Jakarta – Pemerintah Spanyol berencana untuk menerapkan cuti haid bagi pekerja perempuan yang menderita nyeri haid parah. Saat ini Madrid sedang menggodog rancangan undang-undang yang memungkinkan pekerja perempuan mendapatkan cuti haid selama 3 hari dengan tetap mendapat bayaran penuh. Dalam kondisi tertentu, seperti nyeri haid yang dirasakan sangat hebat atau melumpuhkan, cuti haid ini bisa diperpanjang hingga lima hari.
Rancangan memang masih dalam pembahasan, namun jika disetujui, Spanyol akan menjadi negara Eropa pertama yang akan menerapkan ketentuan ini. Mengutip BBC, usulan yang disahkan dalam rapat Kabinet pada Selasa (17/5/2022) ini adalah bagian dari paket reformasi hak kesehatan reproduksi yang lebih luas di Spanyol.
Paket reformasi itu antara lain mencakup perubahan undang-undang aborsi serta perubahan sejumlah aturan lainnya. Perubahan UU Aborsi antara lain menghapus persyaratan berusia 16 dan 17 tahun untuk melakukan aborsi tanpa izin orang tua atau wali mereka, yang berlaku sejak tahun 2015. Media setempat, El País melaporkan, reformasi ini juga menghilangkan periode pendinginan tiga hari saat ini, dan persyaratan untuk layanan aborsi disediakan dalam sistem perawatan kesehatan publik.
Para dokter pemeluk Katolik Roma yang menentang perubahan ini dapat mendaftarkan petisi keberatan mereka ke lembaga yang berwenang.
Masih menurut El Pais, pendekatan ini juga mencakup penghapusan PPN pada beberapa produk kebersihan (pajak tampon) serta kewajiban penyediaan produk kebersihan gratis di fasilitas umum seperti sekolah dan penjara; perpanjangan cuti hamil mulai sebelum melahirkan; serta aturan yang lebih ketat seputar surrogacy yang sebelumnya dilarang.
RUU ini akan diajukan ke parlemen awal minggu ke-4 Mei 2022 untuk dibahas dan mendapatkan persetujuan parlemen Spanyol. Proses legislasinya bisa memakan waktu beberapa bulan.
Juru bicara pemerintah Spanyol Isabel Rodríguez mengatakan proposal itu mewakili “langkah maju baru bagi perempuan, langkah maju baru bagi demokrasi”. Di mana menstruasi diperlakukan sebagai kondisi kesehatan.
Sementara, Menteri Kesetaraan Spanyol Irene Montero sebagai sponsor utama aturan ini mengatakan, sudah saatnya pemerintah “membuang tabu, stigma dan rasa bersalah mengenai tubuh perempuan”.
“Hari-hari (perempuan) akan bekerja dalam kesakitan sudah berakhir,” terang Montero pada konferensi pers yang digelar usia rapat cabinet pada Selasa lalu.
Negara Eropa pertama.
Dalam draft RUU yang bocor ke media, disebutkan bahwa cuti haid selama tiga hingga lima hari akan ditawarkan kepada mereka yang mengalami nyeri haid parah dan tidak berlaku bagi mereka yang menderita nyeri ringan. Pemerintah mengumumkan tidak akan ada batasan jumlah hari yang dapat diambil seorang perempuan.
Di bawah rencana yang disepakati, untuk mendpatkan cuti haid perempuan perlu menyertakan surat dokter, dengan cuti dibayar oleh sistem jaminan sosial negara itu sejak hari pertama mereka tidak bekerja.
Mengutip Euronews.next, usulan ini mengundang kontroversi. Politisi — termasuk mereka yang berada dalam koalisi pemerintah– dan serikat pekerja terbelah. Rencana ini dikhawatirkan dapat menjadi bumerang dan menstigmatisasi perempuan di tempat kerja.
Elizabeth Hill, seorang profesor di University of Sydney, seperti dikutip Euronews Next mengatakan rancangan ini seperti penangkal petir bagi kelompok feminis. Selama ini cuti haid masih jadi perdebatan, apakah kebijakan semacam itu dapat membantu atau menghambat perempuan.
“Apakah itu membebaskan? Apakah kebijakan ini yang mengakui realitas tubuh kita di tempat kerja dan berusaha untuk mendukungnya? Atau apakah ini kebijakan yang menstigmatisasi, mempermalukan, disinsentif untuk mempekerjakan perempuan?”
