Hari Jumat, 15 November 2019, JALA PRT & DEWAS BPJS KETENAGAKERJAAN mengadakan focus group discussion (FGD) kepesertaan pekerja rumah tangga (PRT) dalam Jaminan Ketenagakerjaan antara Indonesia dan Filipina (Studi Banding Kepesertaan PRT dalam Jaminan Ketenagakerjaan) di Griya Patria Jl. Pejaten Barat No.16 Jakarta Selatan. FGD ini diikuti oleh perwakilan dari Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Tim Ahli Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Ketenagakerjaan Cabang Gambir, perwakilan PRT dari Indonesia, perwakilan dari serikat PRT United dari Filipina, LEARN (sebuah Lembaga Kajian Perburuhan dari Filipina), perwakilan International Domestic Workers Federation (IDWF), perwakilan majikan, dan JALA PRT. Fasilitator dalam diskusi ini adalah Iswarini dan Lita Anggraini.
Diskusi terfokus ini membahas tentang kepesertaan PRT dalam Jaminan Ketenagakerjaan antara Indonesia dan Filipina dengan dilihat dari situasi kesadaran, akses, partisipasi, dan kontrol terhadap Jaminan Ketenagakerjaan. Situasinya tentu saja berbeda. Di Indonesia meskipun ada Permenaker No. 2 Tahun 2015 Tentang Perlindungan PRT, yang di dalamnya mengatur kewajiban majikan untuk mengikutsertakan PRT-nya dalam program jaminan sosial, tetapi hal ini sulit diterapkan karena peraturan tersebut tidak mempunyai kekuatan dalam memberikan sanksi, serta PRT tetap belum diakui sebagai pekerja. Selain itu informasi tentang jaminan ketenagakerjaan tidak diketahui oleh PRT, bahkan masyarakat umum. Orang hanya lebih mengenal istilah BPJS Kesehatan daripada jaminan ketenagakerjaan.
Karena belum begitu dikenal, dan dianggap baru oleh PRT, maka PRT yang sudah ikut kepesertaan masih sedikit. Menurut BPJS Ketenagakerjaan, PRT yang ikut Jaminan Ketenagakerjaan baru 509 orang, itu pun karena sudah berorganisasi dan melalui JALA PRT yang mengadvokasinya. Jaminan Ketenagakerjaan yang diikuti PRT meliputi: Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), dan Jaminan Hari Tua (JHT), yang iuran per bulan sebesar Rp. 36.800,-. Iuran tersebut ada yang sudah dibayarkan oleh majikan, tetapi sebagian besar masih dibayar oleh PRT sendiri.
Hal tersebut berbeda dengan di Filipina yang sudah ada Undang-Undang Perlindungan PRT yang mereka sebut dengan BATAS KASAMBAHAY tahun 2012, serta sudah meratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak bagi PRT pada th 2012. Peraturan tersebut menjadi dasar bagi para PRT di Filipina untuk mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja, salah satunya tentang jaminan ketenagakerjaan dan jaminan kesehatan yang masing-masing dikelola oleh badan yang berbeda-beda, semacam BPJS-nya Indonesia. Badan jaminan sosial di Filipina ada 3, yang meliputi SSS utk Jaminan Ketenagakerjaan, PAGIBIG untuk simpanan, dan PHILHEALTH untuk kesehatan.
Untuk Jaminan Ketenagakerjaan yang dikelola oleh SSS ada 2 jenis. Bagi PRT yang upahnya di bawah sekitar Rp. 1.500.000,- maka ditanggung pemerintah. Bagi PRT yang upahnya di atas Rp. 1.500.000,- maka pembayaran ditanggung PRT sebesar 3,6% dan majikan sebesar 7,3%.
Jaminan Ketenagakerjaan yang didapat meliputi: jaminan kecelakaan kerja, jaminan tunjangan melahirkan, jaminan kematian, jaminan pensiun, dan jaminan pesangon. Namun demikian, ada juga tantangan bahwa jaminan sosial ketenagakerjaan di Filipina belum tersosialisasi ke semua PRT dan majikan. Dari 2 juta PRT di Filipina yang sudah terdaftar baru sekitar 500 ribuan atau 25% dari keseluruhan PRT. Jadi sekarang SSS terus berusaha melakukan sosialisasi dengan bekerjasama dengan organisasi PRT di Filipina.
Berbeda dengan Indonesia, dari 4,2 juta PRT yang ikut menjadi peserta Jaminan Ketenagakerjaan baru 509 orang. Jadi intinya di Filipina PRT lebih tercover jaminan Ketenagakerjaan-nya karena Filipina sudah mempunyai Undang-Undang PRT.
Dari diskusi terfokus yang dilakukan, ada beberapa rekomendasi yang dihasilkan: (1) Pentingnya surat pemberitahuan dari BPJS ketenagakerjaan kepada majikan & PRT bahwa PRT punya hak Jaminan Ketenagakerjaan, yang majikan ikut membayar iuran, (2) Sosialisasi Kepesertaan PRT dalam Jaminan ketenagakerjan pada beberapa event seperti Hari PRT Nasional pada 15 Februari 2020 dan Hari PRT Internasional pada 16 Juni 2020, (3) Dewan Pengawas dan BPJS Ketenagakerjaan melobby pemerintah dan DPR untuk mendukung kepesertaan PRT ke BPJS Ketenagakerjaan dengan mewujudkan Undang-Undang Perlindungan PRT, (4) Kerjasama BPJS Ketenagakerjaan dengan JALA PRT dengan serikat-serikat PRT di berbagai wilayah untuk pendaftaran jaminan ketenagakerjaan PRT.
Penulis: Susmiharti (SPRT Sapulidi, Jakarta)