JAKARTA- Disaat pemberlakuan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) udara di Jakarta disamping bersih juga pemandangannya tambah indah dan cantik. Seolah-olah Jakarta telah menggunakan listriknya dengan energi nuklir (PLTN), sepertinya sudah semua pakai kendaraan mobil listrik dan angkutan massal kereta api (MRT, LRT) dari listrik. Demikian pakar energy, Dr. Kurtubi kepada Tungkumenyala.com di Jakarta, Senin (8/6).
“Dengan demikian setiap orang, terutama masyarakat yang sudah berumur diatas 70 tahunan, bisa menjaga untuk hidup sehat, makan yang cukup, olah raga dan istirahat teratur,” kata Alumnus Colorado School of Mines, Amerika Serikat dan Institut Francaise du Petrole, Perancis ini.
Menurutnya disaat PSBB masyarakat Jakarta dapat menghirup udara yang bersih dan sehat dan melewati jalan raya yang tenang dari kendaraan bermotor berpolusi.
“Udara Jakarta menjadi bersih terbebas dari emisi karbon, debu dan polusi udara yang sehari-harinya akibat pemakaian energi fosil BBM, dan batubara untuk pembangkit listrik dan industri yang juga menghasikan emisi CO2, NOx, SOx dan debu yang menyebabkan polusi,” ujar Kurtubi yang juga anggota Dewan Pakar ICMI dan HIMNI ini.
Maka menurut Kurtubi, life expectancy (tingkat harapan hidup) rakyat Indonesia, khususnya Jakarta pastinya akan bisa meningkat menyamai bahkan bisa menyalip harapan hidup masyarakat dinegara-negara industri maju yang saat ini sekitar 85 tahun.
“Ini pelajaran penting agar pasca pandemik corona semestinya Indonesia sudah harus siap memanfaatkan energi nuklir yang terkenal bersih dengan emisi karbon dan debu paling kecil, bahkan nyaris nol (tidak ada),” tegasnya.
Ia menjelaskan, Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) diperlukan untuk menopang industrialisasi guna mempercepat pertumbuhan ekonomi. PLTN seharusnya sudah dimulai dengan roadmap,– rencana nyata untuk segera dibangun dalam waktu yang tidak terlalu lama, dalam beberapa tahun kedepan.
“Terlebih lagi, disamping PLTN itu listriknya bersih dan aman, juga cost listriknya per/kwh sekarang sangat bersaing. Bahkan dengan listrik dari PLTN berbasis Thorium bisa lebih murah dari energi fosil. Tunggu apalagi ?” tegasnya.
Kurtubi mengingatkan, Indonesia negara besar yang membutuhkan tambahan pembangkit listrik yang sangat besar. Untuk bisa menjadi negara industri maju di tahun 2045 atau paling lambat tahun 2050, negeri ini butuh tambahan pembangkit sekitar 4 x jumlah pembangkit listrik saat ini yang besarnya sekitar 65 GW, yaitu sebesar 260 GW sama dengan 260.000 MW.
“Kita harus segera memperbanyak energi bersih dari EBT, yakni energi nuklir, panas bumi, hydro, surya, angin, dan lainnya, untuk mengurangi,–bukan menghilangkan prosentase pemakaian batubara dalam energy mix nasional,” tegasnya. (Lita Anggraeni)