Home Suara PRT Cerita PRT: Tak Semua Majikan Mengizinkan PRTnya Berorganisasi

Cerita PRT: Tak Semua Majikan Mengizinkan PRTnya Berorganisasi
Penulis: Yuni Sri, aktif di SPRT Sapulidi

by admin

tungkumenyala.com – Selasa 8 maret 2022, kami anggota Sekolah Pekerja Rumah Tangga (SPRT) Sapulidi ikut turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi bersama kawan aktivis perempuan lain memperingati Hari Perempuan Internasional. Aksi digelar di dua tempat, yakni di depan Gedung DPR dan di Patung Kuda.

Saya senang bisa kembali turun ke jalan ikut aksi, setelah hampir dua tahun dibatasi. Kali ini, tidak banyak  kawan pekerja rumah tangga (PRT) yang ikut aksi. Selain sedang merebak varian omicron, aksi ini juga digelar di hari kerja sehingga tak semua kawan PRT bisa ikut karena tidak diizinkan majikannya untuk libur. Jadi hanya beberapa perwakilan dari Jala PRT khususnya SPRT Sapulidi Jakarta yang meramaikan aksi ini.

Saya berpikir, seandainya, kami para PRT bisa dengan mudah meminta libur, tanpa takut di PHK saya yakin banyak juga kawan yang ikut berpartisipasi dalam aksi ini. Aksi bersama seperti ini sering kami lakukan bersama teman-teman aktivis perempuan, di sela perjuangan kami untuk pengesahan Rancangan Undang-Undang/ RUU Perlindungan PRT.

Tak banyak memang PRT yang notabene bekerja di di lingkup privat bisa ikut berorganisasi. Masih banyak majikan yang takut jika PRTnya ikut berorganisasi. Alasannya beragam, ada yang khawatir akan banyak menuntut, tidak bisa membagi waktu dan sebagainya. Walau sejumlah majikan lain ada yang mengijinkan PRTnya berorganisasi, mendorong malah.

Untuk urusan ini saya punya pengalaman pahit yang terjadi hingga dua kali yakni pada 2015 dan 2017. Saya bekerja dan karena saya senang bergabung di organisasi SPRT Sapulidi, saya jujur pada majikan atau pemberi kerja bahwa saya ikut organisasi karena saya bisa belajar Bahasa Inggris, komputer dan berbagai keterampilan lainnya.

Dua hari setelah saya mengungkapkan dengan terbuka bahwa ikut organisasi, majikan saya mengeluarkan saya dengan alasan suaminya tidak mau kalau saya ikut perkumpulan. Alasannya dia bekerja di suatu perusahan besar dan takut ada masalah.

Saat itu majikan merespon dengan positif dan dia bilang itu bagus. Dan saya pikir majikan saya tidak punya masalah jika saya berorganisasi. Ternyata, 2 hari setelah saya mengungkapkan dengan terbuka bahwa ikut organisasi, majikan saya mengeluarkan saya dengan alasan suaminya tidak mau kalau saya ikut perkumpulan. Alasannya dia bekerja di suatu perusahan besar dan takut ada masalah.

Saya kaget, dan bingung  kenapa beliau berbicara seperti itu, padahal saya hanya bersikap jujur dengan kondisi saya. Memang saat itu saya baru 1 tahun bergabung di organisasi sehingga saya belum paham dengan imbas dari  kejujuran saya.

Yang bisa saya lakukan saat itu hanya pasrah dan menerima diPHK secara sepihak, meski hati saya hancur karena kehilangan pekerjaan. Saya juga masih bersyukur, karena saat itu majikan memberi pesangon upah 1 bulan gaji dan tambahan Rp200 ribu. Kata majikan itu uang bonus selama 3 bulan saya bekerja di sana.

Pada tahun 2017 saya juga pernah jujur dengan mengatakan ikut Sekolah PRT. Kejadian di tahun 2015 pun terulang, seminggu setelahnya saya diPHK dengan alasan majikan butuh pekerja menginap sementara saya tidak bisa pulang malam. Padahal saat itu saya baru 2 minggu bekerja.

Saya sampai bingung kenapa mereka mengeluarkan saya setelah saya jujur mengatakan bahwa saya PRT yang berorganisasi. Kejadian di 2 tahun yang berbeda itu membuat saya lebih berhati hati bicara dengan majikan tentang organisasi. Karena, bagaimana pun saya butuh pekerjaan tapi saya juga butuh organisasi.

Dari pengalaman buruk itu, akhirnya saya tidak lagi jujur kepada majikan bahwa saya aktif di SPRT. Kondisi ini berlangsung hingga tahun 2019, saat saya mendapatkan majikan yang bisa saya ajak bicara. Saya beranikan diri untuk mengatakan bahwa saya ikut organisasi, dan ternyata dia mendukung penuh pilihan saya.

Saya buka semua, saya ceritakan yang saya lakukan jika saya ada workshop atau training dan aksi. Beliau selalu kasih respon positif dan mendukung sepenuhnya. Bahkan dia mau diikut-sertakan dalam pembuatan video tentang perjanjian kerja tertulis.

Rasanya senang jika ada pemberi kerja yang mendukung penuh PRT boleh berorganisasi.

Dan, akhirnya untuk pertama kalinya saya mendapatkan perjanjian kerja dari beliau. Rasanya senang jika ada pemberi kerja yang mendukung penuh PRT boleh berorganisasi. Kebetulan saya bekerja dengannya hanya part time atau satu kali dalam seminggu dan waktunya pun fleksibel sebisa saya, beban kerjapun masih saya anggap mudah, karena sesuai dengan upah yang saya terima.

Kebahagiaan itu bertambah, saat majikan saya menawarkan saya untul didaftarkan ikut dalam BPJS ketenagakerjaan. Karena saya sudah ikut Jaminan Ketenagakerjaan sejak setahun lalu, akhirnya dia menanggung premi jaminan ketenagakerjaan saya secara penuh.

Bahagia dan senang  mendapatkan salah satu majikan yang peduli dengan PRTnya , memberikan jaminan ketenagakerjaan dan memberikan uang parkir  untuk saya saat datang ke apartemennya. Saya berharap bisa lama bekerja dengannya dan makin banyak pemberi kerja sebaik dia.

Saya berharap dengan disahkannya RUU Perlindungan PRT sebagai payung hukum bagi kami, para pemberi kerja akan memperlakukan PRT lebih baik seperti halnya pekerja lain.

Related Articles

Leave a Comment