JAKARTA- Sebagian orang percaya akan ada kehidupan setelah kematian. Namun, baik ilmuwan hingga dunia medis masih belum dapat mengungkapkan apa yang terjadi setelah kematian.
Adakah pembuktian secara ilmiah mengenai fase kehidupan setelah mati ini? Pengalaman proses menjelang kematian adalah nyata. Hal itu, melansir indiatoday dan dikutip Bergelora.com, diungkapkan oleh Berthold Ackermann, seorang ilmuwan asal Jerman. Menurut Ackermann, detik-detik menjelang kematian yang dialami manusia adalah wujud dualisme tubuh dan pikiran. Pernyataan tersebut sekaligus diklaim sebagai bukti adanya akhirat saat manusia mengalami proses menjelang kematian.
Sebuah eksperimen dipimpin Ackermann bersama tim dari Technische Universtät di Berlin Jerman. Eksperimen itu bertujuan membuktikan adanya bentuk-bentuk kehidupan setelah kematian.
Metode pembuktian ini benar-benar diterapkan secara medis yakni dengan ‘mematikan’ pasien selama sekira 20 menit. Setelah itu, pasien kembali ‘dihidupkan’. Penelitian kontroversial ini berlangsung selama empat tahun dan telah diikuti 944 sukarelawan.
Proses mematikan dan menghidupkan para pasien itu menggunakan sejumlah obat yang diolah termasuk epinefrin dan dimethyltryptamine. Jenis obat-obatan itu membuat tubuh mampu bertahan saat kondisi mati dan tidak membahayakan pada saat proses menghidupkan.
Sebuah alat canggih bernama AutoPulse dilibatkan dalam eksperimen ini. Alat ini berhasil menghidupkan orang yang telah mati sekira 40 menit hingga satu jam sebelumnya.
Menariknya, memori tiap pasien hampir mirip satu sama lainnya saat mereka dalam kondisi koma atau yang biasa disebut sakaratul maut. Sensasi yang dialami para pasien adalah mengalami keterpisahan dari tubuhnya, serasa melayang, sangat tenang, nyaman, dan penuh kehangatan. Para pasien juga mengaku menyaksikan cahaya yang luar biasa terang dan rasanya terputus dari dunia nyata.
Hasil temuan eksperimen yang dipimpun Ackermann ini mengejutkan banyak pihak, termasuk dari mereka yang selama ini berpegang teguh pada konsep kematian dari agama-agama yang dianut.
Mereka yang menjadi relawan untuk eksperimen tersebut berasal dari latar belakang agama berbeda-beda, mulai dari Islam, Kristen, Yahudi, Hindu, dan bahkan ateis. (Sayem)