Home Suara PRT Hari PRT Nasional: Gerak Bersama PRT Dimulai dari Tangerang

Hari PRT Nasional: Gerak Bersama PRT Dimulai dari Tangerang
Menuntut Pengesahan RUU Perlindungan PRT

by admin

Jakarta – Inilah realitas hingga hari ini. Pekerja rumah tangga (PRT) masih menjadi  elemen masyarakat yang kerap dipandang sebelah mata. Diperlakukan semena-mena dan mengalami diskriminasi dari berbagai aspek. Mulai gaji yang tak layak, minim jaminan kesehatan dan sosial dan rentan terhadap kekerasan dan pelecehan. 

Survei yang dilakukan Jaringan Nasional Advokasi (Jala) PRT pada Desember 2020,  82% dari 668 PRT yang disurvei mengatakan tidak bisa mengakses Jaminan Kesehatan Nasional sebagai peserta Program Penerima Bantuan Iuran.. Sementara hasil survei JALA PRT pada Agustus 2021, angka itu meningkat menjadi 86% dari 743 PRT yang disurvei. Kekerasan terhadap PRT juga masih terjadi.

Fakta ini menunjukkan, pentingnya publik turut memberikan dukungan bagi pengesahan RUU Perlindungan PRT. RUU Perlindungan PRT adalah bentuk kehadiran Negara dalam menjamin dan melindungi hak-hak warganya, dalam hal ini PRT. Di antaranya, mengakui PRT sebagai pekerja, memberikan jam kerja layak dan libur mingguan, upah yang layak, jaminan sosial, hingga menjamin perlindungan kesehatan dan kesejahteraan. 

Untuk itu,  Aliansi Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia menggelar aksi Gerak Bersama Mendukung Pengesahan RUU Perlindungan PRT di 7 kota di Indonesia yaitu Tangerang, Yogyakarta, Tangerang Selatan, Semarang, Makassar, Medan dan DKI Jakarta. Acara ini merupakan rangkaian peringatan Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Nasional yang jatuh pada 15 Februari 2022.

Dalam acara ini, Aliansi Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja yang terdiri dari AJI Indonesia, AJI Jakarta, FSPBI, JALA PRT, Institut Sarinah, IWE, Kohati, Konde.co, Perempuan Mahardhika, Mitra Imadei, Operata Panongan Tangerang, Operata Sedap Malam Jakarta Selatan, Rumpun Gema Perempuan, Sindikasi, Sahdar, SPRT Paraikatte Sulsel, SPRT Sumut Medan, SPRT Sapulidi DKI Jakarta, SPRT Tangerang Selatan, SPRT Tunas Mulia DIY, Solidaritas Perempuan Yogyakarta dan YLBHI akan bersama-sama menyuarakan sikap mereka sebagai berikut: 

 1.      Menyuarakan keprihatinan persoalan PRT karena berbagai irisan bias gender, kelas, feodalisme, ras yang selama ini dibiarkan terus menerus secara sistematis dan mengakibatkan dehumanisasi, eksploitasi, berbagai bentuk pelecehan, kekerasan eksklusi (peminggiran) sosial ekonomi budaya dan hukum terhadap PRT.

2.      Menyuarakan keprihatinan bahwa demokrasi telah didominasi kaum elit sehingga kepentingan kerakyatan menjadi terabaikan termasuk RUU PPRT yang dijegal berkali-kali oleh berbagai elit di DPR.

3.     Mengumandangkan seruan para penyelenggara negara untuk mengembalikan arah Politik Berdasar Kesadaran Kemanusiaan agar manusia tetap menjadi manusia dan bermanfaat bagi sesama manusia yang papa dan tak seorang pun boleh ditinggalkan dalam Pembangunan.

4.    Seruan bersama kepada DPR RI dan Presiden bagi Pengesahan RUU  PPRT demi menjaga martabat kemanusiaan warga PRT dan pemberi kerja.

Aksi dimulai , mulai hari Rabu (9/2/2022).dari Kota Tangerang.

“Kami mendesak perwujudan segera ada UU Perlindungan PRT yang sudah 18 tahun di DPR,” kata Siti Rahma dalam acara itu.  

Melindungi Hak-hak PRT Juga Bagian Menjamin HAM

Kepala Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Zainal Arifin menegaskan PRT harus mendapat jaminan perlindungan. Menurutnya, selama ini dibandingkan dengan kelas pekerja lain, PRT menjadi kelompok paling rentan. Ironisnya, UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 pun, tak mengakui PRT sebagai pekerja. 

Dalam UU itu disebutkan, status pekerja hanya disematkan bagi mereka yang melakukan produksi barang dan jasa yang memiliki “nilai”. Artinya, kerja-kerja yang dilakukan PRT selama ini masih belum dianggap sebagai sebuah “nilai” yang diakui UU di negara ini.  

Menurut Zainal, kondisi ini memiliki konsekuensi PRT selama ini jadi tidak memperoleh hak-hak dasar sebagai pekerja. Seperti, jaminan kesehatan, jaminan sosial dan yang berkaitan dengan perlindungan terhadap kecelakaan kerja, jam kerja dan sistem pengupahan. Padahal, hal tersebut termasuk dari hak asasi yang melekat pada diri manusia.  

“Kita berbicara mengenai HAM yang kemudian tidak didapatkan oleh PRT, tentu saja ini berbenturan dengan negara (Indonesia) sebagai negara hukum atau negara yang menjamin HAM setiap warganya,” tegas Zainal dalam jumpa pers mengenai aksi ini pada Selasa (8/2/2022).  

Dia menilai, tertundanya pengesahan RUU PRT yang telah mangkrak bertahun-tahun lamanya, adalah bentuk ketidakseriusan negara dalam komitmen ataupun tidak adanya kemauan politik (political will) untuk melindungi hak-hak PRT. 

Related Articles

Leave a Comment