Pada masa awal berdiri di tahun 2013, strategi dalam merekrut anggota yang dilakukan SPRT Sapulidi adalah satu orang merekrut satu anggota. Awalnya hanya pengurus yang aktif dalam merekrut anggota, itu pun sebagian besar yang direkrut adalah PRT yang tinggal atau kerja di dekat dengan tempat tinggal atau kerja pengurus. Belum ada metode yang sistematis dalam merekrut anggota, hanya datang bertemu dan langsung mengajak gabung, karena biasanya yang didatangi adalah PRT yang sudah dikenal.
Karena metode yang belum sistematis dan perekrutan sangat bergantung pada pengurus, maka penambahan anggota tidak terlalu banyak. Selama dua tahun setelah didirikan penambahan anggotanya hanya 84 orang, yakni dari 31 menjadi 115 anggota. Perekrutan anggota mengalami perkembangan pesat setelah beberapa pengurus dan anggota SPRT Sapulidi mengikuti pelatihan pengorganisasian di Jogjakarta pada Agustus 2015. Dalam pelatihan tersebut diberikan langkah-langkah dalam merekrut anggota secara efektif, yang disebut dengan 6 langkah Rap, sehingga seringkali anggota dan pengurus SPRT Sapulidi sudah tidak menggunakan istilah merekrut anggota tapi menggantinya dengan ngeRap. 6 langkah Rap tersebut meliputi: perkenalan (introduction), Isu (issue), polarisasi (polarize), visi (vision), tanya/mengajak (ask), dan tindak lanjut (follow up). Metode Rap atau door knocking ini dipelajari dari Urban Poor Consortium (UPC), yang pada pelatihan Jogja sebagian aktivis UPC menjadi fasilitatornya. Sedangkan UPC mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan soal metode Rap ini dari The Association of Community Organizations for Reform Now (ACORN) yang pada 2007 memperkenalkannya pada aktivis-aktivis UPC ketika melakukan advokasi dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta.
Ternyata tidak sampai setahun setelah pelatihan Jogja, atau tepatnya di bulan April 2016 anggota SPRT Sapulidi sudah mencapai 533. Kemudian pada 17 Desember 2017 anggota SPRT Sapulidi menjadi 2027 anggota, dan di akhir Desember 2018 anggota SPRT Sapulidi mencapai 3511. Jadi ada kenaikan anggota sekitar 1500 orang setiap tahunnya. Hal ini kemudian dijadikan target dari SPRT Sapulidi bahwa setiap tahun anggotanya harus bertambah minimal 1500 orang.
Menurut Lita Anggraini, sewaktu SPRT Sapulidi masih dibagi dalam 3 Komperata, target setiap Komperata adalah menambah anggota minimal 35 orang setiap bulan, dan sudah dibagi di mana wilayah perekrutannya. Setelah ada pengembangan dari Komperata menjadi sub-komperata, target perekrutan anggota baru per bulan juga berubah. Kini setiap SK punya target yang berbeda-beda, misalnya SK Terogong, SK Kuningan-Casablanca, SK Cipete, dan SK Cilandak-Ampera target per bulannya adalah merekerut 35 anggota baru. Tapi SK yang lain ada yang 20 anggota baru, yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi SK (jumlah anggota). Walaupun begitu, secara keseluruhan serikat (gabungan semua SK) punya target setiap bulan adalah bisa merekrut 221 anggota, kecuali di bulan puasa, lebaran, dan Desember targetnya diturunkan menjadi 146.
Materi dalam perekrutan setelah pelatihan Jogja juga lebih bervariasi, tidak sekedar berisi ajakan saja. Seperti yang dibeberkan Yuni SR terkait hal-hal yang biasa disampaikan ketika merekrut anggota, “Dalam pengorganisasian merekrut anggota, saya selalu memberitahukan bahwa kita PRT punya hak kerja layak PRT yang 20 unsur. Dan kita jabarkan dan kasih penjelasan supaya kawan PRT mengerti bahwa kita punya hak kerja layak,” jelas Yuni.
