JAKARTA- Tiga orang pengguna dan pelanggan Telkomsel menggugat PT Telkomsel menyusul jebolnya data Denny Siregar beberapa waktu lalu. Gugatan class action akan didaftarkan pada tanggal 15 Juli 2020 di PN Jakarta Selatan dengan para tergugat yaitu, Tergugat 1 PT Telkomsel, Tergugat 2 PT Telkom, Tergugat 3 Singapore Telecom Mobile TTE/Singtel Mobile.
Pelanggan Telkomsel dengan Nomor Pelanggan (62812-1225-9688), (+62812-6380-6289), dan (+62821-1401-4020) melakukan gugatan perwakilan kelas (Class Action) Pelanggan Telkomsel atas kejadian yang menimpa pelanggan Telkomsel yang data-datanya dibuka ke Publik oleh Karyawan Telkomsel secara melawan hukum.
Tim Advokasi Pelanggan Telkomsel, Ferdinand Situmorang, SE menegaskan dalam Gugatan tersebut para pelanggan Telkomsel mengugat Telkomsel, setidaknya, ada 10 tuntutan yang diajukan oleh ketiga WNI Pelanggan Telkomsel ini.
“Class action dalam Pokok Perkara menuntut agar mengabulkan gugatan Penggugat untuk keseluruhan. Menyatakan perbuatan Para Tergugat yang telah menyalahgunakan dan/atau membocorkan data-data pribadi milik masyarakat Indonesia pengguna Telkomsel di Indonesia adalah Perbuatan Melawan Hukum,” tegasnya dalam rilis yang diterima Tungkumenyala.com di Jakarta Minggu (12/7).
Ia juga menuntut agar menghukum Para Tergugat untuk meminta maaf secara tertulis dan terbuka kepada Pemerintah Indonesia dan masyarakat Indonesia khususnya pengguna Telkomsel di Indonesia dengan cara dipublikasikan selama tujuh (7) hari berturut-turut di media massa nasional baik cetak maupun elektronik sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap.
“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk mengganti rugi. Ganti rugi berupa kerugian materiil sebesar Rp 200.933.320.000 (dua ratus milyar sembilan ratus tiga puluh tiga juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) dan kerugian imateriil sebesar Rp 15.976.660.000.000 Lima belas triliun sembilan ratus enam puluh tujuh milyar enam ratus enam puluh enam juta rupiah,” tegasnya.
Para Tergugat menurutnya juga patut membayar uang paksa (dwangsom) yang besarnya uang paksa (dwangsom) diputuskan berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan atau sebesar Rp 100 000.000 (seratus juta rupiah) setiap hari terlambat memenuhi isi putusan terhitung sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum yang tetap (incracht).
“Menetapkan dan meletakkan sita jaminan terhadap gedung kantor Telkomsel dan menghukum Para Tergugat, untuk tunduk dan taat terhadap putusan ini,” tegasnya.
Ferdinand mengatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum perlawanan, banding, kasasi, dan/atau upaya hukum lainnya (uitvoerbar bij vorraad).
“Para Tergugat patut juga membayar biaya-biaya yang timbul atas perkara ini,” ujarnya.
Ia menjelaskan, selain sebagai sarana SMS, layanan data internet dan telepon, fungsi kartu seluler Telkomsel semakin berkembang serta sudah bisa melakukan berbagai transaksi keuangan, pengiriman pulsa dan sebagainya. Kedudukan masyarakat Pelanggan Telkomsel yang menggunakan kartu seluler dalam Pasal 42 UU No. 36 Tahun 1999 merupakan “pelanggan” atau “pemakai”.
“Operator seluler dilarang memberikan informasi-informasi transaksi dan kegiatan pelanggan yang terjadi melalui kartu seluler Telkomsel tersebut kepada pihak lain tanpa sepengetahuan pemakai kartu seluler,” jelasnya.
