tungkumenyala.com – Pemerintah di bawah lead Kantor Staf Presiden (KSP) akan melakukan sinkronisasi Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) untuk mengakomodasi hubungan pekerja industrial. Kepala KSP Moeldoko mengatakan sinkronisasi diperlukan agar RUU Perlindungan PRT tidak tumpang tindih dengan UU lain.
“Karena ada UU Kekerasan Seksual, ada UU Perlindungan Anak, ada UU Perdagangan Orang, KDRT, dan seterusnya. Ini akan kita sinkronisasi sehingga nanti UU PPRT lebih mengakomodir hubungan pekerja industrial tadi,” kata Moeldoko dalam keterangan pers usai rapat penyempurnaan RUU PPRT di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (25/10/22).
Moeldoko menambahkan, perlu adanya pembedaan antara rumusan pekerja yang berkenaan aspek sosiokultural dengan pekerja berdasarkan hubungan industrial dalam RUU yang mengatur perlindungan PRT.
“Ini harus clear karena berkaitan dengan unsur-unsur bisnis yang sosiokultural berkaitan membantu kekerabatan. Nanti akan diatur dengan baik,” ujarnya.
Perlu adanya pembedaan antara rumusan pekerja yang berkenaan aspek sosiokultural dengan pekerja berdasarkan hubungan industrial dalam RUU yang mengatur perlindungan PRT.
Meski beberapa kali masuk dalam program legislasi nasional, hingga kini RUU PPRT belum bisa ditindaklanjuti karena DPR belum memutuskan RUU ini sebagai usul inisiatif legislatif. RUU PPRT ini sudah dibahas sejak 2004 atau 18 tahun lalu, dan terakhir terganjal di Rapat Badan Musyawarah pada Desember 2021 lalu.
Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward OS Hiariej mengatakan pengesahan RUU PPRT di pemerintah bisa dilakukan cepat dalam waktu 2 pekan saja, jika urusan paripurna di legislatif selesai. Menurut Edward Hiariej, pengesahan berlangsung kilat karena pemerintah memandang RUU ini sangat penting untuk perlindungan para PRT.
Jika pembahasan RUU PPRT selesai, kata Edward, para pekerja rumah tangga bakal mendapat jaminan keamanan hak kerja di dalam negeri. Aturan ini juga menjadi nilai tambah pekerja migran Indonesia yang menjadi pekerja rumah tangga di luar negeri.
Edward mengatakan, selama ini pekerja informal Indonesia yang bekerja di luar negeri kerap mendapat tindak kekerasan dan ketidakadilan dalam bekerja. Menurut Edward, pemerintah negara tujuan kerap tidak memberikan perlindungan kepada buruh migran, karena melihat di Indonesia tak ada aturan yang menjamin keamanan para ART.
“Jika memilki Undang-Undang ini, kita bisa menuntut negara lain untuk memperlakukan tenaga kerja kita seperti yang negara lakukan,” kata Edward Hiariej seperti dilansir KBR.
Seperti diketahui, pada Agustus lalu KSP telah membentuk Gugus Tugas Percepatan Pembahasan RUU PPRT. Gugus Tugas ini beranggotakan delapan kementrian dan lembaga negara terkait seperti Kemenaker, Kemenkumham, KPPPA, Komnas Perempuan dan sebagainya.
KSP juga mendorong agar pembahasan RUU PPRT yang sudah diusulkan sejak 2004 ini bisa diakselerasi sehingga jutaan perempuan yang bekerja menjadi PRT segera memiliki perlindungan hukum.