tungkumenyala.com – Serikat pekerja rumah tangga (SPRT) terus melanjutkan road shownya untuk mendesak pengesahan RUU Perlindungan PRT (RUU PPRT). Pada hari Selasa mereka menemui FPKB di Komplek Gedung DPR, sedangkan keesokan harinya mereka menemui Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat di Rumah Dinasnya di Jl Raya Denpasar.
Beberapa anggota Koalisi Sipil untuk UU PPRT ikut menemani memperkuat semangat para ibu-ibu PRT antara lain Damairia Pakpahan dari Komunitas Pemberi Kerja dan Lita Anggraini dari Jala PRT. Dua PRT korban kekerasan turut hadir dalam rombongan SPRT yaitu Toipah dari Brebes dan Riski dari Cianjur.
Dialog dengan Lestari Moerdijat yang akrab dipanggil Rerie berjalan akrab dan hangat karena sejak lama Ibu Rerie sudah mendukung adanya UU PPRT.
“Saya punya keyakinan bahwa UU PPRT akan disahkan karena memang dibutuhkan oleh dua pihak sekaligus yaitu PRT dan Pemberi Kerja,” kata Rerie.
Damairia Pakpahan setuju dan menguatkan. Menurutnya, dia dan beberapa pemberi kerja (majikan) sudah mempraktekkan pasal-pasal RUU PPRT dan dampaknya dua belah pihak merasa tenang dan nyaman. Ada kepastian hukum melalui pembuatan perjanjian kerja.
Damairia menambahkan bahwa Komunitas Pemberi Kerja akan membuat kegiatan sosialisasi berbagi pengalaman mengikis kekhawatiran para pihak yang masih ragu mendukung RUU PPRT.
“Alhamdulillah, semakin banyak yang bergabung dan Insyallah indeks kebahagiaan Indonesia akan bisa meningkat drastis setelah pengesahan UU PPRT,” sambung Damairia.
Siti anggota SPRT Sapulidi yang hadir dalam pertemuan untuk mendorong pengesahan RUU PPRT mengamini pendapat ini.
“Adanya kontrak kerja membuat kami tenang bekerja karena kami merasa berharga dan diorangkan sehingga kami juga melakukan hal yang sama kepada para bos.” ujarnya.
Jala PRT juga berkerjasama pula dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk mendorong keikutsertaan para PRT ikut asuransi BPJS.
“Pengesahan UU PPRT akan membantu BPJS mencapai target kepesertaan dalam asuransi dan program perlindungan sosial dari Pemerintah semakin efektif,” kata Lita Anggraini.
Sejumlah pemberi kerja (majikan) sudah mempraktekkan pasal-pasal RUU PPRT dan dampaknya dua belah pihak merasa tenang dan nyaman. Ada kepastian hukum melalui pembuatan perjanjian kerja.
Dukungan untuk pengesahan RUU PPRT juga diungkapkan Wakil Ketua DPR Moehaimin Iskandar dan Fraksi PKB. Ia kembali menegaskan pengesahan RUU PPRT harus menjadi prioritas dan didukung semua pihak, termasuk pemerintah dan fraksi-fraksi di DPR RI. Sebab, mewujudkan perlindungan terhadap pekerja rumah tangga adalah bagian dari upaya menegakkan prinsip hak asasi manusia.
“Saya sangat berharap, mari kita semua fraksi dan pemerintah supaya memprioritaskan demi kemanusiaan kita, harkat, dan martabat warga bangsa. Mari kita sukseskan dan kita jadikan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga,” ujar politisi yang kerap disapa Gus Muhaimin saat menerima perwakilan Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) di Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta pada Selasa (10/01/2023).
RUU PPRT pertama kali diusulkan pada tahun 2004 dan baru masuk tahap pembahasan menjadi RUU pada 2010 lalu. Gus Muhaimin mengatakan, pembahasan RUU PPRT sudah terlampau lama, terlebih mencuatnya kasus-kasus kekerasan terhadap PRT sudah seharusnya menjadi dasar urgensi pembahasan RUU tersebut.
“Pembahasan pengesahan RUU PRT ini sudah sangat lama. Saya saksikan sudah 15 tahun lebih, terutama akhir-akhir ini mencuat karena eksploitasi, penyiksaan, dan berbagai kasus kekerasan serta tidak terpenuhinya hak PRT terjadi di mana-mana,” ujarnya.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menambahkan, pola kerja PRT dengan majikan yang cenderung bersifat kultural dan kekeluargaan tidak memiliki acuan hukum yang konkret, terutama terkait perlindungan hak-kewajiban PRT dan majikan. Dalam kesempatan tersebut, ia menegaskan bahwa seluruh hubungan kerja sudah seharusnya diatur dan bersifat formal.
“Kita tahu pola hubungan kultural begitu tidak memiliki (aturan mengenai) gaji yang memadai, nah ini bisa diatur dalam klausul-klausul undang-undang. Tidak ada satu pun hubungan kerja yang tidak diatur. Sehingga, RUU PRT itu mendesak (disahkan) karena hubungan kerja PRT itu nyata ada dan membutuhkan perlindungan,” tegas cak Imin.
Gus Muhaimin mengingatkan pemerintah untuk segera menyusun aturan tentang perlindungan PRT sembari menunggu pembahasan dan pengesahan RUU PPRT di DPR RI.
“Sebelum RUU PRT ini disahkan, perlu aturan-aturan detil yang mengatur perlindungan PRT. Saya berharap pemerintah lintas Kementerian segera menyusun (misalnya) Peraturan Presiden atau Peraturan Pemerintah untuk mengatasi perlindungan keadaan dari darurat penyiksaan PRT,” tegas Mantan Menteri Tenaga Kerja ini.
Sejak tahun 2013 pembahasan RUU PPRT dilakukan oleh Badan Legislasi DPR RI dan telah berada dalam tahapan harmonisasi sebelum nantinya dibahas di Badan Musyawarah dan ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR. Sebelumnya, pembahasan RUU PPRT dilakukan di Komisi IX yang mengampu permasalahan ketenagakerjaan. Tercatat, saat ini RUU PRT telah masuk dalam Program Legislasi Nasional dan diupayakan untuk kembali menjadi salah satu RUU dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2023.