JAKARTA- May Day 2020, merupakan momentum gerakan buruh internasional untuk menyatakan secara terbuka atas penderitaan rakyat yang semakin kompleks akibat ulah kapitalisme di masa senjanya, yang gagal melakukan pembangunan nasional yang bertumpu atas kepentingan rakyat yang paling mendasar. Hal ini ditegaskan oleh Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) dalam memperingati Hari Buruh Sedunia, 1 Mei 2020.
Ketua Umum Konfederasi KASBI, Nining Elitos menegaskan bahwa situasi krisis kesehatan dan krisis ekonomi ini adalah bukti bahwa kapitalisme telah gagal mensejahterakan rakyat. Sudah saatnya kaum buruh dan rakyat menemukan suatu sistem yang lebih baik yang mampu memberikan kesejehteraan bagi seluruh rakyat.
“Kami meyakini bahwa kekuatan rakyat dapat menjadikan dunia berubah menjadi lebih baik. Kekuatan rakyat dapat menjadikan dunia yang adil tanpa penindasan,” ujarnya dalam rilis yang diterima Tungkumenyala.com Jumat (1/5)
Oleh karena itu dalam momentum peringatan Hari Buruh Sedunia atau May Day yang merupakan peringatan perlawanan kaum buruh di seluruh dunia, Konfederasi KASBI sebagai bagian tak terpisahkan dari gerakan rakyat di Indonesia dan internasional mendesak Pemerintah dan DPR untuk segera membatalkan Omnibus Law secara keseluruhan karena kebijakan tersebut merugikan rakyat. Bukan penundaan dan bukan hanya klaster ketenegakerjaan.
“Mendesak Pemerintah untuk fokus menangani pandemi Covid-19 dengan menjamin perlindungan kesehatan, jaminan sosial dan jaminan ekonomi bagi rakyat, baik pada saat maupun paska pandemic Covid-19,” tegasnya.
KASBI juga menolak PHK dan pengurangan hak-hak buruh dengan alasan pandemi Covid-19. Untuk itu pemerintah Pemerintah, terutama instansi ketenagakerjaan, untuk bekerja optimal mencegah dan menanggulangi PHK dan persoalan ketenagakerjaan.
“Bayarkan THR tanpa penundaan. Jamin ketersediaan pangan dan bahan-bahan kebutuhan pokok rakyat, untuk seluruh rakyat Indonesia,” tegasnya.
Konfederasi KASBI menyerukan kepada seluruh kaum buruh Indonesia dan gerakan rakyat di Indonesia, untuk bangkit dan bersatu dalam program solidaritas bersama “RAKYAT BANTU RAKYAT, KAWAN BANTU KAWAN” untuk meningkatkan semangat juang dan menegakkan prinsip perjuangan dalam meraih moementum perubahan menuju kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, keadilan, dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
Terima Kasih Pekerja Medis
Selanjutnya Konfederasi KASBI menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada seluruh pekerja medis, tenaga kesehatan, dokter, perawat, bidan, kru ambulan, dll, yang kesemuanya telah bekerja dan berjuang untuk penanganan terhadap seluruh korban covid 19, mereka bekerja di bawah ancaman virus mematikan, mereka bekerja untuk kemanusiaan, mereka bekerja untuk kelangsungan hidup manusia atas manusia lainya. Hormat!
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Konfederasi KASBI, Sunarno mengingatkan perputaran delapan jam kerja yang dapat diperingati pada May Day 2020, genap berumur 204 tahun. Sejak aksi-aksi kaum buruh yang dimulai tahun 1806, hingga perjuangan delapan puluh tahun kemudian. Pada tanggal 1 Mei 1886, 400 ribu orang kaum buruh di Amerika, menuntut pengurangan jam kerja menjadi delapan jam kerja, dari tiga belas jam kerja sehari. Peristiwa yang kita kenal di Haymarket, sebagai tonggak sejarah May Day sedunia.
“Pada saat ini, peringatan Hari Buruh Sedunia atau Mayday, kita peringati di bawah suasana keprihatinan nasional dan internasional, karena pandemi COVID-19 dan krisis ekonomi yang semakin mendalam. Situasi yang semakin menempatkan kaum buruh dan rakyat miskin dalam kesengsaraan ini, disebabkan oleh sistem kapitalisme yang secara brutal menghisap mayoritas populasi dunia,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa kapitalisme menembus segala batasan untuk memenuhi nafsu akumulasi modal yang rakus. Mengekspoitasi alam tanpa mempertimbangkan kehidupan masa depan. Menghisap kaum buruh dan menghancurkan usaha-usaha mandiri rakyat kecil. Bahkan jalan perang pun ditempuh untuk meng-expansi modal. Akumulasi modal dari kapitalisme menjadi makin terkonsentrasi dan menjelma menjadi imperialisme global.
“Hal inilah yang sedang kita alami di Indonesia. Negeri yang pada tahun ini memperingati 75 tahun kemerdekaannya. Faktanya, selama 75 tahun kemerdekaan cita-cita untuk menjadi bangsa yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur masih jauh panggang dari api dalam kekuasaan yang menghamba pada kepentingan modal. Penguasaan sumber daya negeri masih dikuasai segelintir kaum pemodal sementara kaum buruh dan rakyat semakin menjadi kuli di negeri sendiri,” ujarnya.
Sunarno mengatakan, karena pandemi COVID19, kaum buruh Indonesia yang telah menjadi garda terdepan roda perekonomian di Indonesia ikut dihantam. Selain nyawa ribuan orang melayang akibat Covid-19, kaum buruh juga merasakan dampak PHK massal, kaum buruh juga banyak yang dirumahkan ataupun di liburkan dan hanya dibayar separuh dari pendapatan upahnya, bahkan tak sedikit yang tidak di bayar sama sekali selama dirumahkan/diliburkan.
“Situasi ini menjadi pemandangan kekinian yang tentu memukul sendi-sendi perekonomian rakyat,” ujarnya.
KASBI menegaskan, pilihan pemerintah untuk pemberlakuan PSBB di bawah pandemi, jelas-jelas, upaya pemerintah menghindari kewajiban karantina kesehatan yang diatur di dalam undang-undang untuk menjamin perekonomian rakyat, dan apalagi kesehatannya.
“Kondisi ini akan semakin diperparah dengan adanya ambisi dari penguasa dan pengusaha untuk mengesahkan Omnibus Law,” ujarnya.
Omnibus Law menurutnya merupakan produk dan perwujudan proposal para pengusaha yang diamini oleh penguasa, untuk semakin mengangkangi seluruh kehidupan bernegara demi kepentingan nafsu akumulasi modal.
“Tapi kaum buruh dan rakyat tak mudah dibohongi dengan mulut manis para pengusaha dan penguasa. Perlawanan terhadap Omnibus Law terus dilakukan dengan penuh militansi oleh kaum buruh, kaum tani, kaum miskin kota, mahasiswa, pelajar hingga kelompok masyarakat sipil,” ujarnya.
KASBI mengakui, perlawanan penuh militansi ini memang sempat menurun seiring dengan merebaknya pandemi Covid-19 di Indonesia dan di seluruh penjuru dunia. Pembatasan aktivitas dan mobilitas masyarakat menjadi permasalahan bagaimana perjuangan untuk kehidupan lebih baik tanpa Omnibus Law.
“Namun, kreativitas dan daya juang rakyat akan menemukan jalan untuk mengatasi permasalahan ini,” tegasnya. (Lita Angraeni)