Jakarta – Pembina Yayasan Kesehatan Perempuan, Zumrotin K. Susilo mengatakan pendidikan kesehatan reproduksi atau yang lebih dikenal dengan pendidikan seks yang komprehensif perlu dilakukan sejak usia dini baik di sekolah maupun di keluarga. Hal ini penting untuk mencegah anak, khususnya anak perempuan menjadi korban kekerasan seksual.
“Namun sayang, masih banyak pihak yang menganggap pendidikan kesehatan reproduksi merupakan hal tabu, sehingga materi kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah hanya dijadikan materi sisipan di satu mata pelajaran atau muatan lokal, padahal dampaknya luar biasa,” ujar Zumrotin saat berbicara di workshop untuk media yang digelar YKP awal Desember lalu.
Data yang ada juga menunjukkan pengetahuan remaja Indonesia mengenai kesehatan reproduksi belum memadai. Kondisi ini mengakibatkan banyak perempuan yang tidak menyadari telah menjadi korban kekerasan seksual. Di sisi lain, banyak pelaku yang tidak menyadari apa yang dilakukannya masuk kategori kekerasan seksual.
Menurut hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), data tahun 2012 menunjukkan bahwa pengetahuan remaja di Indonesia mengenai kesehatan reproduksi belum memadai. Hanya 35,3% remaja perempuan dan 31,2% remaja laki-laki berusia 15-19 tahun yang mengetahui kalau perempuan bisa hamil meski hanya berhubungan seks satu kali. Kondisi ini mengakibatkan angka kehamilan pada remaja yang aktif secara seksual, masih tinggi.
Kesehatan reproduksi dan seksual seharusnya sudah tidak lagi menjadi hal yang tabu untuk dibicarakan, terutama jika tujuannya adalah memberikan pendidikan kepada para remaja. Dengan menanamkan pengetahuan mengenai bahaya hubungan intim usia dini sekaligus perilaku seksual yang aman dan sehat, diharapkan para remaja tidak lagi menjalani perilaku yang merugikan bagi kesehatan sekaligus masa depannya.
Zumrotin juga mendorong agar konselor dan psikolog Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) juga memberikan bimbingan terkait kesehatan reproduksi yang komprehensif kepada para orangtua agar mereka bisa memberikan bimbingan kepada anak-anaknya. Peran orangtua sangat strategis untuk membimbing anak-anak mereka terkait kesehatan reproduksi ketika beranjak remaja, terutama ketika anak mereka baru mengalami menstruasi dan mimpi basah.
Di kesempatan yang sama, Direktur YKP Nanda Dwinta Sari mengatakan, masalah kesehatan reproduksi perlu disosialiasikan agar para perempuan muda sebagai calon ibu mengetahui persoalan reproduksi yang akan dialaminya lengkap dengan jalan keluar dari persoalan tersebut.
Menurut Nanda, masih banyak masyarakat yang salah memahami mengenai pendidikan seks. Mereka menganggap pendidikan seks akan mengajarkan seks bebas. Padahal pendidikan seks lebih untuk mengajarkan bagaimana remaja melakukan seks yang sehat sekaligus mengenali tubuh dan seksualitas mereka.
Pendidikan seks, ujarnya, mengajarkan bagaimana remaja yang beranjak menuju dewasa mengenal tubuh mereka. Serta mengetahui apa yang boleh dan tak boleh dilakukan orang lain terhadap tubuh mereka.
“Tanpa mengenal organ kesehatan reproduksi dengan baik maka dikhawatirkan para calon ibu buta sama sekali dan akhirnya bisa berakibat pada keharmonisan hubungan suami isteri,” kata Nanda.
Dia mengatakan, kesehatan reproduksi merupakan suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang baik, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan, tetapi juga sehat dari aspek seksualitas dan sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya. Jadi disarankan, baik laki-laki dan perempuan memahami kesehatan reproduksi mereka baik secara fisik, biologis maupun psikologis.
Lantas berapa usia ideal untuk berhubungan intim? Menurut penelitian yang dilakukan Kementerian Kesehatan alat reproduksi perempuan sudah benar-benar matang saat usianya menginjak 21 tahun. Saat usia kurang dari 21 tahun, rahim dan pinggul perempuan belum berkembang dengan baik, sehingga kemungkinan terjadi kesulitan dalam persalinan.
Di usia 21 tahun ini, perempuan juga sudah dianggap matang bagi perempuan dari segi emosi, kepribadian dan sosialnya sehingga mereka bisa mengambil keputusan secara lebih bertanggung-jawab.
Pun, ketika terjadi kehamilan maka perempaun lebih siap. Menurutnya, perlu menghindari terlalu muda untuk hamil usia kurang dari 21 tahun. Itu sebabnya usia perkawinan yang disarankan untuk laki-laki minimal 25 tahun dan perempuan minimal 21 tahun.