Masyarakat desa punya sistim pertahanan sendiri dalam menghadapi pandemi. Ditengah berbagai pembatasan, rakyat desa bisa membangun sistim untuk bisa makan dan saling berbagi. Dendik Rulianto, pimpinan Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Jawa Timur melaporkannya kepada Bergelora.com. (Redaksi)
Oleh: Dendik Rulianto
“Nyala jerami yang menyala-nyala di sawah adalah bukti bahwa desa masih bertenaga dan berdaya”–anonymous.
KONDISI pandemi corona yang mengglobal yang menyebabkan banyak korban jiwa di seluruh permukaan bumi. Pandemi yang tidak mengenal, suku, ras, strata sosial, agama, tingkat pendidikan membuat banyak Negara kalang kabut, tidak terkecuali Indonesia. Kondisi ini kemudian memaksa pemerintah harus belajar dari kasus penanganan pandemi dari berbagai Negara lainnya dalam menangani dan memutus siklus penyebaran virus covid 19. Salah satu langkah strategis yang kemudian diterapkan adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB( di berbagai kota di Indonesia. Himbauan menghindari kerumunan masa, physical distancing dan work from home menjadi pilhan pahit bagi pemerintah unutk diterapkan di Indonesia.
Kebijakan strategis yang diambil pemerintah seperti dua mata pisau yang siap memenggal banyak sektor masyarakat,–sosial, politik, ekonomi. Dampak nyata dari kebijakan ini adalah kemudian memicu menghilangnya banyak sektor pekerjaan untuk sementara waktu. Disisi lain banyak pabrikan dan UKM yang merumahkan karyawannya, keputusan ini menjadi problema sosial dan ekonomi tersendiri bagi masyarakat secara luas.
Untuk itulah berbagai skema bansos diluncurkan pemerintah untuk menangani kondisi social dan ekonomi dampak pandemi ini, dengan harapan untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat dalam fase pandemi dan pemulihan. Kementerian Keuangan RI mengatakan bahwa alokasi dana BLT yang digulirkan Pemerintah RI untuk penanganan covid 19 mencapai Rp110 triliun rupiah.
Situasi pandemik ini menyebabkan banyak pekerjaan hilang, sehingga pengangguran di desa semakin bertambah, jika ini berlanjut terus maka akan menyebabkan krisis ekonomi yang dampaknya kepada rakyat kecil sampai tingkat desa.
Untuk itulah harus ada terobosan inovatif dari PemDes dalam menghadapi situasi pandemi global ini, jika tidak akan menjadi bomwaktu, terutama urusan ketahanan pangan yang sangat rawan konflik jika situasi ini berlanjut menjadi krisis. Kita tidak bisa mengandalkan pemerintah pusat hingga daerah dalam menangani situasi yang carut marut ini, dibutuhkan kerjasama dari berbagai banyak pihak agar situasi ini segera selesai dan kedepan rakyat bisa tetap makan dan bertahan jika krisis pangan terjadi.
Kesehatan Atau Ekonomi
Banyak sektor ekonomi yang mengalami imbas dari pandemi, mulai dari kelompok pekerja informal yang menggantungkan hidupnya pada pendapatan harian untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya, hingga pekerja pabrikan, dan tidak terkecuali sektor budidaya ikan air tawar dan pertanian. Mahalnya pakan dan berkurangnya permintaan pasar, dikarenakan banyak daerah yang menerapkan PSBB, menyebabkan banyak pembudidaya ikan yang kemudian harus menutup usahanya untuk sementara waktu sembari menunggu situasi benar-benar kondusif, meskipun tidak ada yang bisa memastikan kapankah situasi ini akan berakhir.
Kondisi diatas yang kemudian memicu benturan isu antara kesehatan dan ekonomi. Banyak pertanyaan di seputar masyarakat kita, didahulukan mana antara kesehatan dan ekonomi dalam situasi pandemik ini, padahal keduanya harus tetap beriringan dan saling melengkapi. Analoginya adalah bagaimana mungkin orang bisa sehat tetapi tidak mempunyai uang yang cukup, taruhlah untuk beli bahan pangan bergizi keluarga .
tabilitas harga dan kelancaran jalur distribusi merupakan dua hal yang harus jadi perhatian pemerintah untuk melindungi produsen yang masih beroperasi. Karena jika terganggu menyebabkan dua efek yang kontradiktif,– di sisi lain barang akan naik di tingkat konsumen, sedangkan di tingkatan produsen akan terjadi aksi spekulan yang kemudian melemahkan produsen terutama petani dan peternak yang nilai tawarnya rendah dalam rantai pemasaran. Harus ada langkah kreatif dalam situasi ini.
Perlindungan Ekonomi dari Desa
Dalam kondisi yang serba kontradisi ini diperlukan perhatian dan langkah strategis dari pemerintah desa. Desalah pertahanan terakhir Negara, saat pandemi ini dan kedepan pasca pandemic covid 19. Maka sangat penting mulai sekarang membentengi desa dengan berbagai program dan strategi yang mampu mensejahterakan rakyat desa. Karena di desalah semua saat ini sumberdaya untuk bertahan hidup peradaban manusia tersedia. Mulai dari beras, sayuran, ikan, daging, telur dan semua ada di desa.
