Home Sosial & Budaya OBITUARI: Selamat Jalan Uci Sayang, Tenanglah Dirimu Di Sana

OBITUARI: Selamat Jalan Uci Sayang, Tenanglah Dirimu Di Sana

by admin

Lagi, seorang kawan seperjuangan berpulang. Seperti petir menggelegar disiang bolong, selamat jalan Uci! Kawan Damairia Pakpahan menulis Obituari di Tungkumenyala.com untuk mengenangmu. (Redaksi)

Oleh: Damairia Pakpahan

SELAMAT jalan Heningtyas Suci! Uci demikian panggilanmu. Aku mengenalmu dari Romo Mangunwijaya, novelis, arsitek dan juga pembela kaum miskin kota di kali Code, Yogyakarta. Dirimu sempat nyantrik bersama Romo dan Mbak Yetti di Gejayan ya.

Aku masih ingat kita bertemu di LP Wirogunan ketika membesuk Isti Nugroho, Bonar Tigor Naipospos (Coki) dan Bambang Subono. Mereka dipenjara Orde Baru karena menyebarkan fotocopy Tetralogi Roman Sejarah karya Pramudya Ananta Toer.

Empat karya Pramudya Ananta Toer saat di kamp pembuangan Pulau Buru itu berjudul ‘Bumi Manusia’, ‘Anak Semua Bangsa’, ‘Jejak Langkah’ dan ‘Rumah Kaca’ difotocopy dan disebar diam-diam pada pemuda dan mahasiswa, agar lebih mudah mengenal sejarah pergerakan rakyat dan revolusi Indonesia. Karena itulah tiga kawan kita yang aktif dalam Kelompok Studi Palagan itu ditangkap, disiksa dan dipenjara ya cik!

Uci sayang,


Aku masih jelas ingat suara tinggimu yang banter menggelegar dalam setiap perdebatan.

Tanpa ragu dirimu terlibat dalam gerakan dari advokasi rakyat Kali Code, Kedung Ombo dan ikut merintisnya gerakan perempuan. Kita bersama membangun organisasi perempuan pelopor, Rumpun Tjut Nyak Dien,– menyadarkan kaum perempuan untuk memperjuangkan nasibnya melawan feodalisme dan menjadi bagian dari perjuangan rakyat membebaskan diri dari Orde Baru.

Aku masih ingat bersama dirimu berangkat ke Surabaya mengadvokasi Pekerjaan Rumah Tangga yang disiksa. Itulah pertama kali kita sebagai organisasi membela PRT. Terbayang semangatmu saat itu sangat menggebu-gebu Cik.

Tentu aku pernah dongkol karena kamu dan sekumpulan kawan lainnya menjadi kekiri-kirian. Kata kawan Boy Fidro kami kiri baik dan kalian kiri jahat. Maaf ya. Tapi kamu tetap baik kok cik. Aku jengkel karena kamu ikut membawa,– tepatnya mengajak sebagian kawan-kawan perempuan kita ke dalam organisasi Bharya Baskara, saat itu.

Tentu kita punya kawan-kawan yang sama, ada Indri, Yanti, Wur,– itulah sesama kawan Yogya yang ada di Jakarta. Ketika kamu berbalik ke kami,–setelah konflik di kalangan kiri,– dengan tangan terbuka kami menerimamu Uci sayang

Sampai saatnya kita mendirikan Rumpun Gema Perempuan (RGP)di Jakarta di awal 2000-an dan kamu
bersemangat sekali. Saat itu dirimu sempat mengontrak di dekat perumahan DPR, dekat rumah dinas kawan Yamin yang ketika itu menjadi anggota DPR pasca kejatuhan Suharto.Seingatku itu tahun 2001 kah?

Uci aktif bekerja diiberbagai LSM bersama Pak MM Billah, kemudian di Tifa Foundation. Dirimu Kemudian masuk partai Demokrat. Aku sebenarnya agak kaget dengan keputusanmu berpolitik praktis. Namun memang dirimu berani mencoba. Bahkan dirimu berlaga menjadi caleg di Sumatra Utara. Sebenarnya, mohon maaf, aku meramalkan kekalahanmu Cik. Uangmu banyak habis kan. Uang yang kau kumpulkan bertahun. Kamu menikmati politik beberapa tahun.

Banyak ceritamu tentang faksi-faksi di partai, tentang partai berbeda dengan NGO dan dunia gerakan. Duniamu berubah saat itu Cik. Kita sering berdiskusi dan berdebat seputar ini.

Aku ingat betapa dirimu biasa-biass saja pada sosok yang diidamkan pada 2014. Kamu dingin dan seolah tahu nanti kan kelihatan aslinya. Kamu kritis sekali dan sebagai politikus kamu berjarak. Aku pernah diajak bertemu denganmu di satu hotel dekat THR milik kawan politisi perempuan dari partai lama yang dominan. Aku pun jadi lebih paham cara kerjamu yang kau katakan akan berbisnis dengan politisi tersebut dan ada pengusahanya.

Ketika suatu waktu kemudian, kamu ingin kembali ke dunia LSM. Aku terkaget. Kamu tinggal di Yogya dan mau kembali ke LSM yang sudah banyak berubah setelah kau tinggalkan. Dunia LSM tidak seperti sebelumnya, mesti melamar layaknya tempat kerja lainnya.

Uci Sayang,


Aku mendengar dirimu sakit dan akhirnya pindah pulang ke Malang, Jawa Timur ke tempat kakakmu.

Aku bertemu denganmu di satu hari pada bulan Desember 2019. Aku memastikan kita bertemu dan ngobrol panjang lebar. Kamu menceritakan bahwa dirimu senang di Malang bersama kakak dan keluarganya. Kamu mesti cuci darah seminggu dua kali.

Satu lagi, kita sering ketemu kalau ada Liem Sioe Liong, Aktivis Tapol dari Inggris. Kita akan makan bareng cari restoran enak-enak. Ini satu yang mengikat kita.

Ah..Cik, denganmu banyak kenangan kita. Sayang ya, kita nggak bisa teleponan lagi Cik. Suara tawamu yang seperti Mien Sugandi, Jawa Timuran… “nggak gitu Mai!” katamu sambil berderai-derai menggelegar.

Cik, aku masih tidak percaya, kamu pergi kemarin… Sulit mencernanya. Kutelpon adikmu Haslin, kucoba untuk mengkonfirmasi berita kepergianmu. Ternyata kamu memang sudah pergi Uci sayang. Kamu sungguh beneran pergi…

Terlalu cepat Cik, baru 50 tahun ini. Sakit itu membuatmu pergikah? Aku berdoa kamu pasti bahagia ya Cik! Bebas dari sakit. Jiwa mu yang peduli pada penderitaan rakyat menjadikanmu terang di sana.

Selamat jalan Uci sayang, tentramlah di sana. Amin!

Related Articles

Leave a Comment