tungkumenyala.com – Nasib Naas dialami pekerja rumah tangga (PRT) asal Cianjur Jawa Barat bernama Riski Nur Askia. Berniat mengadu nasib dengan bekerja menjadi PRT di ibu kota, perempuan berumur 18 tahun ini justru menjadi korban kekerasan. Riski mengaku menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh majikannya berupa penyiksaan secara fisik maupun psikis.
Saat mengadu ke Kantor Staf Presiden (KSP), Selasa (25/10/2022) tubuh Riski terlihat masih lemah. Mukanya masih bengkak dan harus duduk di kursi roda. Dari dokter yang memeriksanya terungkap, sejumlah luka lebam ditemukan di kepala. Telinga Riski juga mengalami luka cukup parah.
Selama enam bulan bekerja di sana Riski sering dipukul, disiram dengan air cabai, hingga kekerasan verbal berupa ancaman-ancaman. Ia juga pernah ditelanjangi dan difoto, lantas diancam foto bugilnya akan disebar jika ia berani melaporkan apa yang dialaminya.
Tak cukup sampai di situ, Riski juga mengaku, tidak mendapatkan hak penuh atas pekerjaan yang sudah dia lakukan. Di mana, gaji yang dijanjikan yakni Rp 1.800.000 per bulan, selalu dipotong oleh majikan setiap dirinya melakukan kesalahan.
“Satu bulan saya digaji satu juta delapan ratus. Tapi selalu dipotong kalau saya melakukan kesalahan. Enam bulan kerja, saya hanya bisa bawa pulang uang dua juta tujuh ratus saja bapak,” ucap Riski lirih, saat mengadukan kekerasan yang dialaminya ke Kantor Staf Presiden.
Riski datang dengan didampingi Pamannya Ceceng, dan aktivis dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT). Ia diterima langsung oleh Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko, Deputi II Abetnego Tarigan, dan Tenaga Ahli Utama dr. Noch T. Mallisa.
Satu bulan saya digaji satu juta delapan ratus. Tapi selalu dipotong kalau saya melakukan kesalahan. Enam bulan kerja, saya hanya bisa bawa pulang uang dua juta tujuh ratus saja bapak”
Diterimanya kedatangan Riski bersama keluarga dan aktivis JALA PRT ini merupakan bagian dari KSP Mendengar, yakni program Kantor Staf Presiden untuk mendengar dan menyerap aspirasi masyarakat. Dan pada saat bersamaan, Kantor Staf Presiden juga menggelar Rapat Tingkat Menteri (RTM) membahas percepatan penyusunan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) bersama stakeholder.
Kepada Moeldoko, Riski pun menceritakan awal mula dirinya bekerja sebagai PRT pada sebuah keluarga, di kawasan Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Ia mengatakan, bahwa pekerjaan tersebut ditawarkan oleh tetangganya, yang kemudian difasilitasi oleh sebuah yayasan. Namun, Riski tidak tahu pasti, apakah yayasan yang menyalurkannya bekerja tersebut resmi atau tidak.
“Prosesnya hanya satu hari. Setelah itu saya diantar di pinggir jalan, dan di situ saya dijemput oleh majikan, gitu aja prosesnya,” terangnya.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan keprihatinannya atas peristiwa yang yang dialami oleh Riski Nur Askia. Ia pun memastikan, Kantor Staf Presiden akan mendalami persoalan tersebut, dan mencarikan solusi terbaik untuk penanganan kesehatan baik secara fisik maupun psikis.
Panglima TNI 2013-2015 ini juga menegaskan, apa yang dialami oleh Riski akan menjadi pendorong untuk percepatan penyelesaian RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).
“Saat ini Kantor Staf Presiden bersama stakeholder menyusun RUU PPRT. Dan apa yang dialami oleh ananda Riski ini, akan menjadi endorsement yang kuat untuk semakin semangat menyelesaikan RUU PPRT, supaya tidak ada korban lain,” pungkas Moeldoko.
Atas rekomendasi Kantor Staf Presiden, Riski dirawat medis di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD), Gatot Soebroto Jakarta. Riski menjalani perawatan dan visum guna kelengkapan proses hukum atas kasus kekerasan yang dialaminya