tungkumenyala – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pengesahan RUU PPRT diterima oleh Wakil Presiden RI, Ma’ruf Amin di rumah dinas wapres di Jakarta pada Rabu (31/08/22). Koalisi RUU PPRT diterima bersama Gugus Tugas untuk percepatan RUU PPRT yang dibentuk Kantor Staf Presiden (KSP).
Gugus Tugas ini antara lain beranggotakan Wakil Menteri Hukum dan HAM selaku koordinator dan sejumlah menteri Kabinet Kerja dan Deputi V KSP, Jaleswari Pramodawardhani.
Wakil Presiden RI Maruf Amin menyambut baik audiensi dari koalisi masyarajat sipil ini. Menurut Wapres, hak untuk tidak didzalimi, tidak direndahkan dan tidak dieksploitasi adalah “huququl ibaad” atau hak-hak makhluk/hamba, sehingga ia mendukung sepenuhnya agar RUU PRT segera disahkan.
“Dengan RUU PPRT ini PRT dilindungi oleh hukum dari pelanggaran hak-hak tersebut,” ujarnya.
Dalam pertemuan tersebut, Eva Sundari selaku koordinator Koalisi untuk RUU PPRT menyampaikan fakta- fakta bahwa di Indonesia jumlah PRT diperkirakan mencapai 5 juta orang dengan tingkat kerentanan yang tinggi untuk mengalami eksploitasi dan kekerasan. Banyak PRT tidak menerima gaji dan perlakuan secara layak, tidak menerima bantuan bantuan sosial dan minim mendapatkan hak atas perlindungan sosial.
Dalam kesempatan yang sama, Ninik Rahayu dari Jalastoria menegaskan bahwa sudah hampir 20 tahun RUU PPRT di legislatif tetapi tidak kunjung disahkan. UU PPRT dibutuhkan untuk memberikan jaminan hukum dan pengakuan PRT sebagai pekerja.
Kedua aspek ini penting untuk sebagai jaminan pemenuhan hak PRT sebagai warga negara diperlakukan sama dengan warga lainnya dalam aspek kerja, sosial, ekonomi dan keamanan. Pada program bantuan sosial atau Bansos misalnya, menurut data Jala PRT banyak PRT yang tidak memperoleh Bansos.
“Maka pengakuan PRT sebagai pekerja ke depan akan sangat membantu,” ujarnya.
Wamenkumham RI, Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiarej menegaskan bahwa RUU PRT penting dan mendesak untuk memberikan pengakuan kepada PRT sebagai pekerja. UU PPRT juga akan memberikan perlindungan atas hak-hak dasar dan bentuk komitmen dari pemerintah bagi jutaan perempuan yang bekerja sebagai PRT.
“Selama ini Indonesia meminta negara penerima pekerja migran Indonesia untuk melindungi PRT asal Indonesia. Tetapi Indonesia sendiri belum memiliki hukum untuk perlindungan PRT di dalam negeri,” ujarnya.
Selama ini Indonesia meminta negara penerima pekerja migran Indonesia untuk melindungi PRT asal Indonesia. Tetapi Indonesia sendiri belum memiliki hukum untuk perlindungan PRT di dalam negeri
Sementara Deputi V KSP, Jaleswari Pramodawardhani mengatakan Gugus Tugas Percepatan RUU PPRT sudah melakukan konsinyering untuk menyamakan persepsi tentang pentingnya UU PPRT dan langkah-langkah strategis yang akan dilakukan.
Sementara menurut Anis Hidayah dari Migrant CARE, keberadaaan UU PPRT sangat berarti bagi bargaining position pemerintah Indonesia di mata negara penerima pekerja migran Indonesia. Mengingat 60-70% pekerja migran adalah perempuan dan bekerja sebagai PRT migran.
Ari Ujianto dari JALA PRT yang merupakan penggagas dan memperjuangkan RUU PPRT sejak 2004 menegaskan bahwa di Indonesia telah ada sekitar 13 ribu PRT yang telah diorganisir oleh JALA dan memiliki peran penting dalam mendampingi PRT yang hak-haknya dilanggar serta berpartisipasi dalam mendorong, mendesak dan meperjuangkan RUU PPRT.