tungkumenyala.com – Koordinator Jaringan Nasional untuk Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) Lita Anggraini mendesak DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Lita menegaskan, kebutuhan akan RUU PPRT sudah sangat mendesak karena PRT yang menjadi korban kekerasan terus berjatuhan.
Lita menambahkan, setiap hari JALA PRT menerima hampir 10 pengaduan. Pengaduan itu terutama dari keluarga yang mencari anak/saudara tapi tidak bisa dihubungi dan dilacak.
“Selain itu ada PRT yang ditipu penyalur, PRT yang tidak dibayar upahnya, PRT yang diisolasi sehingga dia bisa menghubungi kami secara sembunyi-sembunyi, PRT yang tidak diberi makan,” ujar Lita dalam diskusi yang digelar Koalisi Sipil untuk UU PPRT.
Lita menambahkan, hingga saat ini masih banyak pemberi kerja atau majikan yang memperlakukan PRT layaknya seorang budak. Ia mencontohkan, kekerasan yang menimpa Siti Khotimah baru-baru ini. Ia mengalami luka cukup parah akibat penganiayaan yang dilakukan oleh majikannya.
“Itu sudah sangat fatal ya. Jadi sampai sekarang di RS sulit begerak dia, diperlakukan tidak semestinya sebagai manusia,” lanjutnya.
Ada PRT yang ditipu penyalur, PRT yang tidak dibayar upahnya, PRT yang diisolasi sehingga dia bisa hubungi harus sembunyi-sembunyi, PRT yang tidak diberi makan,”
Lita menegaskan kasus yang menimpa Khotimah itu bagai fenomena gunung es yang menggambarkan banyaknya kasus kekerasan terhadap PRT yang tidak terkuak. Ia pun menyentil keras pola pikir masyarakat yang menurutnya masih terkungkung dalam pikiran perbudakan modern.
“Nah, itu kan kasus-kasus gunung es yang ada di rumah-rumah. Kuasa dan mindset masyarakat yang masih dalam perbudakan modern seperti, PRT dilarang untuk berkata tidak, berkata lelah, dan apa saja perintah dari pemberi kerja harus diiyakan,” terang dia.
Sehingga, Lita menegaskan bahwa dalam relasi kuasa yang menindas PRT, sudah sepatutnya PRT diberikan payung hukum guna melindungi mereka dalam pekerjaannya.
“Dalam relasi kuasa seperti itu sebagaimana KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), PRT dalam hubungan kerja ini juga perlu dapat perlindungan,” tegas Lita yang sudah mendampingi para PRT sejak dekade 1990an ini.
Seperti diketahui, RUU PPRT sudah masuk di parlemen sejak 19 tahun. Rancangan beleid ini sudah bolak balik keluar masuk dari daftar prolegnas DPR sejak 2004 silam.
Pada 2020, pembahasan RUU PPRT sudah disetujui di Badan Legislasi (Baleg DPR) namun dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus) tidak disetujui ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi RUU inisiatif DPR. adalah PDIP dan FPG yang tidka setuju beleid ini dibawa ke paripurna.
Bahkan, hingga Presiden Jokowi menyampaikan pernyataannya agar RUU PPRT segera disahkan pimpinan FPDIP belum bergeming. Puan tak mau buru-buru mengesahkan RUU PPRT dengan alasan mengutamakan kualitas. Sampai kapan para PRT harus menunggu untuk punya payung hukum? Harus berapa banyak lagi korban jatuh, agar RUU PPRT disahkan?