tungkumenyala.com – Kinerja Pemerintah Indonesia terkait pelaksanaan pemenuhan, pemajuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia akan dilaporkan dan ditinjau kembali dalam Siklus Keempat Peninjauan Berkala Universal (4th Cycle Universal Periodic Review (UPR) yang akan diselenggarakan pada 9 November 2022 mendatang.
Ini merupakan laporan Pemerintah Indonesia keempat kalinya di UPR. Sebelumnya Indonesia juga telah menyampaikan laporannya pada tahun 2008, 2012 dan tahun 2017. Di samping laporan Pemerintah Indonesia, peninjauan UPR juga didasarkan kompilasi laporan oleh PBB, laporan dari organisasi masyarakat sipil, organisasi regional dan laporan dari lembaga nasional HAM (LNHAM).
Pada Sidang UPR Siklus ke-3 tahun 2017, Pemerintah Indonesia mengadopsi total 167 rekomendasi dari 225 rekomendasi yang disampaikan 110 delegasi negara. Berdasarkan catatan Komnas Perempuan, dari 225 rekomendasi tersebut, sekurangnya terdapat 64 rekomendasi yang secara langsung menyoroti isu-isu perempuan, termasuk Ratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak PRT dan Optional Protocol CEDAW.
Ratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak PRT bisa diwujudkan dengan merilis berbagai kebijakan perlindungan pekerja rumah tangga (PRT). Seperti diketahui, hingga saat ini Indonesia belum memiliki beleid yang melindungi PRt yang jumlahnya diperkirakan mencapai 5 juta orang.
Perjuangan sejumlah organisasi masyarakat sipil demi disahkannya Undang-undang Perlindungan PRT (UU PPRT) yang dilakukan sejak akhir dekade 90an hingga kini belum membuahkan hasil. RUU PPRT masih terganjal di Badan Musyawarah DPR setelah pimpinan dua fraksi di DPR tidak setuju RUU ini dibawa ke paripurna untuk disahkan menjadi RUU inisiatif DPR.
Ratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak PRT dan Optional Protocol CEDAW menjaid salah satu rekomendasi yang diterima Indonesia di Sidang UPR siklus ketiga pada 2017 lalu.
Selain perlindungan bagi PRT yang mayoritas perempuan, rekomendasi lain untuk Indonesia adalah:
- Menghapus kekerasan seksual dengan memperkuat legislasi dan menghukum seluruh tindak kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak perempuan, menghentikan impunitas, mengurangi pelecehan seksual termasuk di tempat kerja;
- Menghapus praktik berbahaya seperti pemotongan dan pelukaan genitalia perempuan (P2GP), pernikahan anak dan pemaksaan perkawinan kepada anak, serta menaikkan usia pernikahan menjadi 18 tahun;
- Memastikan implementasi UU PKDRT untuk melindungi perempuan dan kelompok rentan, pemberdayaan perempuan korban dan memutus impunitas pelaku kekerasan terhadap perempuan;
- Perlindungan pekerja migran dengan instrumen hukum yang mengikat, melindungi pekerja migran dari tindak perdagangan orang, mengefektifkan Satgas anti perdagangan orang sampai ke berbagai wilayah di Indonesia;
- Hak atas kesehatan reproduksi dan seksual melalui akses pendidikan reproduksi dan seksual, menurunkan angka kematian ibu dan bayi, akses layanan kontrasepsi bagi yang menikah maupun yang tidak menikah, kehamilan usia anak, memerangi HIV/AIDS, meningkatkan kesehatan ibu dan anak;
- Perlindungan perempuan melalui instrumen hukum dan perundang-undangan sesuai dengan konvensi CEDAW dan membahas RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender;
- Penghapusan kebijakan diskriminatif yang menyasar perempuan dan kelompok minoritas dengan cara meninjau ulang dan membatalkan kebijakan yang menghambat hak-hak yang dijamin Konstitusi RI baik hak perempuan, hak kelompok minoritas agama/kepercayaan maupun etnis, dan minoritas seksual;
- Pendidikan gender dan HAM perempuan bagi polisi dan aparat penegak hukum;
- Meningkatkan representasi perempuan di ranah politik dan pengambil keputusan di lingkungan pemerintahan; dan
- Memperkuat posisi Komnas Perempuan sebagai lembaga nasional HAM.
Peran Komnas Perempuan
Sebagai mekanisme HAM nasional bagi hak-hak perempuan, Komnas Perempuan terlibat aktif dalam berbagai mekanisme HAM regional dan internasional. Komnas Perempuan telah mengirimkan laporan UPR secara independen terkait capaian kemajuan maupun tantangan pemenuhan hak-hak perempuan, khususnya terkait penghapusan kekerasan terhadap perempuan, sebagaimana direkomendasikan Komite UPR kepada Pemerintah Indonesia pada UPR Siklus ke-3 tahun 2017.
Dalam catatan Komnas Perempuan, pemerintah telah menindaklanjuti beberapa rekomendasi. Di antaranya adalah menaikkan umur menikah bagi anak perempan menjadi 19 tahun; mengesahkan UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran.
“Namun demikian, aturan pelaksana kedua UU ini masih belum sepenuhnya tersedia,” ujar Ketua Komnas Perempuan, Andi Yentriyani dalam jumpa pers yang digelar pada Jumat (4/11/2022) yang dihadiri tungkumenyala.
Sementara itu, sejumlah tindak lanjut rekomendasi perlu ditinjau ulang untuk memastikan kemajuan yang lebih berarti. Setidaknya ada 18 isu kekerasan terhadap perempuan di berbagai ranah yang penting mendapatkan perhatian, yaitu Kekerasan Seksual; Penyiksaan Berbasis Gender; Praktik-praktik Berbahaya (Pelukaan dan Pemotongan Genitalia Perempuan; Praktik Berbahaya atas Nama Tradisi; Tes Keperawanan. Akses perempuan pada Keadilan juga dinilai masih kurang; Hak Kesehatan Reproduksi dan Seksual Kelompok Rentan.
Salah satu yang menjadi sorotan dari tahun ke tahun adalah Peraturan dan Kebijakan Diskriminatif serta Diskriminasi Berlapis. Komnas Perempuan melihat pada 2020 ada penurunan jumlah kebijakan yang diskriminatif meski pada saat yang sama juga lahir Perda diskriminatif.
“Untuk itu Komnas Perempuan mendesak perhatian khusus pada Peraturan-peraturan Daerah yang Diskriminatif; Minoritas Religius; Minoritas Seksual; Perempuan lansia, dan Perempuan dengan Disabilitas.” imbuh Andi.
Komnas Perempuan juga mendorong pemerintah Indonesia untuk bersikap terbuka dalam seluruh proses sidang termasuk pelaporan dan penerimaan masukan serta rekomendasi demi pemenuhan dan pemajuan HAM, termasuk HAM Perempuan di Indonesia.
“Delegasi Pemerintah Indonesia agar mengadopsi sebanyak mungkin rekomendasi yang disampaikan berbagai negara anggota PBB kepada Indonesia dan mengambil langkah efektif dalam pelaksanaan rekomendasi-rekomendasi tersebut,” pungkas Andi Yentriyani.