JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) mengungkapkan, tindak pidana perdagangan orang (TPPO) selama pandemi covid-19 terus meningkat.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KPPA, Ratna Susinawati memaparkan, merujuk sistem informasi pelaporan online di kementerian itu, tercatat tren peningkatan kasus perdagangan orang selama masa pandemi covid-19 sebesar 62,5%. Berdasarkan data IOM di Indonesia menunjukkan, meningkat sebanyak 154 kasus.
“Perempuan dan anak menjadi korban TPPO paling banyak,” ungkap Ratna dalam webinar Penegakan Hukum TPPO 2021, Kamis (29/07).
Ratna mengatakan salah satu sebab kenaikan kasus TPPO karena masalah ekonomi. Seperti kehilangan pekerjaan, kondisi perekonomian yang tidak stabil. Serta, terbatasnya pekerjaan untuk masyarakat.
Berbagai kesulitan ini kemudian dimanfaatkan oknum tidak bertanggung jawab, yakni mafia perdagangan manusia. Mereka merekrut masyarakat, khususnya perempuan dan anak yang membutuhkan pekerjaan dab akhirnya menjadi korban TPPO.
Kepada Tungkumenyala.com dilaporkan, Ratna meminta masyarakat mewaspadai berbagai modus operandi yang dimanfaatkan oleh para pelaku TPPO. Modus operandi juga terus berkembang. Seiring dengan perkembangan teknologi dan platform digital. Diduga melibatkan jaringan internasional yang terstruktur.
Pelaku, lanjut Ratna rekrut korban melalui media sosial. Setelah bekerja, korban mengalami eksploitasi tenaga kerja. Korban perempuan dan anak dipaksa untuk bekerja dengan beban pekerjaan berat seperti pembantu rumah tangga dan anak buah kapal. Namun, mereka diberikan upah minim dan tak jarang menerima kekerasan.
Tak heran jika ada dampak yang luar biasa dari TPPO, yakni dampak fisik dan psikis. Bahkan, beberapa korban TPPO merasakan depresi, putus asa, rendah diri.
Bahkan, stigma sosial datang dari orang di sekitarnya. Hal-hal ini menimbulkan adanya sikap keengganan dari para korban untuk melaporkan kasus-kasusnya, dan banyak juga korban TPPO yang tidak menyadari jika dirinya menjadi korban TPPO.
Ratna mengatakan, TPPO harus menjadi perhatian semua pihak. Pemerintah harus harus bisa memastikan bagaimana hak-hak korban dan saksi dapat terpenuhi. Korban TPPO harus terpenuhi jaminan akses keadilan. Serta, upaya tegas agar pelaku TPPO tak lagi mengulang perbuatannya.
“Saat berbicara soal tindak pidana perdagangan orang, persoalan soal tindak pidana perdagangan orang sebagai salah satu kejahatan serius terhadap kemanusiaan,” tambah dia.
Ratna menyampaikan, pemerintah komitmen mencegah TPPO dari sisi regulasi dan sejumlah tindakan nyata. Ada upaya koordinatif melalui gugus tugas dan penanganan TPPO dilakukan dengan berkolaborasi di tingkat nasional, regional dan internasional.
Dia sampaikan, gugus tugas TPPO sudah terbentuk di 33 provinsi dan juga 445 tingkat kabupaten kota. Gugus tugas ini diharapkan bisa melakukan koordinasi pencegahan, penindakan dan penegakan hukum.
Ratna juga menambahkan, peran aparat penegak hukum juga menjadi bagian menentukan. Karena itu dia menilai perlu terus ada upaya peningkatan kapasitas APH untuk memahami bagaimana pelaksanaan hukum TPPO. (Sargini)