Home RumahPengasuhan Anak Hindari Cara Mendidik yang Bisa ‘Membunuh’ Potensi Anak Ini

Hindari Cara Mendidik yang Bisa ‘Membunuh’ Potensi Anak Ini

by admin

tungkumenyala.com – Anak dengan kemauan tinggi dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi menjadi harapan banyak orang tua. Sebab, kemauan dan rasa percaya diri sangat membantu anak lebih berani dan tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan tahan banting.

Sayangnya, banyak orang tua yang tidak sadar bahwa pola asuh yang mereka lakukan justru merusak kepercayaan diri anak-anak sehingga potensi anak tidak bisa tumbuh dan berkembang secara maksimal. Alih-alih menjadikan anak sebagai pejuang yang akan memenangkan hidup mereka, banyak orang tua yang justru membuat anak selalu bergantung dan berada dalam bayang-bayang orang tuanya.

Pola asuh yang seperti apa yang bisa ‘menghancurkan’ kepercayaan diri dan potensi anak? Berikut kami kutipkan dari CNBC Make It:

  1. Membiarkan anak lepas dari tanggung jawab

Sebagian orang tua enggan memberikan tugas rumah pada anak karena menganggap mereka belum dewasa. Padahal, melakukan tugas domestik di rumah sesuai umur anak dapat melatih mereka bertanggung jawab.

Selain itu, saat mengerjakan tugas rumah, anak-anak akan melihat diri mereka punya ketrampilan, mampu dan kompeten.

  1. Mencegah mereka melakukan kesalahan

Begitu banyak orang tua bergegas menyelamatkan anak-anak sebelum mereka jatuh atau berbuat kesalahan. Padahal, dari kesalahan itu anak bisa mengambil pelajaran. Mencegah anak berbuat salah ternyata merampas kesempatan mereka untuk belajar bagaimana bangkit kembali. Jadi, mulai sekarang biarkan anak melakukan kesalahan karena ini memberi kesempatan bagi anak untuk membangun kekuatan mental yang mereka butuhkan di kehidupannya di masa depan.

Disiplin memberi anak kepercayaan diri bahwa mereka dapat membuat pilihan yang lebih cerdas dan lebih sehat di masa depan, sementara hukuman membuat anak takut salah dan lantas berpikir bahwa mereka tidak mampu melakukan yang lebih baik.

  1. Menghukum, bukan mendisiplinkan

Banyak orang tua yang memilih menghukum untuk membuat anak megikuti perintahnya. Padahal yang dibutuhkan anak adalah belajar bahwa beberapa tindakan memiliki konsekuensi serius. Ada perbedaan besar antara disiplin dan hukuman.

Disiplin memberi anak kepercayaan diri bahwa mereka dapat membuat pilihan yang lebih cerdas dan lebih sehat di masa depan, sementara hukuman membuat anak takut salah dan lantas berpikir bahwa mereka tidak mampu melakukan yang lebih baik.

  1. Terlalu protektif

Banyak orang tua yang tidak ingin membiarkan anaknya sakit apalagi menderita, sehingga selau berupaya melindungi anaknya dari segala bentuk masalah ataupun ancaman. Ingat! orang tua adalah pemandu, bukan pelindung.

Biarkan anak-anak Anda mengalami kesulitan hidup, bahkan ketika hal itu menakutkan. Beri mereka kesempatan untuk menghadapi, mengenali dan menyelesaikan masalahnya sendiri. Karena dari masalahlah anak akan belajar sehingga mereka bisa tumbuh lebih percaya diri.

  1. Menghalangi anak merasakan emosi

Banyak orang tua langsung menghibur anak ketika mereka sedih atau menenangkan mereka ketika marah. Padahal, hal tersebut justru bisa menghalangi anak mengembangkan kecerdasan emosional. Anak tidak pernah tahu apa yang sebenarnya mereka rasakan dan bagaimana mengelolanya.

Jadi mulai sekarang, ketika si kecil sedih atau marah bantu mereka mengidentifikasi apa yang memicu emosi, lalu ajari mereka cara mengendalikan emosi tersebut. Berikan anak pemahaman yang membantu menjelaskan perasaan mereka sehingga anak akan lebih mudah menangani emosi tersebut dengan cara yang sesuai di masa mendatang.

  1. Mengajarkan mentalitas ‘korban’

Jangan pernah mengatakan hal-hal seperti ‘ayah/ibu tidak mampu membeli sepatu baru seperti anak-anak lain karena kami miskin’. Hal seperti itu justru memberikan kesan kepada anak bahwa Anda adalah ‘korban’ dari keadaan.

Daripada mengajarkan anak mental ‘korban’, dorong mereka untuk mengambil tindakan positif yang bisa membantu mereka merasa lebih percaya diri dengan kondisi dan kemampuan mereka.

  1. Menuntut kesempurnaan

Sah-sah saja punya harapan, tetapi berharap terlalu banyak ada konsekuensinya. Ketika anak-anak memandang harapan terlalu tinggi, mereka mungkin akan takut gagal. Buntutnya mereka jadi malas mencoba atau mereka mungkin merasa seolah-olah hal itu tidak akan pernah berhasil.

Sebaliknya, berikan harapan yang jelas untuk jangka panjang dan apresiasi anak ketika mereka berhasil meraih capaian-capaian kecil. Misalnya, kuliah adalah harapan jangka panjang, jadi bantu mereka menciptakan tujuan jangka pendek dalam upaya meraihnya (misalnya, mendapatkan nilai bagus, mengerjakan pekerjaan rumah, membaca).

Related Articles

Leave a Comment