JAKARTA – Wakil Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Wamendes PDTT) Budi Arie Setiadi mengungkapkan kemiskinan di desa meningkat dari 14,96 juta jiwa menjadi sekitar 20,06 juta jiwa.
“Pandemi Covid 19 mengakibatkan munculnya lebih dari lima juta “Orang Miskin Baru” di desa- desa seluruh Indonesia. Kasus positif tertular pandemi Covid 19 di desa jauh lebih kecil dari di kota. Ini membuat desa memiliki kemampuan bergerak lebih cepat untuk bangkit. Potensi pergerakan ekonomi desa sangat besar untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional,” jelas Budi saat menjadi salah satu narasumber Webinar Desbumi yang bertemakan “Upaya Perlindungian Ekonomi Perdesaan dan Perlindungan Pekerja Migran” Rabu (17/6) lalu.
Menurut Wamendes yang juga Ketum Projo ini, selain program Jaring pengamanan Sosial (JPS) termasuk Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD), kawasan perdesaan memiliki potensi untuk program Ketahanan Pangan, melalukan transformasi dan revitalisasi Bumdes dengan berbagai produk unggulan desa.
“Termasuk program Padat Karya Tunai Desa (PKTD) untuk meningkatkan daya beli masyarakat khususnya di desa. Kementrian Desa bekerja sama dengan berbagai kementerian dan lembaga lainnya melaksanakan program intensifikasi pertanian di 1,8 juta hektar lahan transmigrasi. Selain berguna menjaga ketahanan pangan, juga mengurangi ketergantungan impor khususnya produk–produk pangan. Kita harus mandiri. Bangsa ini mampu. Desa bisa diandalkan untuk memproduksinya” ungkap Budi.
Kepada Tungkumenyala.com dilaporkan, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra), Misbah Hasan memberikan tanggapannya atas pernyataan Wamendes. Dalam wawancaranya dengan desapedia.id hari ini (18/6), Misbah mengatakan bisa jadi kemiskinan di desa bertambah 5 juta orang, atau bahkan lebih mengingat desa menerima ‘bola muntah’ dari kemiskinan perkotaan karena tiadanya pekerjaan di kota.
Misbah menilai program BLT–DD dan PKTD yang saat ini sedang berjalan mungkin bisa memampukan orang desa sesaat, tapi tidak untuk jangka lebih dari 6 bulan. Apalagi, lanjut Misbah, pemerintah tidak bisa mengontrol penggunaan BLT–DD untuk perputaran ekonomi di tingkat desa.
“Yang harus diantisipasi adalah kerawanan sosial di lapisan bawah karena berlarut–larutnya penanganan covid–19 ini. Belum lagi, kita tahu bahwa skema program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) nanti justru banyak dinikmati oleh koorporasi dan BUMN, tidak menjangkau hingga ekonomi kecil di desa termasuk petani dan nelayan kecil di desa”, tegas Misbah. (Lita Anggraeni)