JAKARTA – Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana turut mengomentari pertanyaan pilihan antara Pancasila dan Alquran dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) pada pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Bima, pertanyaan memilih Pancasila atau Alquran dalam TWK termasuk kategori berat bagi para pegawai KPK.
“Ini sebetulnya pertanyaan berat. Kalau ada seseorang yang ditanya asesor pilih Alquran atau Pancasila maka dia termasuk kategori berat,” kata Bima Haria Wibisana di Jakarta, pada Sabtu (19/6)
Meski demikian, menurut Bima pertanyaan memilih Pancasila atau Alquran dari asesor sebenarnya didasarkan pada hasil indeks moderasi bernegara (IMB-68) dan profiling yang jeblok.
Belum lagi pertanyaan tersebut paling sering digunakan oleh teroris untuk merekrut calon-calon teroris.
Maka dari itu, para asesor akan melihat respons dari peserta TWK yang ditanyakan perihal memilih Pancasila atau Alquran.
Bima pun membandingkan, jika seseorang memiliki pemahaman agama atau Pancasila yang terbatas maka dengan cepat akan menjawab agama.
Akan tetapi, jika peserta tersebut memiliki pemahaman agama yang lebih baik, ia akan bingung karena dalam agama ada unsur Pancasila dan Pancasila juga tidak bertentangan dengan agama.
“Jadi kebingungan inilah yang ditangkap oleh asesor sehingga mengetahui seseorang berada di level mana,” ujar Bima.
Dengan demikian, Bima menegaskan bahwa makna dari pertanyaan memilih Pancasila atau Alquran dalam TWK sejatinya bukan perkara Pancasila atau agama melainkan lebih kepada melihat respons dari peserta.
“Perlu diketahui sebenarnya yang ingin dilihat asesor adalah respons dari pertanyaan, bukan jawabannya,” katanya.
Selain itu, ia menilai bahwa tujuan yang hendak dicapai KPK dalam pelaksanaan TWK adalah untuk mengetahui keyakinan dan keterlibatan peserta yang diuji dalam bernegara.
“Jadi bukan hanya pemahaman, tapi adalah keyakinan dan keterlibatan mereka dalam proses bernegara ini,” katanya.
Kepada Tungkumenyala.com dilaporkan ia juga kembali menekankan bahwa untuk menjadi ASN, banyak aturan yang mengikat, misalnya setia pada pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) hingga semua peraturan perundang-undangannya.
Maka dari itu, penyelenggara TWK ingin melihat apakah 1.349 pegawai KPK yang dites memiliki keyakinan dan pemahaman atau keterlibatan yang memadai untuk menjadi ASN. (Sargini)