Pada awalnya yang menguasai metode 6 langkah Rap adalah mereka yang mengikuti pelatihan Jogja, setelah peserta pelatihan pulang ke Jakarta dan membentuk tim, maka ketrampilan dalam merekrut semakin menyebar ke pengurus dan anggota SPRT Sapulidi lainnya. Dengan demikian semakin banyak anggota terlibat dalam perekrutan. Setelah beberapa waktu berproses kemudian mekanisme perekrutan dibagi menjadi dua: perekrutan (ngeRap) secara bareng-bareng atau per-sub-komunitas (SK), dan perekrutan secara individual.
Ngerap secara bersama-sama biasanya ditentukan waktu dan wilayahnya oleh masing-masing SK, sedangkan ngerap secara individual tidak ditentukan waktu dan tempatnya (bisa di mana pun dan kapan pun). Ngerap individual misalnya ketika pengurus sedang belanja di tukang sayur dan ketemu PRT yang belum berorganisasi, maka segera menghampiri dan megajak bergabung ke SPRT Sapulidi dengan menggunakan metode 6 langkah.
Proses perekrutan yang dilakukan oleh tim pengorganisasian SPRT Sapulidi kadangkala tidak dilakukan dengan menggunakan tahap-tahap metode Rap atau mendatangi target secara langsung atau tatap muka. Adakalanya perekrutan dilakukan dengan menggunakan media sosial seperti Whatsapp atau Facebook (FB). Misalnya karena salah satu tim pengorganisasian sudah mempunyai nomor kontak PRT yang belum berorganisasi, maka dia menghubungi dan mengajak bergabung di organisasi melalui Whatsapp atau Facebook (FB).
Kadangkala setelah target PRT ditemui dan diajak secara langsung tidak mau, tapi anggota pengorganisasian tidak putus asa dan terus mengajak dan memberikan informasi melalui media sosial, dan akhirnya target tersebut mau bergabung. Hal ini yang terjadi pada Leni Suryani setelah diajak langsung oleh Ludiah tidak mau, tapi Ludiah terus menerus memberi informasi lewat WA dan menge-tag Leni di FB, akhirnya setelah 3 bulan kemudian Leni mau bergabung. Ada juga yang masuk menjadi anggota karena tahu ada informasi atau berita di FB.
“Saya masuk ke Sapulidi nyari sendiri, gak ada yang mengajak. Memangnya awalnya Anis yang satu grup arisan yang mengajak, tapi saya belum bersedia, mungkin tahun depan kata saya. Terus saya lihat temen-teman yang sudah masuk Sapulidi itu pada punya hp yang bisa WA, maka saya beli hp dulu terus lihat kegiatan teman-teman PRT di facebook. Terus malem-malem saya datang ke tempat Wiwin yang jadi bendahara Sapulidi untuk mengambil formulir,” papar Sukini, seorang pengurus SK Cinere-Ciputat-Lebak Bulus.
Di SPRT Sapulidi, tugas atau peran dalam merekrut anggota baru bukan menjadi tugas dari bidang pengorganisasian saja, tapi semua anggota disarankan untuk melakukan perekrutan di mana pun dan kapan pun. Anggota yang banyak merekrut anggota kemudian ditawari untuk masuk menjadi pengurus di bidang pengorganisasian, seperti yang terjadi pada Sukini. Sukini yang mulai masuk SPRT Sapulidi tahun 2016, kini menjadi anggota tim pengorganisasian di SK Cinere-Ciputat-Lebak Bulus karena rajin dan banyak merekrut anggota.
Dalam melakukan perekrutan anggota, sudah ada kesepakatan di dalam SPRT Sapulidi bahwa yang direkrut adalah PRT perempuan. “PRT laki-laki belum diperbolehkan masuk dalam organisasi karena dikhawatirkan akan terjadi dominasi. Selain itu sudah ada gagasan bahwa nanti akan dibentuk sendiri sebuah organisasi PRT yang anggotanya adalah laki-laki,” kata Lita Anggrani.
PRT yang direkrut dan diorganisir oleh SPRT Sapulidi tidak terbatas pada PRT yang live-out (tinggal di luar rumah majikan) tetapi juga yang live-in (tinggal di dalam rumah majikan), tetapi jumlah anggota yang live-out sekarang mulai meningkat. Hal ini disebabkan PRT yang live-out lebih punya waktu untuk berorganisasi, juga karena tidak dalam pengawasan majikan terus-menerus. Area kerja PRT yang direkrut juga bermacam-macam mulai dari kampung-kampung sampai ke real estate dan apartemen kelas atas di Jakarta dan Tangerang Selatan.