Salah satu dampak dari wabah Corona adalah dunia pendidikan. Ada baiknya pemerintah mengambil kebijakan memundurkan tahun ajaran baru. Seperti yang diusulkan oleh Pengamat pendidikan Ki Darmaningtyas, pengurus PKBTS (Persatuan Keluarga Besar Tamansiswa) di Yogyakarta menyorotinya buat pembaca Tungkumenyala.com. (Redaksi)
Oleh: Ki Darmaningtyas
KEMENDIKBUD telah meluncurkan kalender pendidikan Tahuan Ajaran 2020/2021 yang akan dimulai pada tanggal 13 Juli 2020. Ini artinya tidak ada perubahan tahun ajaran seperti yang diusulkan beberapa orang agar tahun ajaran baru dimundurkan mulai Januari sehingga tahun ajaran akan berlangsung seperti pada periode 1966 – 1977. Urgensi usulan memundurkan tahun ajaran baru itu antara lain dibawah ini.
Kita ikuti scenario yang optimis, bahwa ajakan Presiden Jokowi agar kita berdamai dengan virus Korona itu berhasil, dalam arti pergerakan masyarakat mulai muncul dan kegiatan ekonomi pun mulai ada. Apakah secara otomatis masyarakat masih memiliki kemampuan (pendanaan) untuk menyekolahkan anak-anak mereka? Bukankan masa 6 bulan ke depan adalah masa-masa sulit untuk mencari pekerjaan/usaha baru? Kondisi ekonomi dan psikologis masyarakat saat ini tidak memungkinkan orang tua memikirkan mencari sekolah baru, karena kebutuhan untuk survive sehari-hari saja sudah susah, masih dibebani pikiran untuk mencarikan sekolah anaknya yang akan masuk ke TK/SD/MI, SMP/MTs/SMA/SMK/MA/PT.
Kita ikuti skenario yang pesimis. Masa pandemi ini tidak jelas kapan akan berakhir. Bahkan pada saat tahun ajaran baru Juli pun belum berakhir. Apakah cukup manusiawi bila masyarakat masih dihadapkan pada masalah pandemi korona, dan sekaligus bingung mendapatkan Sembako, tapi harus memikirkan mencari sekolah baru bagi anaknya? Bisa-bisa banyak orang tidak menyekolahkan anaknya. Betul bahwa sekolah di SDN dan SMPN tidak bayar SPP. Tapi kebutuhan bersekolah tidak hanya SPP saja, SPP itu hanya 25% saja dari total kebutuhan anak sekolah di setiap jenjang pendidikan.
Bila bulan Juli virus korona belum pergi lalu tahun ajaran baru dimulai dan pembelajaran dilaksanakan seca online, tentu terasa ganjil karena para murid belum saling berkenalan, demikian pula antara guru dan murid juga belum berkenalan, tapi mereka sudah harus melaksanakan pembelajaran online. Kecuali itu, tidak semua orang tua dan daerah siap dengan pembelajaran online. Indonesia itu tidak hanya terdiri dari kelas menengah di perkotaan saja, tapi juga kaum miskin di perkotaan dan warga yang tinggal di daerah pesisir dan pedalaman yang jaringan listrik maupun sinyal HP belum tentu lancar. Kecuali itu, bila proses pembelajaran dilaksanakan secara online, termasuk untuk murid-murid, maka sesungguhnya ada yang hilang dari fungsi sekolah itu sendiri, yaitu sebagai ruang untuk membangun interaksi dan relasi sosial antara murid satu dengan lainnya maupun antara murid dengan guru. Pendidikan karakter juga sulit dilaksanakan ketika proses pembelajaran itu online karena kemampuan orang tua untuk membimbing itu berbeda-beda.
Sisi Positif Pemunduran Tahun Ajaran Baru
Tidak menambah beban masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah yang sekarang kondisinya sedang terpuruk. Kalau mereka masih dibebani dengan pencarian sekolah baru bagi anak-anak mereka, itu akan menambah stress mereka dan itu akan menurunkan imunitas mereka, akhirnya virus korona makin betah bercokol di Indonesia.
Dapat menghemat APBN yang dialokasikan untuk pendidikan, khususnya dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan BOP (Bantuan Operasional Pendidikan) untuk SMA/SMK/MA/PT selama satu semester (Juli – Desember). Realokasi dana tersebut dapat dipakai untuk mendukung penanangan Covid 19, di tengah pemasukan pajak yang minus.
Mengurangi kesenjangan proses dan kualitas pendidikan yang muncul selama pembelajaran dilakukan di rumah. Sekolah/kuliah di rumah itu diakui atau tidak menciptakan proses pembelajaran yang tidak seimbang anatra anak-anak orang mampu dan tinggal di perkotaan dengan anak-anak tidak mampu yang tinggal di perkotaan lantaran mereka mengalami keterbatasan akses internet. Juga antara daerah-daerah yang akses internetnya bagus dengan yang tidak. Bila Tahun Ajaran Baru dimulai Juli 2020 sementara pembelajarannya di rumah, maka yang dirugikan adalah anak-anak kurang mampu yang tinggal di perkotaan dan pedesaan maupun anak-anak yang tinggal di daerah yang jaringan internetnya masih terbatas.
Sisi Negatif Tahun Ajaran Baru
Bagi anak-anak Indonesia yang akan melanjutkan studi ke luar negeri, ada selisih waktu antara tutup tahun ajaran di Indonesia dengan sejumlah negara maju tempat anak-anak Indonesia akan melanjutkan sekolah di sana. Namun negara-negara itu juga punya keragaman tahun ajaran baru, seperti Jepang memulai tahun ajaran baru bulan April, AS bulan Juli, Inggris bulan September, tapi Singapura dan Australia mulai Januari.
Jadi alasan bahwa memulai tahun ajaran baru dari Januari dan berakhir Desember akan merugikan anak-anak yang akan melanjutkan studi ke luar negeri tidak sepenuhnya benar, Tergantung luar negeri mana yang akan dituju. Kalau Singapura dan Australia malah malah pas. Demikian pula kalau mau melanjutkan ke Jepang, menunggunya hanya empat bulan saja.
Kecuali itu, anak-anak yang akan melanjutkan studi ke luar negeri itu jumlahnya terlalu kecil, mungkin hanya satu persen saja dari total lulusan setiap tahunnya. Selisih waktu itu justru dapat dipakai sebagai persiapan agar tidak mengalami gegar budaya saat sampai ke negara tujuan.
Lalu Apa Tugas Guru?
Guru masih tetap mengajar (online) pada murid Kelas II – VI SD/MI, Kelas II-III SD/MTs serta SMA/SMK/MA. Dengan kata lain, mereka yang pada saat ini bersekolah akan mengalami perpanjangan satu semester, seperti yang terjadi pada tahun 1978 waktu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Dr. Daoed Joesoef memundurkan tahun ajaran baru dari Januari menjadi Juli. Tapi pemunduran tahun ajaran pada 2020 ini tidak akan terlalu menjadi beban karena anak-anak melakukan pembelajaran di rumah.
Demikian masukan ini disampaikan semoga dapat jadi masukan untuk mengambil keputusan