JAKARTA – Peningkatan kasus COVID-19 di India memang sangat pesat dalam beberapa waktu terakhir. Tercatat bahwa total infeksi COVID-19 India melampaui 18 juta pada Kamis 29 April 2021.
India saat ini tengah berupaya dalam menghadapi gelombang kedua penyakit mematikan tersebut
Saat ini telah dilaporkan sebanyak 379.257 kasus baru COVID-19 dan 3.645 kematian baru pada Kamis, menurut data kementerian kesehatan.
Sementara itu, para ahli menyebut India memiliki harapan untuk dapat menghentikan penyebaran COVID-19 dengan cara memvaksinasi populasinya.
Pada Rabu 28 April 2021, India membuka pendaftaran untuk semua orang yang berusia di atas 18 tahun untuk diberikan suntikan vaksin
Meskipun India merupakan salah satu produsen vaksin terbesar di dunia, namun saat ini negara tersebut tidak memiliki persediaan untuk memenuhi syarat bagi sekitar 600 juta orang.
Banyak orang yang mencoba mendaftar yang dinyatakan gagal, kemudian mengeluh di media sosial karena tidak bisa mendapatkan jatah atau mereka tidak bisa mendaftar secara daring karena situs internet yang berulang kali macet.
Menanggapi hal tersebut, pemerintah India hanya mengatakan lebih dari 8 juta orang telah mendaftar untuk vaksinasi, tetapi tidak menjelaskan berapa banyak orang yang mendapat jatah.
Kasus ini membuah Senator Demokrat Amerika Serikat, Warren angkat suara di media sosial.
“Saya mengarahkan surat ke @moderna_tx, @pfizer, dan @jnjnews untuk mengetahui langkah apa yang mereka ambil untuk memperluas akses global ke vaksin mereka untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah penyebaran varian ke seluruh dunia,” ujar Warren, dikutip Tungkumenyala.com, Kamis (29/4).
AS diketahui telah mengirim pasokan senilai lebih dari 100 juta dolar ke India, termasuk 1.000 tabung oksigen, 15 juta masker N95, dan 1 juta tes diagnostik cepat, kata Gedung Putih dalam sebuah pernyataan, Rabu.
Dikatakan bahwa persediaan tersebut akan mulai tiba pada Kamis. AS juga telah mengalihkan pesanannya sendiri untuk pasokan manufaktur AstraZeneca ke India, yang akan memungkinkannya membuat lebih dari 20 juta dosis vaksin COVID-19, menurut Gedung Putih. (Yuli Maheni)