Apakah kebijakan ini yang mengakui realitas tubuh kita di tempat kerja dan berusaha untuk mendukungnya? Atau apakah ini kebijakan yang menstigmatisasi, mempermalukan, disinsentif untuk mempekerjakan perempuan?”
Menurut Spanish Gynecology and Obstetrics Society, sekitar sepertiga perempuan di dunia mengalami nyeri parah saat menstruasi. Dalam dunia kedokteran Ini dikenal sebagai dismenore, dengan gejala meliputi sakit perut akut, diare, sakit kepala, dan demam.
“Ketika masalah tidak dapat diselesaikan secara medis, kami pikir sangat masuk akal bahwa ada ketidakmampuan sementara yang terkait dengan masalah ini,” ujar Angela Rodríguez, juuru bicara Menteri Kesetaraan dan Anti Kekerasan Gender.
“Penting untuk memperjelas apa itu periode yang menyakitkan, kita tidak berbicara tentang sedikit ketidaknyamanan, tetapi tentang gejala serius seperti diare, sakit kepala parah, demam,” tambahnya.
Pengenalan cuti haid berbayar ini belum menjadi kesepakatan, dan pemerintah koalisi sayap kiri negara itu sendiri dilaporkan telah terbelah atas rencana tersebut.
Podemos, partai paling kiri mendukung penuh usulan ini. Sejumlah partai sosialis lainnya menyuarakan keprihatinan cuti haid bisa menjadi bumerang bagi perempuan, di mana majikan akan berikir dua kali untuk mempekerjakan mereka.
Wakil sekretaris UGT, sebuah serikat pekerja terkemuka Spanyol, Cristina Antoñanzas bahkan memperingatkan bahwa langkah tersebut dapat “menstigmatisasi perempuan”. Dalam jangka panjang, mungkin satu lagi hambatan yang dimiliki perempuan dalam mencari pekerjaan.
“Karena kita semua tahu bahwa dalam banyak kesempatan kita telah ditanya apakah kita akan menjadi ibu, sesuatu yang tidak boleh ditanyakan dan tidak ditanyakan pada laki-laki. Mungkin, selanjutnya adalah menanyakan apakah kita mengalami nyeri haid?” ujarnya.
Antoñanzas menyayangkan pemerintah tidak melibatkan serikat pekerja saat merumuskan aturan ini.
“Ketika langkah-langkah hukum dan perubahan mulai dirumuskan, dampaknya terhadap perempuan harus dianalisis dengan sangat hati-hati. Kami tidak tahu apakah perusahaan akan menerimanya atau tidak,” katanya.
Serikat pekerja utama Spanyol lainnya, Comisiones Obreras, mendukung gagasan cuti haid.
“Kami pikir itu akan membantu perempuan,” ujar Carolina Vidal, Sekretaris Konfederasi Comisiones Obreras untuk Perempuan, Kesetaraan dan Kondisi Kerja.
“Kami telah berjuang sepanjang hidup kami melawan stigmatisasi oleh masyarakat, politik dan ekonomi. Apakah kami sekarang harus bersembunyi karena kami perempuan dan mengalami nyeri haid? Ini bertentangan dengan feminisme. Kami tidak harus pergi bekerja dengan kesakitan” .
Kami telah berjuang sepanjang hidup kami melawan stigmatisasi oleh masyarakat, politik dan ekonomi. Apakah kita sekarang harus bersembunyi karena kita perempuan dan mengalami nyeri haid?
Namun, Comisiones Obreras mengungkapkan keberatannya atas rincian proposal itu, terutama poin perempuan harus membuktikan bahwa mereka menderita kondisi yang memperburuk nyeri haid – seperti endometriosis atau sindrom ovarium polikistik – untuk bisa mengklaim cuti haid.
“Dalam banyak kasus, banyak kasus menstruasi menjadi tak tertahankan dan melumpuhkan, tetapi itu tidak dianggap penyakit”.
Hingga saat ini negara yang sudah menyetujui cuti haid bagi pekerja perempuan. Dari sedikit negara itu, Indonesia termasuk salah satu di antaranya. Negara lainnya adalah Jepang, Taiwan, Indonesia, Korea Selatan dan Zambia.
Italia pernah mencoba menerapkan gagasan ini pada 2016, namun RUU yang akan memberikan cuti haid berbayar selama tiga hari kepada pekerja yang memperoleh sertifikat medis gagal mendapat persetujuan dari Parlemen.
Artikel ini sudah ditayangkan di Konde.co