JAKARTA- Ketua Jaringan Pemuda Remaja Masjid Indonesia (JPRMI) DKI Jakarta Henda Yusamtha mengatakan 75 persen masjid yang memiliki jaringan pemuda dan remaja masjid di Jakarta sudah melaksanakan shalat Jumat (4/6).
“Ada 25 persen masjid yang belum melaksanakan shalat Jumat karena tidak siap dan alasan keamanan karena khawatir masjid berada di zona merah, pusat keramaian, atau jalan raya,” kata Henda dalam bincang-bincang Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yang diikuti melalui akun Youtube BNPB Indonesia di Jakarta, Kamis (11/6).
Henda mengatakan masjid-masjid yang melaksanakan shalat Jumat seluruhnya melaporkan sudah melakukan protokol kesehatan berupa pengaturan jarak antarshaf satu meter dan penggunaan masker.
Namun, belum semua masjid menerapkan pengukuran suhu dan penyediaan sarana mencuci tangan atau hand sanitizer. Ada masjid yang hanya memiliki satu pengukur suhu sehingga jamaah harus antre sehingga malah menjadi kerumunan.
“Ada juga masjid yang terpaksa menolak jamaah karena sudah terlalu penuh. Hal ini tentu perlu didiskusikan solusinya, apakah akan menerapkan dua gelombang shalat Jumat atau lainnya,” tuturnya.
Khusus untuk pengukuran suhu, JPRMI DKI Jakarta menyepakati suhu tubuh maksimal jamaah yang diperbolehkan untuk mengikuti shalat Jumat adalah 37,4 derajat Celcius.
JPRMI DKI Jakarta sudah merencanakan untuk melakukan penyemprotan disinfektan terhadap masjid-masjid di DKI Jakarta, bekerja sama dengan Dewan Masjid Indonesia.
“Target kami dalam sebulan bisa menyemprot 105 masjid di DKI Jakarta untuk membantu dewan kemakmuran masjid,” katanya.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin mengimbau umat Islam yang memang diketahui memiliki suhu badan tinggi untuk tidak memaksakan shalat Jumat di masjid.
“Edaran dari Kementerian Agama mengikuti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 37,5 derajat Celcius. Kalau suhu tubuh tinggi lebih mengikhlaskan diri tidak usah ke masjid, shalat di rumah saja,” tuturnya.
Evaluasi Shalat Jumat
Sementara itu, Kepada Tungkumenyala.com dilaporkan, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin mengatakan pihaknya akan mengevaluasi pelaksanaan Shalat Jumat pada masa pandemi COVID-19 yang pada Jumat (12/6) akan menjadi pelaksanaan kedua.
“Sepintas sudah ada laporan, masukan, dan informasi. Secara umum sudah menerapkan protokol kesehatan, tetapi ada beberapa yang tidak menerapkan jaga jarak, ada juga yang di Jakarta,” kata Kamaruddin dalam bincang-bincang Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yang diikuti dari akun Youtube BNPB Indonesia di Jakarta, Kamis.
Kamaruddin mengatakan Kementerian Agama akan menyurati kantor-kantor wilayah untuk memerintahkan para penghulu yang ada di kantor-kantor urusan agama (KUA) untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Shalat Jumat.
Tentang pelaksanaan Shalat Jumat di masjid-masjid yang tidak menerapkan jaga jarak, Kamaruddin mengatakan ada beberapa yang memang belum mendapatkan informasi, ada pula yang karena memang kapasitas masjid yang kecil.
“Sebenarnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa, meskipun ada perbedaan pendapat, yaitu tentang pelaksanaan shalat Jumat dalam dua gelombang,” tuturnya.
Menurut Kamaruddin, MUI memang menyarankan pelaksanaan shalat Jumat hanya satu kali dengan memaksimalkan potensi yang ada di sekitar masjid, misalnya pelataran atau jalanan di depan masjid.
Namun, bila memang tidak memungkinkan, kapasitas masjid terbatas sementara jumlah jamaah banyak, maka pelaksanaan shalat Jumat diperbolehkan dilakukan lebih dari sekali.
Sedangkan untuk hal-hal lain, seperti pengaturan ke luar masuk jamaah yang memungkinkan terjadi kerumunan, Kamaruddin mengatakan tidak akan diatur secara teknis. Dewan kemakmuran masjid dan jamaah dipersilakan melakukan inovasi dan improvisasi.
“Ini merupakan kerja bersama. Keterlibatan semua pihak sangat diharapkan. Kita harus bersama-sama bersinergi untuk melakukan hal-hal yang produktif,” katanya. (Lita Anggraeni)