Satu langkah kecil yang strategis yang dilakukan di Desa Tanon, sebuah desa di utara Kabupaten Kediri,– adalah dengan membuat program pemberdayaan warganya dengan budidaya ikan lele. Harga pakan itu mencapai 60% dari total biaya produksi dalam satu siklus budidaya. Apalagi dalam kondisi saat ini yang semua semakin berat. Mau berhenti berusaha rakyat bertanya akan makan apa. Kalau diteruskan dengan cara lama maka beban yang ditanggung juga semakin berat dalam satu kali panen.
Melihat situasi ini, maka PemDes dan BumDes mengambil langkah strategis penyelamatan ekonomi warganya, meskipun hanya dalam lingkup kecil. Dengan menerapkan program pemberdayaan untuk para pembudidaya ikan desa agar mereka tetap bisa survive di dalam kondisi pandemik covid 19 yang belum tentu ujungnya ini.
Strategi yang dibangun PemDes adalah dengan membuat pakan ikan sendiri dengan bahan-bahan lokal yang gampang didapat. Sehingga mereka tidak perlu lagi membeli pakan pabrikan yang harganya makin melangit. Menariknya pembuatan pakan ini secara kolektif yang dikelola BumDesa dan kelompok ikan di Desa Tanon, dengan membeli mesin pembuatan pellet ikan. Dengan bahan baku untuk pellet ikan ini diharapkan akan menolong masyarakat desa untuk tetap bisa berusaha dan bertahan dalam masa pandemi ini.
Melihat program yang dikembangkan PemDes melalui BumDesa ternyata menguntungkan bagi para pembudidaya ikan lele yang tergabung dalam kelompok program. Maka kemudian banyak masyarakat Desa Tanon yang ikut bergabung dalam program tersebut. Responsif warga ini kemudian direspon oleh Bumdesa Tanon. Bagi warga yang tidak memiliki modal dan ingin budidaya lele seperti yang dikembangkan kelompok, maka Bumdesa Tanon menyedikaan dua skema kerjasama, yakni dengan sistem pinjam modal atau dengan bagi hasil yang relative besarannya sesuai kesepakatan. Sehingga kemudian warga yang tergabung dalam program ini sudah mencapai puluhan orang lebih, dengan demikian diharap akan menolong warga desa.
Dengan adanya perhatian dari pemerintah desa, sangat membantu warga yang berharap untuk tetap bisa berekonomi dalam situasi yang serba sulit ini. Karena jika mengandalkan pabrikan seperti yang biasa diterapkan seperti dulu, sangatlah memberatkan dan sudah tidak mampu lagi. Kalaupun ada keuntungan itupun sangat kecil. Itupun harus dengan syarat bahwa ikan lele dibudidayakan harus semuanya hidup.
Peduli dan Berbagi
Dalam menghadapi situasi pandemik yang dikhawatirkan bisa memicu krisis pangan, Kepala Desa Tanon menegaskan, bahwa desanya aman untuk kebutuhan pangan warga. Panenan bulan kemarin saja itu bisa di rumah untuk stok pangan. Sekarang sudah musim tanam kedua yang dalam 3 bulan ke depan akan panen.
Ada tradisi di desa yang diajarkan oleh nenek moyang untuk selalu berbagi kepada tetangga kanan kiri dan buruh tani yang bekerja di sawah. Bentuknya yakni setiap panen selalu membagikan sebagian dari hasil panen kepada masyarakat sekitar. Bahkan ada yang sampai mengelilingkan berasnya karena panenya terlalu luas. Tradisi ini yang terus dipertahankan sejak turun temurun dan itu menyebabkan desa tidak pernah mengalami paceklik, karena selalu saling peduli dan saling berbagi.
Tradisi turun temurun Desa Tanon dalam berbagi dalam bahan pangan saat panen padi merupakan modal sosial rakyat Desa Tanon dalam menghadapi masa-maasa sulit ini. Ini juga sejalan dengan arahan Presiden RI, yang menyerukan bahwa gotong royong dan saling peduli adalah kunci kita dalam perang menghadapi pandemi korona.
Pandemi ini telah memberikan sebuah pilihan yang lebih beradab dalam sejarah peradaban sosial masyarakat, mungkin juga politik dan budaya kita. Desa Tanon mengajarkan bagaimana perbedaan agama sudah tidak lagi menjadi sekat di masyarakat. Desa Tanon menjaga tradisi leluhurnya untuk tetap saling berbagai pangan kepada saudaranya meskipun berbeda kepercayaan.
Berbagaai bencana skala besar sudah pernah mampir di negeri kita, mulai dari erupsi gunung berapi, tanah longsor, banjir, tsunami hingga pandemi penyakit. Gerakan solidaritas dan kepedulian dari berbagai kalangan terbukti menjadi arus solusi yang massif. Desa Tanon adalah contoh kecil tentang kepedulian dan saling berbagi.