Ancaman Yang Membahayakan
Menurutnya, selain Undang-Undang No 36 Tahun 1999, juga ada undang-undang melindungi informasi dalam pemakaian kartu seluler. Berkaitan dengan kasus Jebolnya data pribadi aktivitas Pelanggan Telkomsel Denny Siregar yang di publis di media sosial oleh karyawan Telkomsel, jelas-jelas menjadi ancaman yang akan merugikan dan membahayakan keselamatan dan privasi pelanggan Telkomsel selama ini yang jumlahnya ratusan juta Pelanggan
“Kedudukan hukum pengguna kartu seluler Telkomsel sangat jelas dikatakan berdasarkan Pasal 1 angka 9 dan 10 UU Telekomunikasi, yang dimaksud dengan “pelanggan” adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak,” katanya.
Sedangkan yang dimaksud dengan “pemakai” adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang tidak berdasarkan kontrak.
Kedua istilah tersebut sekilas hampir sama, yang membedakan adalah bahwa “pelanggan” adalah “pengguna” yang memanfaatkan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak sedangkan “pemakai” adalah “pengguna” jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang tidak berdasarkan kontrak.
“Definisi tersebut memberikan makna bahwa kedudukan masyarakat sebagai pengguna kartu seluler dapat disebut sebagai ‘pelanggan’ maupun ‘pemakai’,” katanya
Dengan demikian, menurutnya dalam konteks Pasal 42 UU Telekomunikasi, yang dimaksud pelanggan yang wajib dirahasiakan informasinya dalam pasal tersebut adalah pengguna kartu seluler baik pra bayar maupun pasca bayar.
Namun kewajiban untuk menjaga kerahasiaan informasi pelanggan tidak berlaku dalam hal informasi dibutuhkan untuk proses peradilan pidana (Pasal 42 ayat [2] UU Telekomunikasi) dan diminta oleh pengguna jasa telekomunikasi itu sendiri (Pasal 41 UU Telekomunikasi). Tidak ada eksepsi atau pengecualian lain selain 2 pengecualian tersebut.
Dalam Pasal 42 ayat (1) sangat jelas sekali dituliskan bahwa Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya
“Begitu juga, operator tidak diperbolehkan memberikan informasi transaksi dan data data pelanggan yang terjadi melalui kartu seluler tersebut kepada pihak lain tanpa sepengetahuan pemakai kartu seluler,” katanya.
Pasal 16 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (“PP Telekomunikasi”) mengatur bahwa “apabila pengguna memerlukan catatan/rekaman pemakaian jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyelenggara telekomunikasi wajib memberikannya”.
Dengan memahami keseluruhan kalimat dan norma dari Pasal 41 UU Telekomunikasi dan Pasal 16 ayat (2) PP Telekomunikasi sudah cukup jelas dikatakan bahwa hanya pengguna jasa telekomunikasi yang berhak mendapatkan catatan/rekaman pemakaian jasa telekomunikasi “dalam rangka pembuktian kebenaran pemakaian fasilitas telekomunikasi.”
“Artinya pengguna sebagaimana dimaksud menurut pendapat kami adalah “pelanggan”, karena pembuktian kebenaran secara de facto maupun de jure hanya diberikan kepada pihak yang memiliki hubungan hukum. Dalam hal ini hanya pelangganlah “pengguna” yang memiliki hubungan hukum dengan operator telekomunikasi,” katanya.
Telkomsel sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi (operator telekomunikasi) terbukti telah memberikan data data dan transaksi pelanggan atas nama Denny Siregar dan diberikan kepada pihak lain dan menerapkannya, maka menurut pendapat kami dapat dikatakan Telkomsel sebagai operator tersebut melanggar UU Telekomunikasi maupun PP Telekomunikasi
“Gugatan kelompok atau lebih dikenal dengan nama class action atau class representative adalah pranata hukum yang berasal dari sistem common law. Walaupun demikian, banyak juga negara-negara yang menganut sistem civil law (seperti Indonesia) prinsip tersebut diadopsi, seperti yang ada dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen yang baru,” ujarnya. (Lita Anggraeni)