Migas lebih 2 dekade yang lalu bahwa.
“Pengusahaan migas hanya dapat diselenggarakan oleh negara, dan eksekusi pelaksanaan pengusahaan tersebut hanya dapat dilakukan oleh perusahaan negara. Titik!” tegasnya.
Ia mengingatkan, untuk itu negara lewat Undang-Undang No. 8/1971 membentuk PERTAMINA (Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara).
“Ini cara pengelolaan migas yang sesuai konstitusi, tanpa embel PT Persero. PERTAMINA merupakan merger atau integrasi antara 2 BUMN yang terpisah antara hulu dan hilir, yakni Permina yang bergerak dihulu dan Pertamin yang bergerak dihilir,” jelasnya.
Kepada Tungkumenyala.com, ia mengingatkan bahwa, PERTAMINA oleh negara diberi tugas sebagai Pemegang Kuasa Pertambangan. Hanya PERTAMINA yang berwenang melakukan penambangan migas di Indonesia.
Kurtubi mennjelaskan, dengan demikian, pelaku usaha migas nasional dan asing berkontrak “B to B” dengan PERTAMINA dengan Kontrak Bagi Hasil (PSC). Pemerintah tidak boleh diarahkan untuk berbisnis. Pemerintah pemegang kebijakan, regulator, mengawasi Pemegang Kuasa Pertambangan, mengangkat dan memberhentikan direksi dan komisaris PERTAMINA.
“Sehingga kita sarankan agar konsep kluster migas di RUU Omnibus Law dan RUU Perbaikan atas UU Migas No.22/2001 agar dikoreksi,” tegasnya.
Adapun koreksi tersebut intinya menurut Kurtubi adalah,– kuasa pertambangan dikembalikan ke PERTAMINA.
“Kedua, kembalikan SKK Migas ke PERTAMINA. Jangan diarahkan untuk menjadi BUMN Khusus. Ketiga, PT Pertamina (Persero) diubah menjadi PERTAMINA oleh Undang-Undang yang baru ini.
Kurtubi menambahkan,Cadangan 2019 hanya 2.5 milyar bbls. Tahun 2000 5.1 milyar bbls. Penurunan cadangan sebelum tahun 2000 lebih disebabkan karena turunnya harga minyak dunia.
“Produksi minyak mentah tahun 2000 sekitar 1.4 juta bph. Sekarang hanya sekitar 700 ribu bph,” jelasnya. (Lita Anggraeni)