tungkumenyala.com – Koordinator Koalisi Sipil untuk UU PPRT, Eva Kusuma Sundari mengatakan pasca disahkan menjadi inisitaif DPR, Rancangan Undang-undang Perlindungan PRT atau RUU PPRT kini berada dalam tahapan krusial untuk segara disahkan menjadi undang-undang.
Tahap krusial itu antara lain, Pimpinan DPR harus segera mengirimkan surat pemberitahuan beserta draft RUU PPRT Inisatif DPR kepada Presiden sehingga Presiden menerbitkan surat presiden (Surpres) agar pembahasan RUU PPRT bisa segera dilakukan.
“Lantas dengan surat dari Pimpinan DPR, maka Presiden mengirimkan Surat Presiden (Surpres) ke DPR dan menunjuk menteri terkait untuk melakukan pembahasan bersama DPR,” ujar Eva dalam jumpa pers bersama soal RUU PPRT yang digelar pada Senin (27/3/2023) secara daring.
Di sisi lain, Pemerintah dengan gugus tugasnya diharapkan sudah menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) agar nantinya segera dibahas secara formal dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR. Dari info yang didengarnya, Eva mengatakan, saat ini Ketua DPR Puan Maharani sedang melakukan kunjungan kerja ke Jepang sehingga dikhawatirkan akan mengganggu proses pembahasan.
Untuk itu Eva berharap DPR bisa melakukan langkah terobosan sehngga proses tetap berjalan meski tanpa kehadiran Puan., misalnya dengan mendelegasikan kewenangan Ketua DPR ke pimpinan DPR lainnya,
“Dengan demikian fungsi kolegial pimpinan DPR bisa berjalan dan waktu dua pekan yang tersisa bisa dimanfaatkan secara maksimal sehingga RUU PPRT bisa disahkan sebelum DPR reses pada pertengahan April mendatang,” imbuhnya.
Untuk mempercepat pengesahan RUU PPRT, Koalisi berharap agar pembahasannya tetap dilanjutkan oleh Badan Legislasi DPR yang sejak awal telah membahas payung hukum untuk PRT ini. Jika harus dibentuk Pansus dikhawatirkan akan memakan waktu.
Untuk mempercepat pengesahan RUU PPRT, Koalisi berharap agar pembahasannya tetap dilanjutkan oleh Badan Legislasi DPR yang sejak awal telah membahas payung hukum untuk PRT ini. Jika harus dibentuk Pansus dikhawatirkan akan memakan waktu.
Harapan yang sama juga diungkapkan Koordinator JALA PRT Lita Anggraini. Dalam kesempatan yang sama Lita menyampaikan bahwa 19 tahun proses legislasi UU PPRT adalah proses yang panjang. Untuk itu ia mendesak Pimpinan dan Ketua DPR segera berkirim surat kepada Presiden, apalagi Presiden sudah menunggu dan mempersiapkan Surat Presiden (Surpres).
Ia mengingatkan batas waktu untuk surat menyurat untuk pembahasan sebuah undang-undang adalah 30 hari masa sidang. “Ini merupakan waktu yang singkat dan harus segera dilakukan,” tegasnya.
Lita menambahkan, perbedaan pandangan soal isu krusial dari draft RUU PPRT yang dihasilkan Baleg sebelumnya, akan bisa diubah, diselaraskan dan di dibahas bersama DPR, pemerintah dan masyarakat sipil guna dicapai titik temu.
Menurut Lita, draft terakhir RUU PPRT telah mengakomodasi 70 persen Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak untuk PRT. Sementara sejumlah isu yang masih menjadi catatan itu antara lain adalah pemidanaan pemberi kerja, istilah pekerja rumah tangga dan jenis pekerjaan.
“Kita yakin bahwa pembahasan bersama DPR dan pemerintah akan menghasilkan UU yang bermanfaat dan implementatif di lapangan demi Indonesia sebagai bangsa yang ramah dan berkemanusiaan, berkeadilan, tanpa ada pengecualian terhadap PRT,” katanya.
Adiati dan Jumiyem, PRT yang hadir dalam jumpa pers sore itu juga mendorong DPR dan pemerintah untuk bergerak bersama dalam pengesahan RUU PPRT.
“Kami mengucapkan terimakasih atas dukungan dari berbagai pihak ini, kami merasa sangat terharu. Kini tak ada alasannya lagi untuk menunda pengesahan RUU PPRT” kata Adiati.
JALA PRT, para Pekerja Rumah Tangga, Koalisi Sipil UU PPRT bersama para tokoh masyarakat menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya dan apresiasi kepada Pimpinan DPR dan semua pihak yang telah mendukung perjuangan PRT sehingga RUU PPRT disahkan menjadi RUU inisiatif DPR.
Ketua Komnas HAM dan Ketua Komnas Perempuan yang hadir dalam jumpa pers itu juga menyatakan kesiapan mereka untuk menjadi mitra sekaligus mengawal pembahasan RUU PPRT, agar UU yang dihasilkan benar-benar memberikan perlindungan bagi PRT dan memegang prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia.
JALA PRT dan Koalisi Sipil untuk UU PPRT menerima dukungan dari 274 organisasi dan 280 tokoh masyarakat untuk pengesahan RUU PPRT, dan kini terus mendorong DPR untuk mengambil langkah berikutnya agar RUU PPRT antara DPR bisa segera disahkan.
Para tokoh publik yang menyatakan dukungannya antara lain: Prof. Dr. Saparinah Sadli (Akademisi, perintis lahirnya Komnas Perempuan ) , Lena Marya Mukti (Dubes LBBP RI untuk Kuwait,Kordinator Maju Perempuan Indonesia), Allisa Wahid (Kordinator Nasional Jaringan Gusdurian) , akademisi seperti Prof. Dr. Sulistyowati Irianto (Akademisi, Ahli Antropologi Hukum, FHUI), Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Valina Singka dari Universitas Indonesia, mantan komisioner Komnas Perempuan, Yuniyanti Chuzaifah, dll.
Sedangkan lembaga-lembaga keagamaan seperti PB NU, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Matakin atau Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia, MLKI atau Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia memberikan dukungan, serta ratusan organisasi perempuan dari berbagai daerah di Indonesia, serta puluhan organisasi masyarakat sipil seperti Perempuan Mahardhika, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Kapal Perempuan, Mitra Imadei, Roempoen Tjut Nya Dhien, Insitutut Sarinah, GMNI, dll