YOGYAKARTA- Saat ini informasi beredar di tengah masyarakat dan menjadi perdebatan mengenai ancaman sanksi administratif dan pidana bagi masyarakat yang menolak vaksin Covid-19. Epidemiolog Universitas Gadjah Mada tidak sepakat terhadap adanya sanksi tersebut.
Epidemiolog UGM, Bayu Satria Wiratama mengatakan ketidaksepakatannya sebab komunikasi dan edukasi soal perlunya vaksin untuk penanggulangan Covid-19 juga belum maksimal dilakukan oleh pemerintah.
Sanksi tersebut muncul pasca keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Covid-19.
Di Perpres tersebut disebutkan sanksi jika ada warga yang menolak vaksinasi.
“Saya termasuk yang kurang setuju ada denda untuk vaksin karena usaha komunikasi dan edukasi pemerintah belum terlihat maksimal,” kata Bayu Satria, mengutip rilis berita UGM, Kamis (18/2).
Kepada Tungkumenyala.com dilaporkan, Bayu lantas memberikan saran apa yang perlu dilakukan oleh pemerintah saat ini, yaitu mempersiapkan ketersediaan vaksin sebanyak mungkin agar semua lapisan masyarakat bisa mendapatkannya.
Ia sepakat dengan usulan dari Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, bagi mereka yang menolak disuntik vaksin pada saat ini sebaiknya dimundurkan jadwalnya, untuk kemudian bisa menerima vaksin sambil dilakukan edukasi dan memvaksinasi orang lain yang dianggap lebih membutuhkan.
“Ya sudah dimundurkan ke periode paling akhir. Tujuannya mungkin bisa berubah ketika makin lama melihat mereka yang divaksin lebih banyak sekali efek positifnya daripada yang negatif,” paparnya
Menurut Bayu melihat ketersediaan vaksin sekarang ini target pemerintah untuk menuntaskan program vaksinasi akhir tahun ini, akan sulit dicapai apalagi belum diikuti usaha untuk memenuhi kebutuhan vaksin dalam jumlah banyak.
“Kalau tidak ada usaha sangat besar untuk memenuhi kebutuhan saya kira akan sulit karena untuk tahap dua saja kita masih kurang tersedia vaksinnya,” ujarnya. (Hari Subagyo)