tungkumenyala.com – Kekerasan terhadap pekerja rumah tangga kembali terjadi. Kali ini kekerasan dialami PRT berinisial R yang menjadi korban penyiksaan majikannya sendiri, pasangan suami istri berinisial YK dan LF. Peristiwa itu terjadi di Desa Cilame, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Kini pasutri tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Mapolres Cimahi. Kekerasan yang dialami R ini diungkap pada Minggu (30/10/2022) saat seorang warga melintas di depan rumah pelaku dan mendengar isak tangis perempuan. Dari balik jendela kaca, ia melihat R dengan sejumlah luka lebam di wajahnya.
Karena iba melihat kondisi korban, ia lantas memanggil aparat keamanan dan warga setempat. Karena pintu rumah dalam kondisi tergembok, karena sang pemilik rumah sedang belanja di luar, maka warga beramai-ramai menjebol dengan menggunakan linggis.
Korban R lantas dibebaskan, dan kasusnya dilaporkan ke polisi. Dari penyelidikan polisi terungkap fakta mengenai cara pasangan tersebut menyiksa R. Kadang mereka menggunakan tangan kosong, namun tak jarang juga menjadikan perabotan rumah tangga sebagai senjata untuk menyiksa.
“Satreskrim Polres Cimahi telah mengamankan dua pelaku atau dua tersangka dengan inisial YK dan LF, dua-duanya berusia 29 tahun, tersangka diamankan terhadap perbuatannya yaitu melakukan penganiayaan terhadap ART atau asisten rumah tangga,” kata Wakapolres Cimahi Kompol Niko N. Adiputra, dalam jumpa pers di Mapolres Cimahi, Senin (31/10/2022).
Selain disiksa, R juga disekap di dalam rumah dan dilarang untuk berkomunikasi dengan siapa pun. Ponsel milik perempuan malang asal Limbangan Garut ini juga disita kedua pelaku.
“Perbuatan atau tindakan pelaku ini masuk kaidah merampas kemerdekaan atau disampaikan dengan penyekapan yang disertai dengan adanya perbuatan secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau pengeroyokan dan penganiayaan,” ucap Niko.
Dari hasil pemeriksaan awal, penyiksaan yang dialami R sudah terjadi sejak Agustus. R sendiri sudah bekerja di rumah pelaku sejak Mei 2022. Akibat kekerasan ini, korban menderita sejumlah luka lebam di bagian wajah dan punggungnya.
Akibat kekerasan ini, sambung Niko, korban menderita sejumlah luka lebam di bagian wajah dan punggungnya. Dari hasil pemeriksaan awal, penyiksaan yang dialami R sudah terjadi sejak Agustus. R sendiri sudah bekerja di rumah pelaku sejak Mei 2022.
“Terjadi dari mulai Agustus sampai dengan Oktober, jadi kurun waktu tiga bulan itu masih kami dalami penyebab dan bagaimana terjadinya,” ucap Niko.
Akibat perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 44 UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang KDRT subsider Pasal 33 dan atau Pasal 170 juncto Pasal 351 KUHP, dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun.
Ini merupakan kekerasan terhadap PRT kedua yang terungkap dalam sepekan terakhir. Dimintai pendapatnya soal kejadian ini, Koordinator Jala PRT Lita Anggraeni mengatakan kekerasan terhadap PRT ini tak lepas dari ketiadaan perlindungan hukum bagi PRT.
Hingga saat ini tak ada aturan yang mengatur pengawasan dalam perekrutan maupun penempatan kerja bagi PRT. PRT belum diakui sebagai pekerjaan, sehingga sering dipandang rendah. Jutaan PRT juga bekerja tanpa adanya jaminan sosial. Menurut Lita, pihaknya telah menyuarakan hak-hak pekerja rumah tangga sejak 18 tahun silam, namun hingga saat ini belum mendapatkan titik terang.
”Jadi perlakuannya seperti perbudakan modern. Yang menjadi persoalan adalah RUU Perlindungan PRT yang sudah 18 tahun kita proses masih tertahan di DPR, jadi artinya itu tidak ada keadilan di negara di dalam situasi kerja profesi PRT,” ujarnya, Senin (31/10/2022).
Ketiadaan payung hukum ini membuat PRT rentan mengalami kekerasan. Untuk itu JALA PRT dan sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Sipil untuk UU PPRT terus memperjuangkan disahkannya UU PPRT. Belajar dari Filipina, setelah UU perlindungan PRT disahkan angka kekerasan terhadap PRT dapat ditekan.
Lita memaparkan, hingga saat ini belum ada pencatatan yang dilakukan terhadap para PRT. Seharusnya, ujarnya, saat akan bekerja para PRT melaporkan dirinya ke desa melalui pihak penyalur maupun secara mandiri untuk menginformasikan situasi kerja. Begitu juga di wilayah kerja, penyalur dan pemberi kerja harus melaporkan ke RT RW atau kelurahan setempat. Dengan demikian ada pengawasan dan perlindungan bagi PRT.