Mengapa sampai saat ini pemerintah tidak serius melanjutkan pembangunan PLTN? Padahal pendiri bangsa ini, Ir. Soekarno sendiri melihat, hanya dengan pembangunan PLTN maka Indonesia bisa segera mempercepat langkah menuju masyarakat adil makmur. Sepertinya para pemimpin negara telah menjadi kaki tangan asing yang memang selalu menghambat pembangunan PLTN yang menjadi syarat kebangkitan Indonesia. Dr. Kurtubi kepada pembaca Tungkumenyala.com menuliskan kunjungan Bung Karno ke Rusia ditahun 1960-an untuk mempelajari pembangunan PLTN. (Redaksi)
Oleh: Dr. Kurtubi
KUNJUNGAN Presiden Soekarno atas Undangan Pemerintah Uni Soviet (Sekarang Rusia-red) untuk menghadiri 0eresmian terkoneksinya PLTN Pertama Rusia ke Sistem grid/transmisi pada tahun 1958 merupakan peristiwa yang cukup menarik ditengah maraknya nuansa ‘Perang Dingin” di era 1950 – 1990an.
Boleh jadi PLTN Pertama yan dibangun sejak tahun 1954 ini, yang dikunjungi oleh Bung Karno, telah memberikan inspirasi dan dorongan bagi Bung Karno agar Indonesia juga suatu saat bisa membangun PLTN.
Peritiwa ini terjadi lebih 60 tahun yang lalu. Cita-cita untuk memiliki PLTN antara lain diwujudkan dalam bentuk penyiapan SDM/Tenaga Ahli bidang Energi Nuklir dengan membuka program studi Ilmu dan Tehnik Nuklir diberbagai Perguruan Tinggi dan mengirim sebagian dari mereka untuk program master dan doktoralnya ke berbagai negara.
Kemudian diikuti dengan membentuk kelembagaan dibidang Tenaga Nuklir seperti BATAN dan Bapeten, serta membangun 3 Reaktor Nuklir Experimen non komersial. Namun hingga hari ini belum ada dibangun PLTN Komersial yang mensupply listrik untuk masyarakat.
Sudah terlalu lama Proklamator Pendiri Bangsa bercita-cita dan berkeinginan agar bangsanya bisa mengikuti bangsa-bangsa lain yang lebih dulu menguasai teknologi dan membangun PLTN komersial srbagai salah satu syarat menjadi Negara Maju.
Sejak PLTN Pertama dibangun di Obnisk, kota kecil sekitar 100 km dari Moscow, hingga saat ini sudah lebih 35 negara telah membangun dan memanfaatkan PLTN untuk memajukan ekonomi negaranya. Konsumsi listrik dari nuklir saat ini sudah mencapai sekitar 16% dari total produksi listrik dunia.
Nyaris semua negara-negara yang saat ini termasuk Negara Industri Maju sudah sejak lama menjadi semacam ‘Club Elite PLTN Dunia’.
Bahkan negara-negara termasuk developing/emerging countries yang kemudian berubah naik klas menjadi Negara Industri Maju, juga sudah masuk dalam Club ini, seperti Korea, China, UAE dan Belarus.
Sedangkan India dan Pakistan sudah lama berhasil mengembangkan teknologi nuklir untuk persenjataan/bom, juga telah lama punya PLTN. Kini menyusul Turki, Mesir, Jordan, Bangladesh, dll.
Justru Indonesia yang pernah menjadi Pemimpin negara-negara New Emerging Forces yang sangat dihormati, sangat sangat tertinggal dalam bidang PLTN. Ketertinggalan ini bukan karena jumlah dan mutu SDM Nuklir Indonesia yang tertinggal, tetapi lebih karena ketakutan yang berlebihan pasca musibah Chernobyl dan Fukushima.
Padahal teknologi PLTN terus berkembang menjadi semakin aman, semakin efisien, semakin murah dan semakin bersih.
Sudah seharusnya sifat ragu-ragu dan penakut (= perot, bahasa Sasak) dari sebagian kecil masyarakat dan pemerintah supaya dihilangkan.
Akankah sifat penakut dan perot denganberbagai alasan yang menghambat kemajuan bangsa ini akan terus berlanjut sehingga rencana pembangunan PLTN akan terus jalan ditempat ???.
Mestinya TIDAK. Sebab bangsa besar ini juga berkeinginan agar ekonominya maju dan rakyatnya makmur dan sejahtera.
Kita harap Presiden Jokowi ya g juga menjabat sebagai Ketua DEWAN ENERGI NASIONAL (DEN) berkenan mencanangkan dimulainya Pembangunan PLTN di tanah air.
Ini sejalan dengan harapannya agar pada tahun 2045 bangsa besar ini sudah nenjadi Negara Industri Maju dengan pendapatan percapita diatas $20.000.
Saya berpendapat, tujuan tersebut bisa dicapai apabila PLTN masuk menjadi bagian dari Sistem Kelistrikan Nasional.
Sebab listrik dari PLTN menghasilkan stroom stabil 24 jam sehari 365 hari dalam satu tahun, cocok untuk menjadi base-load yang kuat untuk mendukung INDUSTRIALISASI.
Karena hampir semua industri/pabrik bekerja 24 jam. PLTN dibutuhkan guna mempercepat pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan energi bersih yang sejalan dengan Paris Agreement yg sudah kita ratifikasi menjadi Undang-Undang.